Selama Ethan mengendari mobilnya menjauh dari kediaman orang tuanya, Elenor tak sedikit pun membuka suara. Elenor pasti berpikir jika sikapnya yang memilih untuk pulang saat Ayah masih menahannya untuk minum bersama terasa berlebihan. Ethan menyadarinya. Mungkin seharusnya dia tidak seemosi ini hanya karena melihat tingkah menyebalkan Andrew yang sejak dulu tidak pernah berubah.
Ethan melirik Elenor melalui sudut matanya. Perempuan itu menyenderkan kepala di dekat jendela sambil menikmati jalanan yang legang pada malam hari itu.
Hendak menarik simpati Elenor, tiba-tiba Ethan menginjak rem dimana membuat mobil itu berhenti di tepi jalan.
Saat itulah Elenor baru mau menoleh ke arah Ethan, "Kenapa mobil kamu? Mogok?"
"Enggak."
"Terus kok tiba-tiba berhenti?"
"Aku mau bilang sorry kalau sikap aku buat kamu enggak nyaman selama berada di rumah orang tuaku. Bukan apa-apa, aku masih trust issues sama Andrew setelah kejadian itu. Jadi sulit rasanya bersikap tenang kalau ada Andrew di sekitarku."
"Aku ngerti dan aku nggak mempermasalahkan soal itu. Santai aja."
Elenor tetaplah Elenor yang membuat Ethan selalu bingung dengan isi pikirannya. Apa yang baru saja Elenor katakan dengan amat tenang sangat berbanding terbalik dengan sikap yang dia tunjukan usai meninggalkan rumah orang tua Ethan.
Sesampainya di kediaman Elenor, Ethan langsung turun untuk membukakan pintu mobil. Ekspresi wajah Elenor berubah kaku saat dia melihat sebuah mobil yang sudah lebih dulu terparkir di sebelah mobil Ethan.
"Shit! Papa ada di rumah."
Dari dalam rumah kini mulai terdengar suara teriakan yang membuat Ethan mengerutkan kening, "Itu suara siapa?"
"Papa Mamaku. Paling berantem lagi. Asal kamu tau, mereka itu nggak pernah akur. Masalah kecil aja bisa jadi besar dan ujung-ujungnya..." Selanjutnya terdengar suara pecahan benda yang sangat keras. "...aku nggak akan pernah betah berada di rumah. Kamu dengar itu? Mereka nggak tau malu. Sekalipun aku ada di dalam rumah, mereka nggak segan-segan menunjukan ketidak harmonisan mereka di depanku. Benar-benar sialan!"
"Mungkin kamu harus masuk ke dalam untuk menengahi mereka."
"Buat apa? Percuma. Aku udah bertahun-tahun mencoba menengahi mereka dan hasilnya mereka nggak pernah mendengarku. Mereka cuma mementingkan ego masing-masing tanpa memikirkan gimana perasaanku sebagai seorang anak." Elenor kembali membuka pintu mobil Ethan di belakangnya. "Malam ini aku boleh nginap di apartemen kamu, Ethan?"
"Kamu yakin nggak mau masuk dulu untuk mengecek keadaan orang tua kamu?"
"Enggak, malas. Jadi boleh atau enggak? Kalau kamu nggak ngebolehin, aku nginap di apartemen Serena aja."
"Boleh. Kamu mau pergi sekarang?"
"Ya, aku udah nggak betah disini. Ayo buruan!"
Ethan mengangguk lalu kembali masuk ke kursi kemudi. Sesekali dia melirik Elenor melalui kaca spion. Kendati tidak berekspresi, Ethan mengerti suasana hati perempuan itu sedang buruk. Hanya saja Elenor memang pandai menutupinya dengan tetap memperlihatkan dirinya baik-baik saja di depan semua orang.
***
Mengeluarkan dua buah kaus dari dalam lemarinya, Ethan meletakan benda itu di atas tempat tidur. Dia membuka satu persatu kancing kemejanya untuk diganti dengan kaus yang lebih nyaman. Sedangkan kaus yang satunya lagi dia akan berikan kepada Elenor karena dia tahu Elenor tidak akan nyaman tidur dengan gaun yang dia kenakan saat acara makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE OF MY LIFE
RomansaSemua bermula dari Elenor, Si Dokter cantik yang tidak pernah percaya akan adanya cinta sejati di dalam hidup. Penyebabnya adalah keluarga. Dia lelah melihat Papa yang selalu merasa insecure dengan apa yang Mama miliki. Dia juga lelah melihat Mama m...