BAB 38

10.2K 656 0
                                    

"Ada apa?"

Setelah tadi ketiga putra Andreaxa memasuki mansion, mereka langsung mendapati sang ayah yang sudah duduk di sofa single depan televisi. Dan kini ketiganya dapat melihat jelas raut wajah serius milik Ayah Devan.

"Kita ketemu sama dia." Ren menjawab dengan kepala menunduk.

"Dia?" Ayah Devan mengernyitkan dahinya.

"Iya, dia. Adik aku, Nafesya Alexandria Andreaxa yah."

Kini El yang menjawab dan menatap tepat pada wajah sang ayah yang tampak terkejut. Namun, tak lama kemudian terbit seulas senyum tipis milik sang ayah.

"Dimana? Ayo kita temui dia."

Baru saja Ayah Devan berdiri dari duduknya, tetapi perkataan yang keluar dari mulut Alvano sedetik kemudian membuatnya terpaku.

"Kita tadi cuma ketemu dan gak tau dia dimana sekarang, yah. Dia nganggap kita orang asing, yah. Dia tadi juga bersama pemuda seumuran Al, dan kelihatan banget bahagia. Bahkan dia manggil pemuda itu dengan sebutan abang. Maaf ya, yah."

Dengan perlahan Ayah Devan duduk kembali. Berpikir keras tentang langkah selanjutnya yang akan dirinya ambil. Apakah ia tetap mencari Esya? Atau ia membiarkan gadis tersebut mencapai kebahagiaannya bersama pemuda asing?

Hening tercipta di ruang tengah mansion itu, ketiga putra Andreaxa masih menunggu sang ayah untuk bersuara. Sementara yang ditunggu masih memikirkan jalan terbaik untuk semua ini.

"Maaf, mungkin ini kesannya kita egois. Namun, ayah masih menginginkan Esya mengucapkan jikalau dirinya memaafkan kita. Secara langsung." Ucapan sang Ayah tentu di setujui oleh ketiga putranya.

Perasaan bersalah mereka sangat besar, mereka masih ingin meminta maaf dan memperbaiki kesalahan mereka pada adik perempuan mereka satu-satunya.

"Kalau gitu ayo kita cari dia, yah." Sahutan dari Elvano membuat ketiga orang lainnya berdiri dari duduknya.

"Elvano sama ayah aja." Ucap Ayah Devan sembari mengambil kunci mobil yang ia letakkan di atas meja tadi.

"Kalau gitu Ren ma Alvano." Ujar Ren yang sudah melangkah keluar mansion, ia tentu tau bahwasannya sang Ayah ingin memperbaiki hubungan dengan putra bungsunya.

Sedang Alvano tanpa bicara apapun langsung mengikuti kakak sulungnya. Elvano tentu hanya bisa pasrah mengangguk dan melangkah mendahului ayahnya.

"Tunggu ayah, Nafesya." Gumam Ayah Devan dengan senyum tipis yang terukir, mencoba tetap berpikir positif dapat menemukan Esya malam ini juga.

Kedua mobil milik Keluarga Andreaxa nampak keluar dari perkarangan mansion besar tersebut. Kedua kendaraan beroda empat tersebut melaju membelah jalanan kota yang cukup ramai di malam hari.

Sesampainya di depan minimarket -tempat bertemunya ketiga putra Andreaxa dengan Esya tadi, kedua mobil tersebut berpencar. Mobil Ayah Devan ke arah taman kota yang memang cukup dekat dari sana. Sedangkan mobil Ren ke arah sebaliknya.

Ayah Devan menghentikan mobilnya di pinggir jalan sekitaran taman kota yang ramai orang berlalu lalang. Elvano mengernyit heran, kala mendapati raut wajah sang ayah nampak serius.

Kala diamati ternyata ada satu objek yang menjadi titik fokus kepala keluarga Andreaxa tersebut. Dan Elvano akhirnya mengerti kenapa sang ayah menghentikan mobilnya.

"Itu, Nafesya kan Bang?"

"Iya, pakaiannya sama persis kayak yang tadi Elvano temui. Tapi dia kok sendirian, ya?" Jawab El mencoba melihat jelas seorang gadis yang sedang duduk di salah satu bangku taman sambil menikmati permen kapas berukuran sedang.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang