37

233 9 1
                                    

Tanpa meminta izin pada wanita yang sedang duduk diluar ruangan, Erlangga masuk ke dalam untuk melihat kondisi Ayahnya. Alaska terbaring lemas di atas ranjang dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya. Dada Erlangga sesak melihat kondisi Alaska yang terkapar tak berdaya. Rasanya seperti melihat kondisi Ibunya saat pertama kali Ibunya mengalami Stress berlebihan. 

"Maaf, kamu siapa?" tanya Flo heran sambil mendekati Erlangga.

"Erlangga Bagas Pamungkas," jawab Erlangga menyebutkan nama lengkapnya.

Flo terdiam mendengar nama itu. Flo tidak mengenalnya tapi nama belakang anak itu adalah Pamungkas, nama belakang suaminya juga. 

Erlangga duduk di pinggir ranjang, tangannya menyentuh tangan Alaska lalu mengelus punggung tangan Alaska dengan lembut. Menyalurkan kesedihannya sambil berdoa agar Tuhan segera memerintahkan Alaska agar membuka mata. Erlangga tersenyum setelah selesai berdoa untuk kesembuhan Alaska. Hatinya sedikit merasa lega walau belum sepenuhnya lega.

"Anda harus bangun, Pak! Kalau anda tidur disini, nanti siapa yang akan menghukum saya di sekolah dan saya juga akan kesepian karena tidak ada lagi yang bisa saya ajak bertengkar. Saya lebih suka anda membuat hati saya terluka dalam keadaan sadar dibandingkan anda membuat hati saya terluka disaat anda tidak sadar seperti ini!" ujar Erlangga panjang lebar.

Erlangga menoleh ke Flo. Dapat Erlangga lihat wajah kebingungan Flo. "Oh iya Tante, saya Erlangga. Saya anak murid kesayangannya Pak Alaska, maaf ya Tante saya lancang main masuk aja saking khawatirnya sama Pak Alaska sih!" jelas Erlangga bohong.

Flo tersenyum kikuk. "Iya." 

Erlangga melepaskan tangan Alaska lalu berdiri dan pergi keluar ruangan dan lagi-lagi tanpa pamit dengan Flo. Erlangga menyenderkan tubuhnya di depan pintu kamar. Matanya tiba-tiba berair dan memanas. Erlangga sudah menahan sesak di dadanya sejak ia masuk dan melihat Alaska. 

"Anjing!" lirih Erlangga

Air mata yang ia tahan tadi akhirnya terjatuh juga bersamaan dengan isakan beserta rasa sesak. Erlangga yang tadi datang dengan rasa khawatir dan takut bersama harapan hanya bisa tertunduk di depan pintu kamar Alaska sambil menangis mengeluarkan kesedihannya.

Karena tak mau berlarut dalam kesedihan, Erlangga pergi menuju arah luar. Sejauh ini, ia terus bertahan dengan harapan akan mendapatkan kebahagiaan dan tujuan hidup. Tapi disaat dia ingin mulai bahagia, ada saja kesedihan yang datang hingga membuatnya kembali hancur.

"Hah!"

Erlangga menghela napas, ia saat ini berada di atas rooftop rumah sakit sambil mengisap rokok yang hampir habis. Erlangga sudah memberi tahu seluruh anggota Geng Laskar untuk tidak usah datang karena percuma.

"Lo denger doa-doa gue nggak sih? Mana kebahagiaan buat gue? Baru juga gue mau menata ulang kehidupan gue, ada aja masalah yang datang! Kenapa sih lo selalu kasih cobaan ke gue disaat gue mau nyoba hal baru? Oh! Lo nggak percay sama gue ya? Makanya lo ngasih ujian terus buat gue! Karena itu, lo hancurin keluarga gue! Ya kan?" tanya Erlangga bertanya pada Tuhannya. Erlangga menatap awan di langit biru yang membentang di atasnya.

Erlangga membuang sisa rokoknya lalu menginjaknya. "Sial! Kenapa harus Ayah gue?! Harusnya gue aja!" ujarnya sembari menginjak-injak bekas rokok yang ia hisap tadi.

Erlangga mengeluarkan rokok baru dari saku kantongnya lalu ia juga mengeluarkan korek untuk membakar ujung rokok kemudian Erlangga kembali menghisap rokok barunya.

"Gue mau Ayah gue sembuh dan kembali sehat! Kalau perlu penggantinya, gue rela kok! Serius. Gapapa gue yang koma asal jangan dia!"

Semua yang ia katakan sejak tadi adalah cara ia meminta kepada Tuhannya. Erlangga yakin Tuhannya pasti mendengarkan permintaannya, ia hanya perlu yakin dan menunggu doa-doanya terkabul.

ERLANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang