Kedua mata dengan manik sekelam jelaga terbuka perlahan. Memposisikan tubuhnya duduk di pinggir ranjang besarnya.
Tanpa sadar matanya menatap tanggal yang tertera di kalender digital atas nakas, membuat kernyitan tak suka hadir secara spontanitas.
20 February 2022
Helaan nafas frustrasi terdengar mengisi keheningan kamar itu. Lelaki tersebut melangkah menuju ke arah kamar mandi di dalam ruang tidurnya.
15 menit adalah waktu untuk lelaki paruh baya yang sudah menginjak kepala empat tersebut bersiap dengan setelan jas, kemeja, juga celana berwarna serba hitam.
Setelah merasa penampilannya rapi, lelaki tersebut keluar dari kamarnya dan langsung turun ke lantai satu mansionnya.
Dapat dirinya lihat jikalau ketiga putranya sudah siap dengan penampilan yang sama persis seperti dirinya.
"Ayo, yah." Ajak Elvano dengan senyum sendu ke arah lelaki yang baru saja menapakkan kakinya di anak tangga terakhir.
Ajakan Elvano hanya diangguki singkat oleh lelaki paruh baya yang tak lain adalah Ayah Devan. Ke-empatnya berjalan keluar rumah, tetapi entah kenapa Ayah Devan merasa gelisah.
Mobil yang ditumpangi oleh lima orang termasuk Om Zai yang menjadi supir untuk Tuan Besar Andreaxa dan ketiga Tuan Muda Andreaxa melaju membelah jalanan hari minggu yang cukup ramai karena hari weekend.
"Toko bunga." Dua kata yang dapat Om Zai pahami maksud Tuan Besar Andreaxa tersebut membuat dirinya menganggukkan kepalanya pelan sebagai bentuk menyanggupi perintah atasannya.
Mobil hitam tersebut berhenti di pinggir jalan, tepat di depan sebuah toko bunga yang tak lagi asing untuk Om Zai membuat Ayah Devan langsung turun dan melangkah masuk ke dalam toko bunga.
Tak sampai 5 menit, Ayah Devan sudah keluar dari toko tersebut dengan karangan bunga krisan putih yang dipadukan bersama bunga mawar merah dan putih di tangan kanannya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu karena sekarang jam menunjukkan pukul 9.10 pagi saat mobil hitam tersebut berhenti tepat di depan gerbang kawasan pemakaman.
"Kamu di mobil saja." Ucap Ayah Devan pada Om Zai saat keluar mobil sambil menenteng karangan bunga.
Ke-empat lelaki berparas tampan bak dewa yunani melangkah melewati beberapa makam untuk menuju ke makam seseorang yang masih terkenang indah di hati keempatnya, meski dua antaranya tak mengingat jelas kasih sayang telah diberikan orang tersebut pada mereka karena saat itu si kembar masih berumur satu tahun.
Ayah Devan meletakkan karangan bunga yang digenggam tadi di makam dengan nisan berukirkan nama perempuan kedua yang sangat ia cintai setelah ibundanya.
Andria Yevika Andreaxa
Lahir : 10 Maret 1980
Meninggal : 20 February 2006Setelah mengantarkan beberapa doa untuk sang istri tercinta, entah kenapa kini pikirannya malah tertuju pada gadis yang ternyata sudah 16 tahun ini ia acuhkan.
"Ayah..." Panggilan Elvano nyatanya menarik semua perhatian anggota keluarga Andreaxa yang ada di pemakaman tersebut.
"El rasa udah cukup, yah." Lirihan Elvano terdengar jelas di sepasang telinga ketiga orang lainnya.
"Maksudnya?" Tanya Alvano bingung dengan ucapan adik kembarnya.
"Udah cukup 16 tahun saat ini perlakuan kita semua ke Na-nafesya."
Untuk pertama kalinya Ayah Devan mendengar nama gadis yang tak lain adalah putrinya keluar dari mulut salah satu putranya. Membuatnya sedikit tertegun entah dengan alasan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esya {end}
RandomRenesya, gadis dengan senyum ramah walau takdir mempermainkannya dengan berbagai luka dihati. Bertransmigrasi ke tubuh tokoh favoritenya dengan takdir yang tak jauh beda, apakah ia sanggup menjalaninya? Kejanggalan mulai terjadi, alur novel pun beru...