Author's POV
Clairy membenturkan kepalanya di dinding kamar, masih dengan selimut yang menutupi sebatas kaki dirinya merutuki apa yang semalam ia lakukan dengan Juan.
Bagaimana bisa mereka terbawa suasana? Ciuman itu, bisakah Clairy mati saja pagi ini? Dia tidak sanggup menampakkan wajahnya apalagi bertemu dengan Juan. Ia malu!
"Goblok banget sih, Clairy!"
Dug
Dug
DugSuara benturan antara jidatnya dan dinding terdengar jelas, Clairy ingin ditelan monster saja hari ini.
Meski begitu, Clairy harus segera mandi karena hari ini ia memiliki jadwal ujian untuk masuk perguruan tinggi. Masih ada setidaknya dua jam untuk bersiap-siap. Menyibakkan selimut dengan malas dirinya berjalan menuju kamar mandi.
Guyuran air dingin membasahi rambutnya, shampo yang semula memenuhi disana luruh dan satu ingatan membuat Clairy semakin tak ingin hidup lagi.
"Gue balik dulu. Besok berangkatnya gue anter."
Clairy ingat betul Juan mengatakan kalimat itu semalam.
"AAAAAAAA!!!!"
Suara teriakan menggema memenuhi seisi kamar mandi. Clairy tidak sedang melihat hantu, dia hanya sedang melihat kenyataan yang memalukan.
Selesai memastikan dirinya layak untuk pergi ujian, Clairy memastikan barang bawaannya tidak ada yang tertinggal satupun.
Karena tiga puluh menit sebelum dimulai ia harus sudah di lokasi, maka ia harusnya sudah bergegas saat ini.
Beberapa ide muncul untuk menolak tawaran Juan semalam. Ia sungguh tidsk tahu harus menyembunyikan dimana batang hidungnya.
Dengan cepat Clairy menekan kontak Juan dan mencoba menelepon. Berdoa semoga saja lelaki itu ketiduran, atau lupa sekalipun Clairy tidak masalah.
Telepon tersambung, belum sempat Clairy mengucapkan maksud dan tujuannya Juan sudah terlebih dahulu angkat suara.
"Gue udah di lift, tunggu sebentar"
Sekarang pilihan Clairy tinggal dua. Berdoa semoga lift-nya macet atau memang harus berangkat dengan Juan. Sepertinya pilihan pertama terdengar sadis, tapi pilihan kedua membuatnya ingin menangis.
Bel berdering. Degup jantung Clairy tak karuan, keringat membasahi wajahnya yang sudah flawless. Percuma ia dandan.
Clairy memanjatkan doa-doa sebelum tangannya membuka pintu, doa keluar rumah misalnya.
Pintu terbuka, Juan tampak santai dengan jaket dan celana jeansnya. "Kenapa Juan tampan sekali pagi ini?" batin Clairy menahan geli akan pikirannya sendiri.
"H-hai," Clairy mengangkat telapak tangannya ke udara.
Sial, canggung sekali!
"Hai. Udah siap?" tanya Juan melihat Clairy dari atas hingga bawah.
Clairy mengangguk. Kemudian keduanya meninggalkan apartemen itu dengan motor bising milik Juan.
Sesampainya di lokasi, Clairy turun dari motor Juan. Ia menyerahkan helmnya pada lelaki itu.
Juan masih di atas motor merapikan poni Clairy dengan telaten. Tampaknya Juan menemukan hobi barunya.
"Lo udah belajar sekuat Samson, gue tahu lo deserve dimanapum kampus yang lo idamkan selama ini. Masuk, kerjain, pulangnya lo mau makan enak dimanapun gue temenin. Gue tunggu di warkop deket sini. Kalau udah selesai, telfon gue. Oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
turn into a strangers. (END)
ChickLitApakah akan berbeda jika "kita" di antara aku dan kamu tidak pernah ada? Di sinilah aku, untuk mengingatkanmu tentang bagaimana kita menjadi orang asing. Would it really make a difference if we didn't exist? Here I am, to remind you how we turn into...