BAB 5

17.2K 1K 20
                                    

Kedua mata hazel terbuka secara bersamaan. Ia dapat merasakan bahwa dirinya kini berada di atas ranjang pesakitan miliknya.

Bukannya tadi gue ada di taman? Siapa yang mindahin?

Kebingungan mendera kepala gadis tersebut. Esya tau dirinya tadi tertidur di taman, tetapi kenapa saat dirinya bangun kini malah sudah berada di atas ranjang pesakitannya?

"Gak mungkinkan Bi Kara yang mindahin?" Tanya Esya tanpa sadar.

"Gak kuatlah Non kalau saya yang mindahin."

Esya yang mendengarnya langsung mendudukkan tubuhnya spontan. Dirinya tentu terkejut saat ada orang yang menyahuti kata-katanya.

Pusing pun mendera kepalanya, Esya reflek memegang kepalanya yang seperti ditimpa batu.

Bi Kara-yang tadi menyahuti perkataan Esya langsung saja menghampiri Esya yang nampak kesakitan.

"Non Esya gak papa?" Tanya Bi Kara khawatir.

"Eh? Nggak papa kok, Bi." Jawab Esya dengan senyuman manisnya.

Senyuman manis itu membuat Bi Kara terpesona dan berjanji dalam hati untuk selalu berada di samping Esya untuk menemaninya.

"Oh ya, siapa yang mindahin Esya ke sini, Bi? Tadi kan Esya ketiduran di taman." Tanya Esya dengan wajah penuh tanya.

"Tadi saya-"

"Bukan saya, Bi. Formal amat dah kayak rapat." Potong Esya dengan wajah cemberutnya.

"Tadi Bi Kara nyariin Non Esya, bangun kaget Non Esya gak ada. Ketemu Non Esya yang tidur di taman, sama laki-laki seumuran Non Esya kayanya. Dia bahkan gendong Non sampai sini, loh." Kata Bi Kara di akhirin dengan nada menggodanya.

Bluusshhh

Esya dapat merasakan kedua pipinya memanas. Seumur hidupnya ia tak pernah digendong dengan lelaki, bahkan berteman dengan lelaki saja ia tak pernah. Karena ia tak punya teman.

Bi Kara terkekeh gemas melihat wajah Esya yang merona, nampak lucu di matanya. Ah, andai Nonanya ini tau dirinya yang dulu tak pernah berekspresi seperti ini.

Sedang Esya masih memikirkan siapa gerangan lelaki itu? Kenapa dia mau menemaninya tidur di bangku? Kenapa dia mau menggendongnya sampai ke ruangannya?

Siapa dia?

"Ma-maaf ya, Bi. Tadi Esya gak ijin dulu ke taman sama Bi Kara. Esya tadi tuh bosen." Kata Esya sambil menundukkan kepalanya.

"Iya, gak papa, Non. Tapi jangan diulangi lagi ya Non, Bi Kara tuh khawatir." Kata Bi Kara sambil mengelus rambut lembut Esya.

Esya tersentak saat merasakan elusan lembut dari Bi Kara. Hangat merasuk ke dalam hatinya. Tanpa sadar kedua matanya memanas membuat lapisan kaca yang ingin pecah itu hadir.

Saat Bi Kara menghentikan elusan itu, saat itu juga setetes air mata jatuh dari mata kanannya. Menetes di atas selimut, kehangatan yang tadi hadir di hatinya menghilang digantikan oleh kehampaan.

Tanpa sadar Esya langsung menarik Bi Kara untuk memeluknya. Bi Kara tentu terkejut dengan hal itu. Namun tak urung kedua tangannya membalas pelukan Esya.

"Ha-hangat, Bi. E-esya gak tau kenapa. Ta-pi ta-di hiks tadi elusan-nya hiks bi-kin hiks E-sya nge-rasa hiks ha-ngat hiks." Ucap Esya sambil sesenggukan.

Bi Kara pun mengeratkan pelukan itu. air mata pun ikut hadir dari kedua mata wanita paruh baya tersebut.

Ia tau meski Nonanya hilang ingatan, Nonanya masih memiliki keinginan untuk diberikan kasih sayang oleh orang disekitarnya.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang