Beberapa hari Clairy menjadi seseorang yang lebih pendiam dari biasanya. Ia tidak keluar apartement, tidak berkabar pada teman-temannya, dan tidak juga membuka ponselnya.
Perasaannya campur aduk. Ia sednag galau maksimal. Rasanya tidak ada gairah untuk menyongsong pagi di tiap harinya.
Begitu pula pagi ini, sudah pukul sebelas tapi ia sama sekali belum beranjak dari kamarnya. Ia hanya sedang menunggu makanan yang ia pesan online datang.
Bel dibunyikan, dengan malas dan masih berbalut selimut ia berjalan menghampiri pintu.
"Atas nama Sayangku?" kata seseorang di balik pintu yang sedikit terbuka.
Clairy mengenali suara itu, ia mendongak mencari tahu siapa yang berbicara padanya.
"Sayaaaang!!" teriak Clairy kemudian menghambur ke pelukan Juan yang kini sudah tersenyum lebar menyambutnya.
Masih di ambang pintu, Juan menghidu aroma shampo yang sering Clairy pakai.
Dagunya bertengger di atas kepala mungil milik kekasihnya, ia pejamkan mata dan berkata,"Finally we meet again."
Clairy menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk kekasihnya dengan erat dan cukup lama seakan keduanya tidak ingin pelukan itu terlepas.
"Udah, jangan nangis. Kan aku udah di sini." kata Juan seraya mengelus puncak kepala Clairy.
Seperti sedang diperintah, Clairy justru menggeleng dan semakin tersedu. Jika bisa menjelaskan, ia akan berkata bahwa hal ini sangat sulit baginya. Hubungan mereka sangat sulit baginya.
Juan mengurai pelukannya, kemudian sedikit membungkuk untuk dapat mengusap air mata yang hampir merata membasahi seluruh wajah Clairy. Tak hanya itu, bahkan kausnya menjadi korban.
"Hei," panggil Juan terlampau lembut.
Laki-laki itu tersenyum, memperlihatkan sepasang bulan sabit di matanya.
Hal selanjutnya yang ia lakukan adalah mengecup bibir kekasihnya dengan lembut, menyalurkan emosi dan perasaan yang sudah menumpuk di dalam dirinya.
"Kaya gini dulu. I miss you, a lot." Juan kembali membawa tubuhnya untuk memeluk Clairy lebih lama lagi.
•turnintoastrangers•
Tautan tangan keduanya tidak lepas bahkan saat Juan dan Clairy sudah berada di dalam mobil menuju kediaman orang tua Juan. Tidak lupa Clairy ikut serta membawa oleh-oleh yang ia beli beberapa hari lalu untuk keluarga Juan.
"Aku udah kasih tahu kamu belum sih? Aku beli kucing di Surabaya. Namanya Luna."
"Belum. Terus? Ditinggal di Surabaya dong?"
"Aku bawa dong. Lagi digrooming tadi, Bunda seneng banget kaya dapet anak baru."
"Aku takut sama kucing."
"Oh ya?!" Juan membelalak tak percaya. Ia tidak tahu kalau kekasihnya tidak bisa berdekatan dengan kucing, padahal ia sengaja membawa Luna mudik untuk ia kenalkan dengan Clairy.
"Alergi gitu deh, tapi kucing doang. Kalau hewan lain anehnya enggak. Misal kelinci, aku suka sama kelinci."
Juan mengangguk mengerti. Ia kemudian menelepon ibunya agar jangan dulu membawa Luna pulang karena Clairy tidak bisa dengan bulu kucing.
"Gak usah segitunya kali. Kan bisa Luna dikandang aja, nanti aku yang gak deket-deket."
"Sama aja, Luna tetep membahayakan buat kamu. Noted, besok lagi kalau kamu mau ke rumah dan aku lagi di sini, Luna aku karantina dulu di hotel kucing."
"Apa sih, lebay banget deh."
Mobil Juan telah terparkir sempurna di halaman rumahnya. Tampak bunga anggrek milih Bunda tak lagi bermekaran, kini berganti dengan koleksi burung kicau milih Ayah yang ramai memenuhi teras rumah.
Clairy keluar dengan perasaan bahagia, sudah lama ia tak berkunjung. Disusul dengan Juan yang pegangannya diisi oleh paperbag bawaan Clairy.
"Masuk aja," kata Juan mempersilakan Clairy.
Melangkahkan kakinya masuk, Clairy celingukan mencari sosok tuan rumah yang belum juga terlihat.
"Nih, Bunda di dapur!" seru Juan yang sudah terlebih dahulu menemukan keberadaan ibunya.
Clairy kemudian berjalan menuju arah dapur. Aroma masakan tercium ketika ia sudah memasuki area kitchen island . Hal yang pertama ia lakukan adalah mencium punggung tangan Bunda.
"Tangan Bunda bau bawang loh,"
"Gak papa. Bunda sehat?" kata Clairy memeluk bundanya.
"Sehat dong... Kamu gak pernah main ke sini, mentang-mentang gak ada Juan."
Juan yang merasa namanya disebutkan menoleh, ia sedang menuangkan air ke dalam gelasnya.
"Besok kalau aku gak ada dan pingin main ke sini pakai ojek atau taksi online. Jangan bawa motor sendiri. Ja-uh! Bahaya."
Bunda dan Clairy saling bertukar pandang, kemudian mengedikkan bahu masing-masing setelah mendengar titah Juan yang sangat protektif.
"Bunda masak apa?" tanya Clairy.
"Sayang, dengerin gak?" protes Juan ketika ucapannya tak mendapat respon.
"Astaga iya aku denger." memang harus sabar menghadapi Juan.
Melanjutkan perbincangannya dengan Bunda, Clairy turut membantu mempersiapkan alat makan dan menatanya di atas meja makan.
Adik Juan belum pulang sekolah, sedangkan sang kepala keluarga berada di kantornya. Jadilah masakan yang dihidangkan hanya akan disantap oleh Bunda dan sepasang sejoli itu.
Setelah semuanya siap, baik Juan, Clairy, maupun Bunda duduk bersama melingkari meja.
Juan memberikan jatah piringnya pada Clairy, memberinya kode agar Clairy dapat mengisi piringnya dengan apa yang telah disediakan.
"Ck. Bocah banget sih," gumam Clairy tak habis pikir.
"Juan memang gitu, kalau gak ada kamu juga tiap makan harus Bunda yang siapin."
Clairy menggelengkan kepalanya, sedang tangannya sibuk menyendok nasi, dilanjut sayur dan lauk yang ada.
"Nih. Jangan minta disuapin, malu sama Bunda." kata Clairy meletakkan piring yang telah terisi di hadapan Juan.
Juan hanya tersenyum nyengir, rencananya berhasil terendus oleh lawan. Gagal deh.
"Kamu tahu kalau Juan hari ini pulang?" tanya bundanya.
"Enggak Bun, Juan tuh ngagetin tiba-tiba udah ada di—"
Belum selesai Clairy berbicara, tangannya sudah ditarik pelan oleh Juan. Ia menoleh, menaikkan kedua alisnya.
"Apa?" tanya Clairy.
"Sa-yang."
"Hah?"
"Gak boleh panggil nama."
Sumpah, melihat tingkah Juan yang seperti ini sesungguhnya sudah biasa. Tapi sekarang mereka sedang duduk di meja makan bersama Bunda. Wajah Clairy merah padam, menahan malu yang diciptakan oleh kekasihnya sendiri.
"Bundaaa, anaknya lebay bangett. Clairy takut," rengek Clairy mencoba meminta pertolongan.
Sang Bunda hanya tertawa melihat tingkah dua anak muda di hadapannya. Tidak Juan, tidak juga Clairy, keduanya sama-sama memberikan cerminan dirinya dan suami. Bucinmal. Budak Cinta Maksimal.
KAMU SEDANG MEMBACA
turn into a strangers. (END)
ChickLitApakah akan berbeda jika "kita" di antara aku dan kamu tidak pernah ada? Di sinilah aku, untuk mengingatkanmu tentang bagaimana kita menjadi orang asing. Would it really make a difference if we didn't exist? Here I am, to remind you how we turn into...