BAB 33

10.7K 704 0
                                    

Tiga hari terlewati sudah oleh semua orang, selama itu juga keberadaan Esya bak di telan bumi. Para siswa sekelas Esya tentu penasaran kemana perginya gadis dengan senyum manisnya itu.

Terutama Lenci yang merupakan sahabat Nafesya. Terakhir kali dirinya mengunjungi ruang rawat Esya pada malam tiga hari yang lalu. Dan yang ditemukannya hanyalah kamar rawat kosong. Para perawat berkata bahwa Esya telah pulang dengan keluarganya.

Awalnya ia senang dan berpikir kalau esok hari dapat bertemu dengan gadis bersurai pendek manis tersebut. Sayangnya, sampai tiga hari ini ia hanya melihat Kembar Andreaxa yang pergi ke sekolah tanpa kehadiran Esya diantara mereka.

Sebenarnya Lenci bisa saja menanyakan keberadaan Esya pada kedua kakak kelasnya tersebut, namun karena beberapa hari lalu dirinya terlibat sedikit cekcok dengan keluarga Andreaxa membuatnya enggan berbicara dahulu pada mereka.

Anyway, selama tiga hari ini juga Lenci mengetahui jikalau kakak Esya yang bernama Elvano berubah sikapnya. Ia terkesan dingin menyerupai kakak kembarnya si Alvano. Membuat banyak orang sering kali mengira kalau Elvano ini adalah Alvano.

Tentunya hal ini menambah kadar kecurigaan Lenci tentang adanya masalah di keluarga Andreaxa yang melibatkan Nafesya sebagai peran utamanya. Dan saat ini akhirnya Lenci berada di depan rumah atau lebih tepatnya mansion Andreaxa, setelah jam sekolah selesai tentunya. 

Dan tujuannya adalah mengetahui lebih jelas tentang menghilangnya Nafesya. Karena selama tiga hari ini tak ada satu pun surat ijin yang menjadi keterangan mengapa sahabatnya tersebut tak masuk sekolah.

Pagar mansion tersebut terbuka, kalau saja ini pertama kali Lenci mengunjungi mansion Andreaxa ia pasti akan terkagum-kagum. Sayangnya ini sudah kesekian kali dirinya datang ke mansion ini, jadi tanpa rasa kagum apapun Lenci langsung melangkah.

Sebelum kakinya berhenti di depan pintu mansion, suara seseorang terdengar dengan jelas di telinga miliknya.

"Ngapain lo di sini?"

Lenci membalikkan badannya dan menatap datar dua orang di depannya. Gue kira mereka bakal pulang sore, Batin Lenci menatap kembar Andreaxa.

"Ngunjungi sahabat gue, gak ada urusannya ma kalian." Nada datar dan tak suka terdengar jelas dari kalimat yang dilontarkan oleh Lenci.

"Sahabat yang lo sebut itu adik gue, tentu ada urusannya." Sahut Elvano dengan wajah datarnya, sungguh bukan Elvano yang biasanya.

"Heh, dari kapan kalian anggap dia adik? Gue gak nyangka ternyata kalian bisa sadar juga." Nada sinis dan senyum meremehkan di wajah Lenci sama sekali tidak membuat raut tenang Elvano terurai.

"Dia gak ada di sini." Kini Alvano yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara.

Dahi Lenci mengernyit tipis, ia tak salah dengarkan? Kalau begitu dimana sahabatnya kini berada?

"Dia kabur tiga hari yang lalu dari rumah sakit."

Dan kalimat itu terucap dengan santainya dari mulut Elvano, berbanding terbalik dengan di hatinya yang sama sekali tak merasa tenang dan santai. Gelisah dan khawatir adalah dua perasaan yang dominan mengisi hatinya selama tiga hari belakangan ini.

"Dia kabur pasti ada alasannya. Dan gue bakal percaya banget kalau alasannya itu salah satu dari kalian, keluarga Esya sendiri." Tanpa kata-kata lagi, Lenci memilih melangkah pergi dengan sedikit berlari.

Tentunya ia tak akan diam saja mendengar sahabatnya kabur dari rumah sakit. Lenci tentu berniat untuk mencari sang sahabat dan menanyakan detail alasan kaburnya.

Elvano melangkah mendahului Alvano untuk memasuki mansion Andreaxa. Alvano hanya dapat melihat punggung lebar kembarannya yang mulai tertelan pintu mansion dengan tatapan sendu.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang