Chapter 28

2.3K 147 216
                                    

Seharusnya Ethan tidak perlu meminta Elenor menyuapinya popcorn jika dia tahu efeknya akan sedahsyat ini. Ethan sampai harus keluar dari gedung teater dengan alibi ingin buah air kecil hanya untuk menahan diri agar dia tidak menerkam Elenor hidup-hidup di dalam sana.

Mungkin konteksnya akan berbeda jika mereka berada di tempat dimana hanya ada mereka berdua. Pasalnya gedung teater itu terlalu padat untuk dijadikan tempat berbuat mesum.

Ethan menunggu sampai sesuatu yang berada di antara kedua pahanya kembali normal. Baru lah dia keluar dari bilik kamar mandi dan membasuh wajahnya sejenak. Elenor tidak boleh melihat wajahnya yang seperti ini atau dia akan mempermalukan dirinya lagi.

"Ke toiletnya kok lama banget, Than?" Tanya Elenor saat Ethan sudah kembali ke tempat duduknya.

"Ya, tadi ngantri." Dustanya, mana mungkin Ethan mengatakan bahwa dia menenangkan adik kecilnya. "Filmnya udah sampai dimana?"

"Orang-orang udah pada tau kalau keluarga mereka penganut sekte terlarang." Balas Elenor yang sejujurnya Ethan tidak mengerti. Dia bahkan tidak tahu bagaimana jalan ceritanya. Yang Ethan lakukan sejak memasuki gedung teater hanya memperhatikan Elenor untuk melihat ekspresi wajahnya.

Ethan memegang dadanya sendiri mendengar teriakan salah satu perempuan di dalam gedung akibat musik dari film yang mengejutkan. Kemudian dia melarikan tatapannya ke Elenor. Perempuan itu tidak menunjukan ekspresi apa-apa, dia hanya memperhatikan layar besar di depan sana dengan serius. Bagaimana bisa?

"Kamu nggak takut?"

"Ngapain mesti takut? Ini film, hantunya cuma bohongan."

"Perempuan-perempuan lain pada ketakutan dan langsung meluk pacarnya."

"Ya, itu perempuan lain, bukan aku." Elenor terkekeh namun seperti menyadari sesuatu hal, mata perempuan kembali memicing ke arah Ethan. "Oh, kamu berharap aku ketakutan dan meluk kamu, gitu?"

"Eh, enggak...aku nggak bilang gitu," Ethan menggeleng, mempertahankan harga dirinya. Tapi sesaat kemudian, ketika Elenor tiba-tiba merebahkan kepala di salah satu pudak Ethan, hati pria itu seketika mencelos.

Walau sedikit ragu-ragu tangan Ethan pun memeluk pinggang Elenor, bahkan menariknya agar lebih merapat.

"Nyaman juga. Kenapa nggak dari tadi aja? Filmnya udah mau habis. Kamu sih kelamaan di toilet." Protes Elenor yang mengundang tawa Ethan.

Dari sana Ethan berharap ada keajaiban yang bisa membuat durasi dari film tersebut bisa lebih panjang lagi agar dia bisa lebih lama lagi memeluk pinggang dan mencium wangi rambut Elenor.

Usai menonton, Ethan langsung mengajak Elenor untuk makan malam di salah satu konter makanan China yang ada di mall tersebut. Sejauh ini Elenor merasa senang, benar kata Ethan, ide kencan semacam ini mengingatkan Elenor saat masih berusia belasan tahun—sebelum dia mengabdikan hidupnya dengan ilmu kedokteran dan rumah sakit seperti sekarang ini.

Elenor benci mengakui ini, tapi dia sangat menyukai penampilan Ethan malam ini. Pria itu sangat tampan hanya dengan sebuah kaus hitam rumahan dan rambutnya yang dibiarkan sedikit berantakan, tidak klimis seperti penampilan biasanya sebagai pengacara.

Penampilan Ethan tentu saja menarik perhatian lawan jenis di sekitarnya. Terutama segerombol gadis belia yang duduk tidak jauh dari mejanya. Mungkin mereka adalah anak kuliahan yang sedang melepas penat dan ingin cuci mata.

Entah karena penampilan Ethan yang tampak lebih muda atau memang pesona Ethan masih mampu mendembus kalangan remaja, segerombolan gadis itu bahkan tidak malu menunjuk-nunjuk ke arah meja mereka. Elenor jadi berpikir mungkin saja ia dianggap saudara Ethan, bukan Istri. Mengingat tidak ada gestur yang menunjukan bahwa mereka adalah pasangan suami istri.

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang