30

273 10 2
                                    

Pagi-pagi sekali lapangan utama SMA Matahari dipenuhi banyak siswa dan siswi yang penasaran karena para guru menghancurkan semua barang-barang milik Geng Laskar.

Markas tempat berkumpul Anak Laskar terbongkar dan semua barang-barang di rooftop dikeluarkan. Dikumpulkan jadi satu di lapangan untuk dibakar.

"Pak! Bu! Gak bisa gini dong! Ini namanya gak sopan! Seenaknya bakar barang-barang kita!" kesal Johan protes pada guru-guru yang membongkar markas Geng Laskar.

"Iya bener! Nggak begini caranya kalau emang mau bikin geng kita bubar!" sahut Setiawan menambahkan.

"Jangan ngebantah!!" tegas Bu Ani.

"Gimana nggak ngebantah, Ibu seenak jidatnya bakar barang milik saya! Ibu kira saya dan teman-teman saya membeli barang-barang itu pakai daun? asal Ibu tahu aja, kita pakai duit Erlangga Bu!" balas Setiawan.

"Bu, sebagai guru jangan seperti ini dong!!" sahut Deka mendekati Bu Ani.

"Diam kamu! Perkumpulan murid nakal seperti kalian memang harus dibubarkan paksa!!" tegas Bu Ani.

"BU!!" teriak Deka tak terima dengan ucapan Bu Ani tadi. "Kita-kita memang anak nakal yang merugikan sekolah! Tapi kita-kita masih punya etika, kita-kita selalu sopan ke para guru dan selalu ikut ujian juga! Kalau mau bubarkan kita, bukan begini Bu caranya!"

Deka tersenyum bangga setelah mengutarakan pendapatnya dengan lancar. Deka membuat Bu Ani dan guru-guru lainnya serta para murid yang sedang berada dilapangan terdiam mendengar ucapan Deka yang benar-benar mewakili perasaan anak-anak Laskar. 

"Tumben bener ngomongnya," bisik Johan ke Deka.

Deka berdecak mendengar bisikkan Johan. "Ck. Lagi jalan nih otak gue!"

"Bagus!"

"Laskar nggak akan bubar Bu! Walaupun kita semua nggak jadi murid disini lagi tapi Laskar akan tetap ada!" sahut Dino yang baru datang. Dino masih menggendong tasnya.

"Berisik kalian, protesnya nanti saja!" ujar Bu Ani lalu melanjutkan kembali aktifitasnya tadi.

Deka dan anak Laksar lainnya hanya bisa pasrah melihat barang-barang mereka di bakar. Percuma saja melawan atau marah karena guru-guru tidak akan mendengarkan suara mereka. 

Sedangkan di tempat lain, Erlangga sedang berdiri didepan ruang guru. Erlangga menunggu Pak Harto yang sedang menghubungi Alaska. Erlangga sangat yakin pasti Alaska yang menyuruh para guru untuk menggeledah markasnya. Erlangga meminta bantuan ke Pak Harto untuk menghubungi Alaska karena Alaska tidak mau mengangkat panggilan telepon dari Erlangga.

"Gimana Pak? Bisa nggak?" tanya Erlangga menghampiri Pak Harto.

Pak Harto menggeleng. "Gak bisa."

"Hah." Erlangga menghela napas berat. "Pusing saya Pak!"

"Bapak juga pusing, kamu sih bikin ulah terus! Bubarkan saja geng kamu itu biar SMA Matahari nggak jelek namanya."

"Nggak mau Pak! Capek-capek saya buatnya masa harus saya bubarkan gitu aja!" tolak Erlangga.

Pak Harto menghela napas. "Susah banget dibilangin!"

"Gini aja Pak, saya minta tolong ke Bapak buat hubungin terus Pak Alaska, bilangin ke beliau kalau saya mau bicara sama dia!" ujar Erlangga meminta bantuan ke Pak Harto.

Pak Harto mengangguk. "Iya, sana ke lapangan! Rapihin itu barang-barang kamu!"

Erlangga mengangguk lalu pergi ke arah lapangan. Erlangga menerobos orang-orang yang sedang berkumpul untuk menyaksikan sambil merekam aksi bakar-bakaran yang dilakukan para guru.

ERLANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang