mahasiswa.

64 8 2
                                    

Clairy merasa degup jantungnya tidak normal semenjak jam menunjukkan pukul empat sore. Satu-satunya alasan hal ini terjadi adalah karena ia akan mendapatkan hasil dari ujian terakhirnya. Benar-benar yang terakhir karena jika tidak diterima, ia harus siap dengan konsekuensi masuk di universitas swasta.

Hei stop. Bukan berarti swasta jelek, bukan. Tapi Clairy dan keluarganya menganut kepercayaan "kalau bisa negeri dulu" karena biaya yang tidak terlalu mahal.

Ia berjongkok di dalam kamarnya. Ini posisi paling absurd yang ia gunakan untuk membuka pengumuman. Sebelumnya, ia selalu duduk manis dengan laptop di hadapannya.

"Tuhan, kalau emang ini jalan terbaik-Mu, aku siap apapun keputusan-Mu." gumam Clairy sebelum mengetikkan link pengumuman.

Satu..
Dua..
Tiga..

Ada deretan nama yang muncul sesuai dengan program studi yang berurutan.

Jantung dan matanya hampir lepas ketika ia menemukan namanya.

"Wait, kartu ujian gue dimana."

Ia harus memastikan bahwa nama tersebut miliknya dan satu-satunya cara adalah dengan mencocokkan kartu ujiannya.

Kartu yang ia maksud sudah di genggaman. Dengan tangan gemetar ia menyebutkan satu persatu angka yang tertulis di sana.

"IBUUUUUU!!!!"

Teriak Clairy menggema di seisi rumah, berlari mencari keberadaan ibunya yang ternyata sedang menyiram tanaman di belakang rumah.

"Gimana, Kak?"

Ibunya tahu kalau saat ini adalah pengumuman terakhir putrinya, makanya sedari tadi ia hanya bengong menyiram tanaman dengan pikiran yang berkecamuk.

"CLAIRY KETERIMAAA!!!!"

Perempuan itu menghambur ke pelukan Ibunya. Selang yang dipegang jatuh begitu saja, tangan beralih tugas memeluk kembali putrinya yang juga telah menangis haru.

Ya, akhirnya Clairy menjadi seorang mahasiswa di kampus pilihannya.

turnintoastangers•

Setelah puas mengharu biru dengan ibunya, hal selanjutnya yang ia lakukan adalah menelepon sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan Juan.

Satu detik..

Dua detik..

Tiga detik..

Hingga percobaan panggilan ke enam tidak juga diangkat oleh empunya.

Clairy mengembuskan napasnya sejenak, ia ingin membagi euphoria ini barang sebentar saja. Ia tidak pernah berbagi cerita pada siapapun tapi kali ini ia ingin Juan tahu akan keberhasilannya.

Ponselnya berdering.
Bukan Juan, tapi Mahen.

"Clairy gue nemu nama lo, God damn!!! Selamat!!!!!" teriak Mahen di ujung telepon.

Clairy menitihkan air matanya. Mahen menjadi yang kedua memberinya selamat.

"Thanks.." balasnya menahan tangis.

"Hei, lo kenapa nangis?" kini nada bicaranya sedikit lebih lembut.

"Gak papa. Makasih udah jadi temen paling baik yang pernah ada."

Helaan napas itu terdengar dari ponsel Clairy.

"Lo dimana sekarang?"

"Rumah." balas Clairy.

"Siap-siap, satu jam lagi gue jemput."

turn into a strangers. (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang