Chapter 44

1.9K 157 35
                                    

Kedua mata Ethan terbuka, entah sudah pukul berapa, tidurnya terlalu lelap. Tangan Ethan meraba ke samping, sisi sebelah tempat tidurnya sudah kosong. Dia mengerjap sebelum mengedarkan pandangan ke penjuru kamar tidur yang tirainya masih tertutup.

Dan, dia menemukan Elenor sedang berdiri di depan lemari. Tangannya menyiapkan pakaian kerja Ethan namun sebuah ponsel terselip di antara telinga dan bahunya. Dia sedang menelepon seseorang.

"Buat apa lagi Mama cerita ini semua ke aku kalau ujung-ujungnya Mama bakal nerima Papa dengan alasan masih cinta?"

Kaki Ethan yang ingin menghampiri Elenor berhenti sejenak ketika mendengar nada ketus itu keluar dari bibir sang istri.

"Sebenarnya Mama nggak perlu takut melepas pria brengsek seperti Papa, Mama masih punya aku dan Kakek. Dan apa Mama tau kenapa Papa masih sudi mempertahankan pernikahannya bersama Mama? Semua karena harta warisan, Ma. Bukan cinta."

Elenor yang tampak kesal menurunkan ponselnya dan menyudahi panggilan itu. Saat itu pula Ethan mendekat, dia meraih lengan Elenor kemudian menghusapnya.

Perempuan itu menoleh, sedikit terkejut. Kebiasaan Elenor, dia akan sepandai mungkin menutupi raut tidak baik-baik sajanya.

"Hai, kamu udah bangun." Senyum kecil menghiasi bibirnya yang sudah terpoles lipstik. "Sorry kalau suara aku yang sedikit teriak-teriak dan jadi ganggu tidur kamu."

"Telepon dari Mama Julia?"

Elenor mengangguk, tak bersemangat.

"Papa Reno buat ulah lagi?"

"Papa nggak pulang sejak malam ulang tahun Kakek. Dan, aku nggak peduli. Semoga aja kali ini mereka beneran cerai. Aku muak sama drama-drama menjijikan ini." Elenor menarik laci tempat Ethan menyimpan dasinya. Dia mengeluarkan dasi dengan dua warna berbeda, merah dan biru. "Kamu mau pakai yang mana hari ini?"

"Menurut kamu aku lebih keren pakai yang mana?"

"Pakai yang mana aja keren. Suamiku kan emang dasarnya ganteng."

Ethan menyolek hidung Elenor sambil terkekeh, "Elenor, Elenor, kamu pagi-pagi udah bisa godain aku."

"Fakta. Jadi mau pakai yang mana?"

"Merah aja." Kata Ethan. Lalu Elenor menyimpan ke dalam laci dasi berwarna biru yang tidak terpilih. "Kamu pagi-pagi kok udah rapi aja?"

"Ya, bentar lagi mau berangkat. Jadwal operasi pasien aku tiba-tiba dimajuin. Tapi kamu tenang aja, pakaian kerja kamu udah aku siapin, aku juga udah buatin kamu sarapan di meja makan."

"Jadi kita enggak bisa sarapan bareng?" Tatapan Ethan memelas dimana membuat Elenor merasa bersalah.

"Hari ini aja, Than. Besok-besok masih bisa kok. Kamu jangan kayak anak kecil deh." Elenor melirik jam dinding yang sudah menunjukan hampir pukul setengah delapan. "Aku berangkat sekarang ya."

"Enggak!"

"Ethan,"

"Kamu belum cium aku."

Elenor menutup jarak, sedikit berjinjit untuk menjangkau bibir Ethan. Seharusnya Elenor tahu ini tidak akan menjadi ciuman perpisahan biasa. Ethan mendekap pinggangnya erat, tidak membiarkannya menyudahi ini dengan cepat.

"Than....hppmm—lipstik aku...belepotan," Bibir Ethan kembali melumat bibirnya dengan lembut. Dalam sejenak Elenor hampir lupa jika dia harus menghentikan ini atau dia akan terlambat. "Ethan, stop."

"Bibir kamu manis banget, rasa strawberry."

"Ya, sebelum pakai lipstik aku pakai liptbam dulu yang rasa strawberry."

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang