Di pagi hari yang cerah ini, pada pukul 6.03 Lenci sudah berada di kelasnya dengan sebuah buku di tangan kanannya. Sayangnya buku itu hanya menjadi pajangan semata karena Lenci lebih asik dalam lamunannya.
Sebenarnya Lenci tak sepenuhnya melamun, ia hanya sedang memikirkan tentang keberadaan sahabat manisnya. Ini sudah lebih seminggu sahabatnya itu menghilang tanpa kabar, Lenci pun bingung harus mencari kemana lagi.
Helaan nafas Lenci hembuskan, "Lo sebenernya dimana sih, Sya?"
"Gue disini, kok."
"ASTAGA NAGA!!!"
Lenci terkejut bukan main sampai-sampai ia berdiri dan melemparkan buku yang tadi berada digenggamannya ke penjawab pertanyaannya tadi.
Untung gadis yang menjadi sasaran lemparan buku itu dapat menghindar dengan cepat, kalau tidak bisa dipastikan buku itu mendarat di kepalanya dan bisa saja ia pingsan. Haduh, masalah lagi nanti.
"Lo gila, ya? Kalau gue kena tuh buku terus pingsan, lo mau tanggung jawab?" Ucap gadis itu ketus dengan pipinya yang menggembung sebal.
"Tanggung jawab? Ambigu banget, bisa-bisa orang ngiranya gue nge-hamilin elo." Ucap Lenci tak kalah ketus.
Namun, tak berselang lama keduanya malah tertawa bersama-sama seperti orang gila saja. Enggak-enggak, tenang saja mereka bukan orang gila kok.
"Lo kemana aja, Maimunah?" Ucap Lenci sembari memeluk erat sang sahabat yang ia rindukan.
Yap, gadis yang tadi menjawab pertanyaan Lenci dan menjadi sasaran lemparan buku Lenci tak lain adalah Esya.
Plak
"Enak aja ganti-ganti nama gue. Lo gak ketemu gue beberapa hari aja dah lupa ma nama gue." Ucap Esya setelah menggeplak punggung Lenci pelan.
"Bercanda aelah."
Lenci pun kembali duduk dan diikuti oleh Esya. Esya tersenyum ceria ketika Lenci menatapnya seakan meminta penjelasan. Dan Esya mulai menceritakan segalanya pada sahabatnya itu, yap segalanya.
Tanpa ia tutupi apapun, baik ia yang bereinkarnasi maupun bertransmigrasi. Tak lupa juga tentang sang Abang Dery-nya. Sedang Lenci tak memotong sedikit pun perkataan Esya.
Meski tak masuk akal, tentu ia tetap percaya. Karena Lenci pun pernah melakukan hal yang tak masuk akal yakni memutar waktu dengan mempertaruhkan kebahagiaan yang telah ia dapatkan bersama Geo dulu.
"Terus, apa keputusan lo ke depannya?" Tanya Lenci setelah Esya selesai bercerita.
"Belum tau juga. Gue, masih bingung." Jawab Esya dengan senyuman canggungnya.
"Gue percaya lo bisa milih keputusan terbaik. Ikutin aja kata hati lo, oke? Jangan ikutin ego lo." Lenci menggenggam tangan kanan Esya dengan senyum manisnya.
Esya mengangguk yakin dan membalas senyuman Lenci dengan senyumannya yang tak kalah manis. Meski momen keduanya tak bertahan lama ketika tetiba ada suara teriakan nyaring dari salah satu teman sekelas mereka.
"ESYA BALIK GUYS!!!"
Dan berakhir dengan acara reuni dadakan para masyarakat penghuni kelas X MIPA 1 dengan gadis manis bernama Nafesya itu.
Tanpa disadari ada seorang pemuda yang mengintip kegiatan tersebut dari balik pintu dengan senyum menawannya. Hatinya seketika merasa lega ketika akhirnya mendapati sang pujaan hati telah kembali bersekolah.
Pujaan hati? Yah, bisa dibilang sejak pertemuan mereka di rumah sakit saat itu, pemuda tersebut sudah menaruh hati pada gadis yang menyandang marga Andreaxa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esya {end}
RandomRenesya, gadis dengan senyum ramah walau takdir mempermainkannya dengan berbagai luka dihati. Bertransmigrasi ke tubuh tokoh favoritenya dengan takdir yang tak jauh beda, apakah ia sanggup menjalaninya? Kejanggalan mulai terjadi, alur novel pun beru...