BAB 17

12.4K 877 2
                                    

Ke-kenapa? G-gak! I-ini dah melenceng!

Ta-tapi, seharusnya gue tau kalau hal ini bisa aja terjadi.

Gue harusnya udah tau resiko dari transmigrasi juga perubahan sikap Nafesya bisa mengubah keseluruhan alur cerita.

Kalau gitu, gue gak bisa lagi nyamain alur kedepannya sama kayak alur novel yang seharusnya.

Jadi, hanya ada beberapa hal yang masih bisa gue manfaatin contohnya semua informasi rahasia tiap tokohnya.

Esya hanya termenung dengan pemikirannya sendiri tanpa tau kalau Lenci sedang menahan amarahnya agar tak memukul muka songong Laurens.

Lenci terus berusaha meredam amarahnya dan tersenyum miring juga menatap tajam tepat ke kedua mata Laurens.

"Sepupu kakak yang mana? Pengecut banget!" Ucap Lenci dengan santainya.

Laurens mengernyit tak suka saat mendapati nada santai di ucapan Lenci. Apa dia gak tau siapa orang yang sedang dilawan, Begitulah pikiran Laurens.

"Lo gak tau siapa gue? Atau lo emang gak tau diri kalau lo itu terlalu rendah buat ngelawan gue?" Ucap Laurens dengan nada sinisnya.

Sedang Lenci hanya bisa mengepalkan tangannya saat tau kakak kelas di hadapannya ini menyinggung tentang perekonomian keluarganya yang tak sekaya kakak kelas didepannya.

"Pffft." Suara seseorang yang menahan tawanya tersebut secara tak langsung menarik perhatian semua orang termasuk Lenci juga Laurens.

Di sana, Esya sedang duduk dengan tangan kanan yang ia gunakan untuk menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara tawanya.

"Duh, maaf ya Kak! Aku tadi entah kenapa rasanya pengen ketawa pas denger perkataan Kak Laurens." Ucap Esya.

Tanpa memedulikan kakinya yang sedikit melepuh, Esya kemudian berdiri dan menghadapkan wajahnya tepat berhadapan dengan wajah Laurens -yang memang tingginya hampir sama dengan Esya.

Sedang Lenci dirinya tarik ke belakang tubuhnya, Esya pegang erat telapak tangan Lenci yang masih mengepal menahan amarah.

Esya menunjukkan senyum manisnya dan tatapan ramahnya pada Laurens, ia tak boleh kalah dari sang antagonis novel.

"Aku tuh langsung mikir loh Kak, kalau kata-kata Kak Laurens itu cocok juga buat aku ucapkan ke Kak Laurens." Ucap Esya dengan senyum manisnya.

"Maksud lo apa?" Entah kenapa Laurens sedikit tersinggung dengan kata-kata dari Esya.

"Loh? Kak Laurens gak ngerti nih ucapannya aku? Duh, maaf ya kalau Kak Laurens gak ngerti, masalahnya aku pake bahasa pas biasanya aku bicara ma orang yang cerdas juga pintar."

Ucapan Esya tentu secara tak langsung menyinggung bahwa Laurens termasuk orang 'bodoh' yang tak mengerti ucapannya.

Laurens yang disinggung seperti itu, dengan reflek mengangkat tangan kanannya untuk menampar Esya.

Hap

Sayangnya Esya tak sebodoh itu untuk tak tau apa yang akan dilakukan oleh Kakak kelasnya tersebut. Esya sudah hidup selama 15 tahun dengan banyak luka, salah satunya karena kekerasan yang disebabkan oleh tamparan.

Jadi, Esya sudah bisa menduganya sih. Ditambah memang dulu biasanya teman-temannya akan membully fisiknya dengan menampar juga.

"Marah, Kak? Kan aku cuma bicara fakta. Kalau Kak Laurens gak ngerti, ya aku tinggal bilang secara gamblang aja, kan?" Ucap Esya sambil menghempaskan tangan kanan Laurens yang tadi ditangkapnya.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang