Siang tadi setelah Clairy mengetahui bahwa dirinya tidak lulus dalam ujiannya, hanya ada satu orang yang ingin ia temui. Ibunya.
"Aku pengen ketemu Ibu."
Jefri yang mendengar itu langsung mengangguk mengiyakan.
Selama perjalanan, Clairy tak banyak bicara. Bahkan ketika kalimat yang menyatakan ia tidak lulus itu muncul di layar laptopnya, Clairy tidak bereaksi apapun. Perempuan itu hanya diam.
"Aku tunggu di sini. Take your time, kamu ngobrol sama Ibu dulu." kata Jefri ketika mereka sudah tiba di depan kediaman ibu dari Clairy.
Clairy membuka pintu rumah dengan perasaan yang berkecamuk. Ketika ia sampai di dapur, ia bisa melihat ibunya sedang mencuci piring dan berbalik saat mendengar langkah kaki.
"Loh, kok gak bilang-bilang mau kesini?"
Clairy berlari memeluk tubuh ibunya. Tubuh yang telah rela memberikan apapun untuknya, tapi hari ini Clairy akan kembali mengecewakan.
"Bu, maafin Clairy. Clairy gagal lagi."
Clairy menangis di pelukan ibunya yang masih mencoba mencerna situasi. Setelah paham akan arah pembicaraan anak sulungnya, perempuan berusia 45 tahun itu mengelus lembut rambut putrinya.
"Maaf Clairy ngecewain Ibu lagi, maaf Clairy bikin malu lagi. Clairy bodoh banget Bu, Clairy gagal lagi.."
Ibunya ikut menitikkan air mata, putri sulungnya adalah segalanya. Saksi dari segala cerita rumah tangga yang hancur lebur, korban dari kehancuran hubungan orang tuanya.
"Ibu gak pernah merasa malu punya Clairy. Sejak Clairy hadir, Ibu selalu bangga punya kamu. Adik-adik juga bangga punya kakak seperti Clairy.
Kecewa? Ayah Clairy yang mengecewakan Ibu lebih parah saja tidak pernah merasa bersalah, kenapa Clairy merasa sebersalah itu?
Ibu sebagai orangtua udah berusaha, nyekolahin Clairy, cari tempat les yang baik buat Clairy. Begitu juga sama kamu, kamu udah berusaha belajar, ikut kesana kesini buat ujian.. Tapi kalau memang rezekinya bukan disana kita sebagai manusia bisa apa? Ibaratnya Clairy maksa buka satu pintu, tapi menurut Tuhan bukan pintu itu yang bisa membawa Clairy ke tempat tujuan. Sabar, kita berusaha lagi. Kita udah sering berjuang kan? Masa gini aja Clairy menyerah?"
Usapan lembut masih Clairy rasakan dibalik punggungnya. Ia hanya butuh ibunya. Tidak ada manusia lain yang bisa menerimanya seperti Ibu menerimanya.
"Udah, jangan nangis lagi. Masih ada ujian lain. Kalaupun memang gak lolos Ibu gak papa kalau Clairy harus masuk swasta. Inget, rezeki semua udah diatur sama Tuhan. Kalau jalannya Clairy harus swasta ya gak papa. Jangan mikir banyak hal."
Setelah jauh lebih tenang, Clairy mengurai pelukan dari sang Ibu.
"Clairy janji, ujian selanjutnya Clairy gak akan bikin kesalahan lagi."
Bersamaan dengan anggukan Ibunya, suara ketukan pintu mengalihkan mereka.
Jefri nyatanya tidak betah harus menunggu lebih lama di dalam mobil. Ia kemudian ikut menyusul Clairy dan menyapa ibu perempuan itu.
"Ibu, maaf Jef dari tadi di dalem mobil."
"Gak papa. Makasih ya Jefri, udah mau nemenin Clairy."
Clairy memutuskan untuk tidak lama-lama di rumah ibunya, bukan tidak betah tapi perasaan bersalah itu masih hinggap dalam hatinya. Ia memilih menerima tawaran Jefri untuk pergi menenangkan pikirannya.
"Hati-hati di jalan, ya. Jeff, Ibu titip Clairy."
"Iya Bu. Jeff yang jagain Clairy hari ini. ibu tenang aja, salam buat adik-adik ya."
Mobil yang dikendarai Jefri keluar dari tempat mereka singgah sebelumnya. Jefri melirik ke arah Clairy yang masih saja diam.
"Mekdi?"
"Again?"
"Selama belum sehari tiga Mekdi, why not?"
"I think I need some Mcflurry."
"Mekdi is the answer. Let's go!"
"I need some fresh air too."
Jefri tertawa, Clairy telah kembali pada mode bocah kecil dan itu melegakan.
"This day is yours. Anything you need, my little sister."
KAMU SEDANG MEMBACA
turn into a strangers. (END)
ChickLitApakah akan berbeda jika "kita" di antara aku dan kamu tidak pernah ada? Di sinilah aku, untuk mengingatkanmu tentang bagaimana kita menjadi orang asing. Would it really make a difference if we didn't exist? Here I am, to remind you how we turn into...