BAB 7

14.7K 987 8
                                    

Mobil hitam mewah itu berhenti tepat di depan gerbang mansion mewah. Esya yang melihat bangunan di depannya menganga terkagum.

I-ini bener-bener rumah? Ini mah mansion, seneng banget nasib gue jadi anak orkay!

"Mari, Non Esya." Ucap Bi Kara sambil membawa bawaan dari rumah sakit.

Ucapan Bi Kara membangunkan Esya dari lamunannya. Ia pun mengangguk kaku dengan langkah menyamai Bi Kara.

Sedang Om Zai memarkirkan mobil ke dalam garasi. Esya melirik sekilah ke arah beberapa motor yang terparkir di halaman rapi.

Serasa ngalami hal yang biasanya dialami para tokoh utama novel transmigrasi deh.

Pintu mansion itu terbuka lebar setelah Bi Kara menekan bel di sebelah pintu. Yang membukanya tentu pelayan lain.

Pelayan tadi pun segera mengambil alih bawaan yang ditenteng Bi Kara. Sedang Esya kini sedang terkagum-kagum dengan interior mansion yang kini menjadi rumahnya.

"Mari, Non. Saya antar ke kamar Non Esya di lantai 2." Ucap Bi Kara.

Esya hanya mengangguk dengan mata yang masih mengamati mansion mewah tersebut.

Rasanya gak asing, apa ini perasaan Nafesya?

Saat akan memasuki ruang tengah, Esya dapat mendengar gelak tawa beberapa lelaki tentu dengan beberapa umpatan juga.

Langkah kaki Esya terhenti saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan datar salah satu lelaki yang duduk di sofa, menghadap langsung ke arahnya.

Gelak tawa tadi pun ikut berhenti berganti dengan keheningan yang menerpa ruang tengah tersebut.

Pasti setelah ini bakal ada yang nyinggung gue...

"Gue kira dah mampus." Ucap lelaki lain dengan wajah sama dengan lelaki yang bertatapan mata dengannya tadi.

Bener, kan? Empat orang, bisa ketebak sih siapa mereka. Yang baru omong tadi kayaknya yang El deh.

"Kalau gue dah mampus gak mungkin kan kalian bisa tenang kayak gini." Balas Esya dengan senyum lembutnya.

Kedua Abang Nafesya, Al dan El terpaku melihat senyuman Esya. Mereka mengernyit heran melihat perubahan sikap Nafesya.

"Kenapa? Terpesona ma gue?" Ucap Esya membuyarkan Al dan El tadi.

"Cih, lo gak punya pesona." Kata Al dingin.

"Gak bakal gue terpesona ama lo, adik pembawa sial." Sahut El dengan penekanan di kata-kata terakhir.

Mantap, dah disinggung akhirnya gue akting nih kekeke.

"Adik? Bi Kara bisa jelasin?" Wajah Esya menampakkan kebingungan yang ditujukan pada Bi Kara.

"Iya, Non. Mereka berdua Tuan Muda Kembar Andreaxa, kakak kandung Non Esya." Ucap Bi Kara menjelaskan.

Esya? Batin Al dan El bingung.

"Oalah. Namanya siapa, Bi?" Tanya Esya.

"Tuan Alvano Heardine Andreaxa dan Tuan Elvano Heardine Andreaxa, Non." Jawab Bi Kara.

"Oooh, okelah. Abang Al ma Abang El kenapa gak jenguk Esya? Esya koma 6 hari loh ini." Kata Esya dengan kepala yang ia miringkan sedikit.

Imut, pikir salah satu dari empat orang tersebut.

"Abang? Cih, panggilan apaan itu. Gak sudi gue ma Al dipanggil Abang ama lo. Ya kan, Al?" Al hanya mengangguk menyetujui perkataan adik kembarnya.

"Tapi kan kalian abangnya Esya. Kalau langsung panggil nama kan gak sopan." Sahut Esya tak terima.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang