publikasi bucin🌊

101 6 2
                                    

Berpisah dengan rombongan, Juan dan Clairy memilih untuk berjalan dan menikmati sinar matahari yang baru saja muncul.

"Hati-hati," kata Juan memegangi pundak Clairy.

Keduanya memilih duduk di kursi dengan pemandangan langsung menuju pada indahnya pegunungan.

"Kalau lagi cerah kelihatan semuanya. Sayang hari ini kabut." kata Juan.

"Pernah ke sini juga?"

"Pernah, waktu itu lagi bawa penumpang."

Ya, meskipun Ayah Juan pemilik jasa tour and travel urutan tiga besar di kotanya, tetapi tak jarang Juan masih mengambil job untuk menjadi driver terutama ketika dirinya ingin healing tetapi tak mau uangnya berkurang.

Karena jaket yang Clairy pakai kini berada digenggaman Juan, ketika ponselnya berdering Juan sibuk membuka satu persatu kantong jaket Clairy.

"Alah sia si Jupri." katanya malas saat membaca nama seseorang yang menelepon Clairy.

"Sini aku angkat dulu, kali aja penting."

"Nih mumpung aku punya hutang budi sama dia. Tapi di loudspeaker biar aku ikutan denger."

Clairy menggeser layar ponselnya, menerima panggilan Jefri dan tak lupa ia mengaktifkan speaker agar Juan tidak ngamuk. Dan yang terjadi setelahnya adalah teriakan dari ujung telepon,

"Ay, I'm single right now!"

Juan yang mendengarnya langsung merebut ponsel Clairy dan otomatis mematikan panggilan secara sepihak.

Clairy menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Gak usah garuk-garuk, bikin males." sewot Juan.

"Dia punya pacar aja masih sering ngajak kamu main, apa lagi jomblo. Males ah."

Clairy tertawa melihat tingkah Juan yang semakin seperti bocah. Dia hampir sama dengan adiknya, Hazza.

"Juan, Clairy ayo kita lanjut!"

Suara dari balik punggung mereka membuat Clairy dan Juan menoleh. Dengan wajah yang masih tertekuk, Juan berjalan meninggalkan Clairy yang mengikutinya dari belakang.

"Kenapa pada diem-dieman? Laper?"
Tanya Bunda ketika mendapatkan keanehan dari sikap sejoli di hadapannya.

"Clairy selingkuh Bun."

Clairy melotot lalu memukul pundak Juan dengan cukup keras. Bagaimana bisa Juan mengatakan hal semacam itu di depan kedua orangtuanya sendiri.

"Bunda, Juan lagi mode todler. Biasa lah," kata Clairy mencoba meluruskan.

Meski sedang saling diam, tetapi perjalanan tetap dilanjutkan. Kali ini mereka akan lanjut ke pantai dengan pasir putih dan karang yang berjajar. Clairy tidak tahu mengapa keluarga Juan sangat suka sekali dengan pantai.

Juan tampak serius sekali dengan kemudinya, sedangkan Clairy sedari tadi memainkan ponselnya bukan tanpa alasan. Ia sedang membalas pesan dari para pelanggannya. Satu tangan untuk membuka pesan, tangan lainnya ia gunakan untuk mengecek stock barang yang dicari pelanggannya.

Setelah selesai dengan urusan pelanggannya, Clairy beranjak membuka makanan ringan yang ia bawa sengaja untuk camilan selama perjalanan.

"Aaa" tangannya aktif menyuapi Juan.

Juan hanya butuh diperhatikan sepertinya, nyatanya ia langsung membuka mulutnya dan menerima suapan yang diberikan Clairy.

"Minum dulu," kini Clairy mengarahkan teh kotaknya pada Juan.

Lagi-lagi Juan menurut meski ia masih tidak mau bicara. Clairy terkekeh pelan kemudian mendekat pada Juan.

"Kalau gak ada Ayah Bunda, kamu udah aku peluk. Gemes banget hobi ngambek."
bisiknya.

Juan yang mendengar dengan sangat jelas langsung melirik ke arah Clairy, namun detik itu juga ia kembali fokus pada jalanan.

Bombastic side eyes

"Dianggap hutang." jawabnya tak melihat lawan bicaranya.

Clairy melihat ke kursi penumpang, kedua orangtua dan adik Juan ternyata tidur dan hal ini ia jadikan kesempatan untuk mengobrol dengan Juan.

"Salahnya di mana kalau Jefri kasih info kaya gitu? Aku kan juga gak tahu."

"Kenapa dia harus kasih tahu kamu? Biar kamu peduli, gitu?"

"Ju, aku peduli sama siapapun orang yang cerita ke aku. Kamu, Juan, Mahen, siapapun."

"Aku beda. Gak boleh disejajarin sama Jefri maupun Mahen."

"Iya, Juan si paling tinggi derajatnya. Jangan ngambek-ngambek lagi, ya?"

"Hug dulu"

"Bukan konsumsi publik," bisik Clairy yang membuat Juan tak tahan untuk tidak mencubit pipi Clairy karena gemas.

"Aaaa!"

•turnintoastrangers•

Kalau saja bukan dengan Juan, apa Clairy bisa sebahagia ini? Ayah Juan menggenggam tangannya pada sisi kanan, sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk menggenggam tangan Juan. Potret keluarga di bawah birunya langit membuat hati Clairy menghangat. Kasih sayang yang mereka berikan pada Clairy tidak pernah terbayangkan sedetikpun dalam tiap mimpinya.

"Kamu foto gih, sama Bunda." Juan mengisyaratkan dengan tangannya.

"Bunda, senyum!" teriak Juan.

"Panas Kak!"

Clairy berlari mendekati Bunda, memberikan pelukan hangat pada perempuan di dekatnya.

"Makasih ya Bun, udah ajak Clairy jalan-jalan" gumamnya di tengah pose berfoto mereka.

Kini saatnya Juan mengabadikan momentnya bersama Clairy. Jika dibanding Clairy yang seorang perempuan, Juan lebih suka dalam hal photoraphy. Juan jago mengedit juga, maka dari itu tak jarang Clairy memintanya untuk memberikan color grading pada foto-foto yang akan diposting di media sosial milik Clairy.

Juan dengan pose berdiri tegak andalannya, sedang Clairy dengan pose dua jari unggulannya.

"Deketan!" Hazza selaku fotografer berteriak mengarahkan.

Puas bermain ombak dan berfoto-foto, mereka memilih untuk berteduh di salah satu warung tenda. Namun, Ayah Juan masih asik dengan kameranya dan mengabadikan wajah pantai yang indah.

"Ayah jangan jongkok jongkok! Nanti ambeiennya kumat!" teriak Bunda trauma.

turn into a strangers. (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang