Chapter 1

4.5K 214 52
                                        

Gemericik air hujan sudah membasahi tanah sejak satu jam yang lalu. Hal itulah yang membuat Elenor ingin cepat-cepat menyudahi pekerjaannya di rumah sakit. Hujan-hujan begini enaknya memang tidur, bergelung di bawah selimut untuk menghangatkan diri, lalu menyalakan aroma terapi agar suasana menjadi lebih tenang. Sebelum keesokan harinya, tidur Elenor akan diganggu oleh suara berisik jam weaker karena ada pasien yang memiliki jadwal operasi.

Tapi semua itu hanya angan-angan. Baru saja kakinya melangkah masuk, suara dari bantingan benda pecah belah menyambut kedatangannya. Mama dan Papa bikin keributan lagi, seperti ABG yang tidak tahu malu.

"Aku tanya kemana saja kamu selama seminggu ini? Kamu nggak pulang-pulang dan kamu juga nggak berkabar. Salah satu teman arisanku bilang kalau dia melihatmu bergandengan tangan dengan gadis muda dan masuk ke sebuah mall!"

"Aku sudah bilang aku bekerja. Itu adalah upayaku untuk menyelamatkan harga diriku sebagai seorang suami dan kepala keluarga. Kamu memang terlahir dari keluarga konglomerat, aku tau. Tapi kamu nggak bisa selamanya menjadikan aku sebagai bonekamu."

"Yang aku bicarakan ini bukan soal harga diri, aku ingin tau apa yang kamu lakukan di luar sana selain bekerja. Kamu benar-benar punya perempuan lain? Kamu mengkhianatiku? Kamu berani mendoai janji suci pernikahan kita?"

"Jangan membicarakan soal janji suci pernikahan. Aku sudah muak dengan rumah tangga kita."

Wajah Mama merah padam, padahal itu bukan kali pertama Papa mengeluarkan kalimat menyakitkan tersebut.

Mama menarik lengan Papa dengan emosi yang menguasai diri. "Lalu kenapa nggak kamu ceraikan saja aku? Aku juga sudah muak punya suami yang bisanya cuma numpang hidup seperti kamu!"

"Karena aku masih punya tanggung jawab terhadap Putriku, Elenor. Sekarang dia masih membutuhkan kasih sayangku, kasih sayang kita sebagai orang tuanya. Suatu saat nanti jika Elenor sudah menikah dan aku sudah melepaskan Putriku ke tangan pria yang tepat, aku nggak perlu berpikir dua kali lagi untuk menceraikanmu."

"Jadi kamu berencana mempertahankan rumah tangga sampah ini sampai Elenor menikah, begitu?"

Papa mengangguk lalu melepaskan tangan Mama dari lengannya.

"Lalu bagaimana jika Elenor nggak berminat menikah karena melihat kelakuan bajingan Papanya? Apa kamu akan hidup denganku sampai mati dengan tingkahmu yang seperti anjing ini?"

"Dengar," Papa mencengkram kedua pundak Mama. Tampaknya Papa marah dengan perkataan Mama baru saja. "Aku memang gagal menjadi suami yang baik untuk kamu tapi aku nggak pernah gagal menjadi seorang Ayah yang baik untuk Elenor-ku."

Jika kalian pikir Elenor menangis mendengar pertengkaran kedua orang tuanya, kalian salah besar. Kini sudut bibir Elenor justru tertarik. Seolah dia menemukan jalan keluar untuk menyudahi drama rumah tangga yang jauh lebih busuk dibandingkan sinetron kejar tayang.

Niat Elenor untuk tidur mendadak lenyap. Muak jika harus ikut mengambil peran dalam drama sialan itu. Elenor memutuskan untuk pergi ke rumah keduanya. Apartemen milik Serena, sahabat karibnya sejak SMA.

"Lo tau jam baik buat bertamu nggak, Nor? Ini setengah satu pagi dan gue baru aja hampir nyium Zayn Malik di dalam mimpi. Sialan, buyar sudah semuanya!" Protes Serena saat dia membuka pintu apartemen untuk Elenor dengan wajah mengantuk.

"Gue nginep disini ya? Ada yang mau gue ceritain juga ke elo. Jadi permisi, gue mau masuk, lo menghalangi jalan gue."

Serena mendengus sambil mengacak-acak rambutnya sendiri saat Elenor sudah nyelonong masuk ke dalam. Sebenarnya ini apartemen siapa?

"Serena."

"Apaan? Kalau lo mau cerita mending besok aja, gue udah ngantuk berat dan nggak bisa dita—"

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang