graduation's day.

130 20 2
                                    

Aku terjaga sejak pukul empat dini hari bukan tanpa alasan. Hari ini aku akan melepas status pelajar yang telah bersamaku selama dua belas tahun lamanya.

"Kak, udah siap semua, kan? Gak ada yang kelupaan?" tanya ibuku dari ambang pintu.

"Udah kok Bu. Oh iya, nanti aku berangkat sama Juan. Ibu kalau mau berangkat siang gak papa, takut kepagian ngapain nanti di sana." balasku seraya mengeluarkan motor.

Ibuku hanya mengangguk dan berkata hati-hati sebelum akhirnya aku melesat membelah angin subuh yang sialnya dingin. Karena lokasi tujuanku tak terlalu jauh, tak perlu waktu lama untukku sampai ke sana.

Wajahku mulai diberi dempul setebal Tembok China, karena kebaya yang aku pakai hari ini berwarna soft pink maka sang MUA akan menyesuaikannya dengan riasan wajahku hari ini.

Tepat pukul enam pagi aku selesai dari ujung kepala hingga kaki. Melirik jam yang melingkar di tangan kiriku, aku lupa menelepon Juan agar lelaki itu tidak datang terlambat.

Ya, beberapa waktu lalu Juan memang menawarkan diri untuk mengantar ke wisuda kelulusanku. Katanya, dia sedang tidak ada kegiatan hari ini. Karena ia sedikit memaksa dan aku malas berdebat, akhirnya aku mengiyakan saja maksud baiknya.

"Juan, gue udah selesai make up. Lo bangun belum?" tanyaku menunggu jawaban dari seberang telepon.

"Udah Clair, gue mau berangkat. Lo sarapan belum?"

"Belum."

"Oke nanti agak lama, gue mampir indomaret dulu,"

"Boleh, makasih Ju."

"Kok makasih doang? Hati-hatinya mana nih?"

"Hah?"

"Hati-hatinya."

"Oh. Iya, hati-hati Ju,"

"Siap! Gue tutup ya. I'll see you!"

Pukul 07.30 aku masih duduk menunggu Juan menjemputku, kali ini ia tidak membawa motor kesayangannya karena jelas aku tidak bisa dengan keribetan pakaian yang aku kenakan. Sambil memainkan ponsel, bel rumah berbunyi. Siapa lagi kalau bukan seseorang yang sejak tadi aku tunggu.

"Tante gak sekalian?" tanya Juan ketika melihat Ibuku mengantar kami sampai ambang pintu.

"Nanti Ibu berangkat sendiri Ju." jawabku.

"Loh, kok gitu? Bareng kita aja Tante. Saya bawa mobil kok," ucap Juan tidak mau permintaannya ditolak.

"Ya sudah, Ibu siap-siap bentar. Tinggal ambil tas aja."  kata Ibuku kembali ke dalam rumah.

Kami bertiga sudah di dalam mobil Juan. Ibuku duduk di bangku penumpang, sedang aku dan Juan duduk bersebelahan di depan. Juan menatapku sebentar sebelum akhirnya menyalakan mesin mobil.

"Tante, anaknya cantik," goda Juan padaku.

"Apa iya? Hahaha. Juan panggilnya Ibu saja, jangan tante." balas ibuku dengan senyum khasnya.

"Okei, Ibu!" jawab Juan bersemangat.

Perjalanan menuju gedung lokasiku wisuda cukup jauh. Aku, Juan, dan Ibuku yang hobi sekali bercanda sangat cocok ketika bercerita. Satu hal lagi yang aku tahu tentang Juan, dia dapat meluluhkan hati orang tua. Semakin jelas terlihat sifat buayanya.

Juan mengeluarkan tiga bungkus roti dan dua susu kotak yang diberikan padaku juga ibuku.

"Susu oke kan? Biar lipsticknya gak ilang, "

Anggukan singkat kuberikan, buaya sekali dia sampai peka terhadap semua keadaan.

"Bu, boleh minta tolong ambilkan sesuatu di belakang?" pinta Juan dengan sopan.

Ibuku menoleh ke arah belakang dan mengangkat sebuket bunga sangat cantik dengan perpaduan warna pink dan putih.

"Terima kasih Bu." kata Juan mengambil alih bunga ke genggamannya.

"Happy graduation, Clair. You've been through all the pain in past twelve years of school life. Maaf karena gue gak ada di kondisi terburuk lo selama ini. Maaf gue datengnya pas lo udah wisuda. Say hello to your bright future, ya. Aduh jadi malu karena dilihatin Ibu."  kata Juan menodonglan buket bunga padaku.

Juan merangkai kalimat semanis itu untukku? Tidak. Aku tidak boleh terlena. Oh Clair, kamu harus ingat bahwa Ibu merupakan satu dari sekian target drama ini!

Aku tersenyum menerima bunga dari Juan. Kemudian menoleh ke arah Ibuku yang sudah senyam-senyum di kursi belakang.

"Thanks Ju. Gak perlu minta maaf kali." jawabku memandang sekilas ke arah Juan yang sekarang sudah memfokuskan pandangannya ke jalanan.

Sesampainya di lokasi, ternyata tak hanya Juan yang datang membawa kejutan. Disana ada Siska dan sejoli yang sudah menjadi temanku beberapa bulan ini. Dialah Airis dan pacarnya.

"Happy graduation Clair!" seru ketiganya dengan heboh.

Siska dan Airis memelukku secara bergantian, memberiku ucapan serta wejangan kehidupan. Hahaha, tapi jujur aku terharu, ternyata aku yang jarang keluar rumah ini masih ada manusia lain yang datang ke acara wisudaku! Tuhan kenapa baik banget, ya?

Setelah rentetan acara wisuda selesai, aku beranjak dari lokasi diikuti oleh Ibu dan juga Juan tentu saja. Airis dan pacarnya juga masih setia menungguku di luar gedung seperti kucing hilang.

"Pada mau makan di mana nih?" tanya Ibuku menawarkan.

"Padang!" sontak kami para bocil menjawab serentak.

It was a beautiful day ketika ibu dan teman-temanku duduk di satu meja dan menyantap hidangan yang sama. Kami bertukar cerita, bertukar canda, dan mengenal satu sama lain. Dua tahun yang lalu sejak Airis tinggal di kota ini sendirian, ibuku sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Bertemu dengan pacar Airis lebih seperti momen bertemu dengan calon mantunya kah? Lalu bagaimana dengan calon mantunya yang lain? Aku melirik ke arah Juan. Tidak, tidak mungkin dia.

 Tidak, tidak mungkin dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
turn into a strangers. (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang