BAB 42

9.5K 566 0
                                    

Kenapa gue berdebar gini dah? Jangan terlalu ke-pede-an, Sya! Bi-bisa aja Kak Jakey cuma mau tanya apa gitu? Tapi tanya apa? Pelajaran? Gak mungkin banget lah, terus apa?

Otak Esya berpikir keras tentang si ketua osis yang tetiba mengajaknya bicara, berdua lagi. Apalagi senyuman dari kakak kelasnya ini kenapa membuat Esya salah tingkah sendiri.

Sementara Esya berpikir keras, sebenarnya Jakey dari tadi tersenyum untuk menutupi kegugupannya. Ia berpikir untuk mengungkapkannya sekarang, karena berpikir memang sudah waktunya.

"Sya.." Panggil Jakey dengan nada lembutnya.

"Ya, Kak?" Esya kini linglung karena baru saja tersadar, tetapi entah mengapa kelinglungan Esya ini nampak menggemaskan bagi Jakey.

Bagaimana tidak, Esya menatapnya dengan kedua manik hazelnya yang menampakkan kepolosan murni. Ditambah gadis tersebut mengerjapkan sekembar maniknya dengan cepat.

Ge-gemez bat!, begitulah batin Jakey berteriak.

"Kak?" Esya mengernyitkan dahinya kala merasa bingung karena kakak kelasnya ini malah tampak melamun.

"Ehem. Kamu mau gak jadi pacar Kakak? Be Mine?"

"HA?!"

Gi-gila banget! Ini kenapa to the point banget sih? Kan, gu-gue jadi salting sendiri!
Ma-mana nih jantung kayak lagi lari maraton aja, kenceng banget debarannya!
Ja-jawabnya gimana nih? Duh, masalah keluarga aja belum kelar malah ketambahan ada kayak gini lagi!
Ta-tapi mana bisa gue nolak cowo seganteng ini? Duuuuh, serba salah!

Karena terlalu ribut dengan pikirannya, Esya tak sadar jika kini kedua tangannya telah berada di dalam genggaman hangat Jakey.

Jakey tersenyum hangat meski jantungnya bergemuruh hebat menanti jawaban dari sang adik kelas sekaligus gadis yang telah menarik perhatiannya secara tak langsung dari pertama kali menemuinya di rumah sakit.

"Sya?" Panggil Jakey menyadarkan Esya.

Sadar jika kini tangannya sedang digenggam oleh Jakey, dengan perlahan Esya melepaskannya. Meski tak nampak, tetapi Jakey merasa sedikit kecewa.

"Ma-maaf, Kak. Ta-tapi aku perlu waktu. Masih ada suatu masalah yang harus aku selesain dulu. Sekali lagi aku minta maaf, Kak."

Setelah selesai berucap dengan senyuman sendu yang mengiringinya, Esya berbalik pergi dari hadapan Jakey menuju pintu keluar.

Cklek

Diambang pintu, Esya mendengar panggilan Jakey yang terdengar masih sama lembutnya. Esya memilih tetap diam dalam posisinya dan mendengar kalimat selanjutnya dari Jakey yang berbunyi, "Kakak tunggu sampai kapan pun itu tentang keputusan kamu. Je T'aime, Sya."

Dengan selesainya perkataan Jakey tersebut, Esya melangkah menuruni tangga tanpa tau kalau wajahnya sudah memerah mendengar kata terakhir yang diucapkan Jakey tadi.

Je T'aime itu bahasa dari negara tempat berdirinya menara yang sangat terkenal di dunia, apalagi kalau bukan menara Eiffel. Dan Esya tau pasti arti dari kata tersebut.

Di sisi Jakey sendiri, pemuda tersebut hanya mengulas senyum tipis dan memilih menatap langit cerah yang selalu menjadi kesukaannya. Karena di langit cerah tersebut, dirinya dapat membayangkan senyuman manis dari sang pujaan hati.

"Yah, waktu akan terus berjalan." Gumam Jakey dengan senyumannya.

Berbeda lagi suasana kedua remaja tersebut dengan kelima remaja yang masih setia duduk di bangku kantin dengan gorengan sebagai cemilannya.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang