Clairy gugup bukan main. Terlebih ketika ia keluar dari taksi yang mengantarnya sampai di depan rumah Juan yang sudah ramai orang.
Sebelum berangkat tadi, ia terlebih dahulu untuk menelepon Mahen dan laki-laki itu hanya berpesan satu hal, agar Clairy jangan lagi menangis.
"Malem ini jangan nangis apapun kondisinya. Itu aja pesen gue. Oke? Telfon gue kalau udah selesai, gue jemput."
Clairy menarik napasnya, sesekali membenahi pakaian yang ia kenakan. Dress putih sebatas lutut yang sempurna melekat di tubuhnya menimbulkan kesan perempuan elegan dan sopan.
"Clair?" jantungnya seperti mau berhenti berdetak kala suara itu kembali lagi terdengar oleh indranya.
Juan, lelaki itu berdiri bersama dua laki-laki lain yang mungkin saja saudaranya.
"Hai Ju," Clairy memaksakan sebuah senyuman yang cukup terkesan antusias.
Ia melangkahkan kakinya mendekati Juan dan kedua laki-laki yang tidak jauh darinya.
Juan lebih dulu menjabat tangannya. Kemudian Clairy beralih menjabat tangan dua laki-laki lain di hadapannya.
"Gimana, lo sehat Clair?"
"As you can see." ia mengedikkan bahunya, tak ada satupun bagian tubuhnya yang terluka.
Setelah berkenalan dan berbasa-basi dengan ketiga laki-laki itu, Clairy diajak masuk oleh Juan untuk menemui ibundanya.
Karena seisi ruangan cukup padat dipenuhi sanak saudaranya, Juan menggenggam pergelangan tangan Clairy agar perempuan itu tetap berada di belakangnya.
"Kak Juan bawa pacarnya,"
"Itu pacarnya Juan"
"Cantik banget pacarnya"
Bisikan-bisikan itu jelas terdengar oleh Clairy dan ia berani bertaruh jika Juan juga mendengarnya. Tetapi laki-laki itu tak gentar dan tetap menggenggam pergelangan tangan Clairy hingga mereka berhasil keluar dari kerumunan.
"Bunda, Clairy dateng."
Sedari tadi Clairy menunduk, tidak mau menampakkan dirinya seolah memvalidasi bisikan-bisikan yang menyebut dirinya sebagai kekasih Juan. Ia bukan lagi kekasihnya.
Tapi ketika Juan membuka suara, Clairy dapat melihat perempuan yang menatapnya dengan penuh rindu.
Tak menghiraukan Juan, Clairy bergegas menghambur ke dalam pelukan bunda dan mencium kedua tangannya.
"Maaf, Clairy baru dateng. Tadi masih ada urusan di kampus."
"Gak papa. Bunda seneng kamu akhirnya beneran dateng. Ayah masih di dalem kamar, kamu ketemunya nanti aja kalau udah selesai acara, ya?"
"Iya Bunda. Ini, aku harus ke mana Bunda? Aku bingung gak ada temen. Hehe."
Juan sudah pergi meninggalkannya. Mungkin ia tidak mau juga berlama-lama dengan mantan kekasihnya itu.
"Ayo ikut Bunda, Bunda kenalin ke neneknya Juan."
Clairy tidak bisa berkutik, tangannya sudah digandeng dan diajak untuk kembali ke kerumunan yang dengan susah payah ia lewati tadi.
Sesekali ia mengelus leher belakangnya untuk mengurangi kegugupannya.
"Bunda," bisik Clairy ketika mereka tidak lagi melangkahkan kaki.
"Sst, kamu tenang aja."
Kemudian bunda memegang kedua bahu Clairy dan saat itulah Clairy mencoba kembali memasang senyuman terbaiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
turn into a strangers. (END)
ChickLitApakah akan berbeda jika "kita" di antara aku dan kamu tidak pernah ada? Di sinilah aku, untuk mengingatkanmu tentang bagaimana kita menjadi orang asing. Would it really make a difference if we didn't exist? Here I am, to remind you how we turn into...