Chapter 20

2.6K 156 230
                                    

Pasangan pengantin pada umumnya akan melakukan honeymoon setelah menikah, tapi hal itu tidak berlaku untuk Ethan dan Elenor. Padahal Kakek sudah berencana akan meminjamkan pulau pribadinya untuk mereka. Kakek juga siap membiayai jika Elenor dan Ethan ingin keliling dunia untuk berbulan madu. Tapi Elenor tetap pada pendirian awal bahwa dia tidak menginginkan honeymoon dengan alasan mereka sama-sama tidak bisa meninggalkan pekerjaan.

Sebenarnya Ethan sama sekali tidak keberatan jikalau Elenor berkata setuju atas ide honeymoon itu. Dia bisa mengambil cuti dan melungkan waktu untuk lebih saling mengenal satu sama lain. Tapi Elenor tetaplah Elenor, perempuan keras kepala yang keputusannya tidak bisa dibantah.

Maka hari ini, Ethan memboyong Elenor dari hotel milik Kakek—yang menjadi tempat istirahat mereka selama dua hari—menuju rumah yang sudah Ethan beli beberapa tahun lalu, yang memang akan dia tempati ketika sudah berkeluarga.

Elenor menarik kopernya sendiri. Bahkan dalam hal-hal sekecil itu pun Elenor enggan meminta bantuan Ethan. Seolah dia bisa melakukan semua hal sendirian.

"Rumah ini oke. Konsepnya minimalis, enggak terlalu luas tapi enggak sempit juga. Cocok lah untuk kita tinggali berdua. Pemilihan cat dindingnya bersih dan eksteriornya sederhana. Furniture yang dipilih juga elegan, enggak norak. Aku suka." Komentar Elenor seolah-olah dia adalah seorang arsitektur.

Ethan mengambil alih koper di tangan Elenor lalu mendorong masuk bersamaan dengan kopernya. Mereka berhenti di sofa ruang tamu, Ethan langsung merebahkan tubuhnya sementara Elenor masih menelusuri isi dari setiap sudut ruangan.

"By the way, kapan kamu beli rumah ini, Ethan?"

"Tiga tahun yang lalu."

"Tiga tahun yang lalu?" Elenor mengulang kata-kata Ethan sekali lagi. "Dan kamu sempat bilang kamu mempersiapkan rumah ini untuk pasangan hidup kamu. Tiga tahun yang lalu kamu belum putus dengan Naomi 'kan? Jadi rumah ini kamu persiapkan untuk dia?"

Prasangka Elenor tidak salah. Tiga tahun lalu hubungan dia dan Naomi memang masih hangat-hangatnya. Ethan bahkan sudah merencakan banyak hal tentang mereka di masa depan. Itulah alasan Ethan selalu meminta Naomi menunggu. Ethan hanya tidak ingin menikah dengan finansial yang masih buruk. Sayangnya Naomi tidak benar-benar menunggu dirinya.

"Dulu mungkin, ya. Jiko yang bantu aku mempersiapkan rumah ini sampai beres. Tapi aku berani bersumpah kalau nggak ada perempuan yang pernah menginjakan kaki di rumah ini. Kamu yang pertama, Elenor. Rumah ini aku persembahkan untuk pasangan hidupku; kamu."

Elenor melipat kedua tangannya di depan dada sambil memasang wajah yang sulit ditebak.

"Kalau kamu enggak percaya, aku bisa telepon Jiko sekarang untuk memperjelas semuanya."

"Enggak perlu. I trust you. Setidaknya rumah ini bukan rumah bekas yang pernah kamu tinggali dengan mantan pacar kamu itu." Secara perlahan-lahan ekspresi Elenor kembali melunak, "Well, dimana kamar kita?"

"Disana." Ethan menunjuk pintu paling ujung.

Elenor langsung mengambil kopernya dan meninggalkan Ethan dengan cepat. Ethan mendengus pelan. Kenapa Ethan justru berharap Elenor akan bermanja-manjaan seperti misalnya meminta gendong hingga masuk ke dalam kamar? Astaga. Mungkin Ethan lupa jika seseorang yang dia nikahi adalah Elenor Abigail Davis.

"Kamu mau langsung tidur?"

"Ya. Badanku pegal-pegal semua habis menempuh perjalanan jauh." Elenor meregangkan tubuhnya. "Koper kita biarin dulu aja, besok biar aku yang menata pakaian kita di dalam lemari."

"Aku bisa melakukannya malam ini."

"Itu bukan tugas suami, itu tugas Istri. Kamu mending istirahat aja, emangnya kamu nggak capek abis nyetir seharian?"

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang