38

224 9 0
                                    

Reyno menyenderkan kepalanya ke tembok sambil menoleh ke Teresa yang berdiri tepat disebelahnya. Reyno mengamati wajah Teresa, cantik dan sempurna. Tapi sayangnya sifat Teresa membuat kecantikannya tertutup rapat.

"Sampai kapan lo ngeliatin gue terus? Dasar cupu! Gak pernah lihat cewek cantik ya lo?" Teresa merasa risih karena Reyno sejak tadi memperhatikannya terus.

"Eh, ng-nggak kok!" balas Reyno tergagap.

Teresa tersenyum miring. "Nggak salah pasti!" Teresa menoleh ke Reyno. Teresa menatap mata Reyno dengan tatapan lekat dan dalam. "Lo jangan jatuh cinta ke gue!"

"Hah?" Reyno menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gue nggak suka kok!"

"Iya jangan! Karena gue nggak sudi sama lo!"

Reyno mengangguk saja daripada Teresa semakin menyangka yang tidak-tidak. "Tugas gue udah selesai, gue boleh pergi kan?" tanya Reyno.

Teresa melirik sekilas lalu mengangguk. "Iya, thank ya!"

"Hmm."

Reyno merapihkan kacamatanya lalu dia beranjak pergi meninggalkan Teresa. Teresa tetap berada di sana menunggu kedatangan Kiren. Teresa juga di temani teman-temannya yang sudah bersiap juga.

Beberapa saat kemudian, Kiren datang sendirian dengan wajah terkejut karena melihat Teresa dan teman-temannya.

"Wah, ada yang sudah datang!" sambut Teresa tersenyum lebar.

"Reynonya mana?" tanya Kiren menoleh ke sekitar mencari keberadaan Reyno.

Srekk

Tanpa ancang-ancang, Teresa langsung menarik rambut Kiren. Menariknya hingga Kiren menjerit kesakitan.

"LEPAS!!" teriak Kiren tak terima sambil menarik paksa tangan Teresa yang menarik rambutnya.

"Akh!" Teresa meringis sakit saat kuku Kiren mengores lengannya.

Teresa memberikan kode ke teman-temannya untuk menahan tubuh Kiren.

"Lepasin! Gue mau pergi!!" pekik Kiren memberontak.

Plakk

Teresa menampar pipi Kiren kencang. Suara tamparannya sangat keras hingga menggema ditelinga yang mendengarnya.

Kiren tak tahu bagaimana mendeskripsikan rasa sakitnya. Tamparan Teresa begitu memilukan. Tanpa Kiren sadari, sudut bibirnya terluka dan mengalirkan sedikit darah.

"Ah!" Teresa memundurkan tubuhnya melihat pipi Kiren memerah ditambah ada darah keluar dari sudut bibirnya juga.

Teresa juga merasakan sakit di telapak tangannya. Dia terlalu bersemangat menampar Kiren tadi.

"Lepasin dia!" perintah Teresa untuk melepaskan Kiren.

Kiren langsung terjatuh ke tanah setelah dua orang yang tadi memegangi tubuhnya melepaskan pegangannya. "L-lo ma-mau apa?" tanya Kiren terbata-bata.

"Gue benci lihat lo sama Erlangga!" jawab Teresa jujur.

Kiren menyentuh pipinya. "Artinya lo menyesal karena pernah menyia-nyiakan Erlangga dan sekarang Erlangga nggak ada dipihak lo lagi, bener begitu? Makanya lo benci ngelihat gue sama Erlangga!"

Srekk

Teresa menarik tangan Kiren hingga Kiren berdiri dari tempatnya. Teresa ingin sekali menampar Kiren lagi namun dia tahan mengingat tamparannya tadi berhasil membuat Kiren terluka. 

"Gak usah bahas penyesalan gue! Atau.."

"Atau apa?" tanya Kiren memotong ucapan Teresa. 

Kiren harus membela dirinya disaat-saat seperti ini. Itulah yang Erlangga ajarkan kepadanya. "Lo boleh maki-maki gue tapi jangan main fisik!" tegas Kiren mendorong tubuh Teresa. 

ERLANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang