Jika aku dan Mahen sibuk mengikuti ujian memasuki dunia perkuliahan lalu bagaimana dengan Juan? Apa kesibukannya?
Laki-laki itu belum ingin melanjutkan pendidikannya. Ia diminta untuk merintis usaha tour and travel yang digeluti orang tuanya, dengan mencoba membuka cabang di kota lain. Sebuah privilege, tentu saja.
Jadi selain bermain dan menggangguku, ia cukup disibukkan untuk mengurus bisnis yang dibangun ayahnya.
Bagaimana aku bisa tahu? Beberapa hari lalu Juan memintaku untuk menemuinya di sebuah tempat secara tiba-tiba.
"Naik gocar atau grab aja, gak perlu bawa helm." katanya kala itu melalui sambungan telepon.
Aku mengiyakan, mulai terbiasa dengan Juan yang serba dadakan. Tak perlu berlama-lama, aku memesan gojek untuk mengantarku sampai ke titik temu yang dimaksud Juan.
Sesampainya di sana, aku tidak menemukan batang hidung pria itu. Rupanya ia berada di dalam mobil bersama keluarganya. Aku yang mengetahui fakta itu saat telah berada di lokasipun terkejut.
"Anjir ni anak gak kira-kira. Mana gue pake kaos begini." kataku menggerutu membaca pesannya.
"Halo, lo dimana? Sini dulu samperin gue. Malu lah masa tiba-tiba main masuk mobil orang?" protesku ketika nada sambung yang sebelumnya kudengar berhenti.
"Oke. Gue udah liat, tunggu disana aja."
Aku memainkan ujung sepatu yang kukenakan, berusaha menetralisir kegugupan yang kurasakan. Kenapa segugup ini bertemu dengan orang tua Juan?
"Hei, ayo. Udah ditunggu sama Ayah Bunda." katanya menggandeng tangan kiriku.
"Ju, lo kebiasaan deh. Gue kan gak persiapan!"
"Gak papa. Mereka santai kok, gak perlu lo khawatirin apapun. Look! Lo hari ini cantik, ya meskipun hari lain juga tetep cantik tapi gue yakin keluarga gue gak akan macem-macem."
Kami berduapun mendekati mobil yang di dalamnya terdapat orang tua dan oh dia punya adik? Aku baru tahu.
"Halo Om Tante, kenalin saya Clairy temennya Juan." sapaku mencoba beramah tamah.
"Oh ini Clairy yang setiap hari diceritain sama Kakak, akhirnya ketemu juga." Ayah Juan menjawab dan menerima uluran tanganku.
"Tante belanja apa?" aku kini beralik pada ibunya.
"Biasa, Bunda kalau mau kondangan harus baju baru tuh!" Juan menanggapi dari seberang.
"Clairy masuk, kamu duduk di depan sama Juan ya." Ibu dari Juan tampak masih sungkan berbicara padaku.
Karena diriku ini terkenal sangat mudah bergaul dengan orang yang lebih tua maka aku mengeluarkan semua jurus JBJB yang kupunya hingga akhirnya,
"Clairy panggilnya ayah sama bunda aja." Ayah Juan memberiku peringatan.
Oh? Apakah karena mereka sama seperti ibuku yang kurang suka dipanggil tante? Mungkin saja, namun belum selesai diriku meyakinkan diri Juan sudah berbisik di sampingku.
"Gak semua temen gue dipersilakan buat panggil mereka 'ayah bunda'. Lo jago banget bahkan belum sampe sejam."
Aku membalasnya dengan tersenyum dan menggelengkan kepalaku.
"Tiap hari Kak Juan nyeritain temennya yang namanya Clairy. Cerita mulu sampe akhirnya Ayah baru punya waktu luang hari ini, jadi tadi Ayah bilang ke Kakak suruh ajak Clairy main bareng kita. Gak ganggu acara lain kan?" tanya Ayah dari kursi penumpang.
"Enggak kok Om, eh Ayah. Makasih udah diajak jalan. Seneng juga akhirnya bisa ketemu sama keluarga Juan. Saya baru tahu juga kalau Juan ternyata punya adik."
KAMU SEDANG MEMBACA
turn into a strangers. (END)
ChickLitApakah akan berbeda jika "kita" di antara aku dan kamu tidak pernah ada? Di sinilah aku, untuk mengingatkanmu tentang bagaimana kita menjadi orang asing. Would it really make a difference if we didn't exist? Here I am, to remind you how we turn into...