Memberi persetujuan berarti Ethan benar-benar harus melupakan segala kenangan tentang perempuan itu. Banyak yang bilang melupakan orangnya mudah, melupakan kenangannya yang sulit. Ya, itu lah yang sedang Ethan rasakan kini.
Ethan menghidupkan rokok dan menghisapnya pelan. Dia bukan perokok aktif, ada waktu-waktu tertentu dimana dia ingin menikmatinya. Seperti malam ini dia sudah mengambil tiga batang rokok sang ayah beri sembari duduk di taman belakang rumah orang tuanya.
"Tante Aruna....Tante Aruna," Suara itu menyerukan nama Ibunya berulang kali. Ethan terlalu mengenali siapa pemilik suara itu. Sial. Dia ada disini.
Bangkit dari tempat duduknya, Ethan hendak melangkah pergi namun kehadiran perempuan itu di teras belakang rumah membuat langkah kaki Ethan langsung terhenti. Dalam beberapa saat mereka saling beradu tatap, sama-sama tidak menyangka akan dipertemukan disini.
"Kamu ada disini." Bibir Naomi melengkung perlahan.
"Ini rumah orang tuaku." Ethan menjatuhkan puntung rokok di tangannya karena dia tahu Naomi tidak akan menyukai itu. "Kamu ngapain disini?"
"Aku mau antar hempers buat Tante Aruna. Kebetulan toko kue Ibuku omsetnya meningkat sebulan terakhir ini, jadi ini semacam bentuk rasa syukur."
Sudah lama Ethan tidak mendengar kabar tentang Lidia—Ibu Naomi—yang memiliki toko kue di pinggir Kota. Dulu Lidia dan Naomi hanya mencoba peruntungan dengan berjualan kue online. Tapi ternyata mereka banyak mempunyai langganan karena rasa kuenya yang enak. Lalu Ethan turut andil dalam membantu mengembangkan bisnis Lidia dengan mencari pertokoan dengan biaya sewa yang tidak terlalu besar.
"Sebagai ucapan rasa syukur atau kamu sedang berusaha mencari perhatian Ibuku agar kamu mendapatkan restu untuk menikah dengan Andrew?"
"Berita itu udah sampai telinga kamu rupanya." Naomi menunduk, menatap box di tangannya. "Kamu boleh mengambil asumsi apapun tentang aku. Enggak apa-apa, Ethan. Semuanya memang menjadi lebih buruk sejak aku menyakiti kamu. Terutama Tante Aruna, dia selalu memandangku penuh kebencian. Mungkin sama seperti kamu."
"Kamu tenang aja. Keluarga kami sepakat memberi restu untuk kamu dan Andrew. Enggak ada alasan untuk menghalangi kebahagiaan kalian berdua. Aku sudah berbahagia, kalian juga harus."
Naomi mengangguk, masih tidak kuasa menatap Ethan. "Andrew ingin acaranya digelar bulan depan."
"Bagus. Bukankah lebih cepat lebih baik?"
"Menurut kamu begitu?"
"Tentu. Kamu menginginkan kakakku, kamu mencintai dia. Sekarang kalian juga sudah mengantongi restu. Jadi apa lagi yang perlu ditunggu, Naomi?"
Naomi memberanikan diri melangkah lebih dekat menuju Ethan usai meletakan hempers yang di bawa di atas meja. Dia juga sempat melihat asbak yang penuh dengan abu rokok dan puntung rokok yang sudah mengecil.
"Kamu yang menghabiskan rokok sebanyak itu, Than?"
Ethan mengangguk.
"Istri kamu seorang Dokter, apa dia nggak melarang kamu merokok?" Seolah menemukan jawaban dari pertanyaannya, Naomi kembali bersuara rendah, "Atau kamu lagi kacau sekarang? Karena setahuku dulu kamu hanya akan menyentuh rokok dan alkohol ketika kamu merasa lagi nggak baik-baik aja."
"Kamu jangan sok tau."
"Apa yang sedang mengganggu pikiranmu, Than? Kamu sedang ada masalah dengan Istri kamu?"
"Rumah tangga kami baik-baik aja. Kamu jangan asal bicara."
"Lalu?" Naomi memperhatikan Ethan yang selalu memalingkan wajah agar tidak menatap matanya. "Atau jangan-jangan kamu begini karena kamu mendengar kabar bahwa aku dan Andrew akan menikah bulan depan. Apa itu yang membuatmu kacau begini, Than?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE OF MY LIFE
RomanceSemua bermula dari Elenor, Si Dokter cantik yang tidak pernah percaya akan adanya cinta sejati di dalam hidup. Penyebabnya adalah keluarga. Dia lelah melihat Papa yang selalu merasa insecure dengan apa yang Mama miliki. Dia juga lelah melihat Mama m...