7

428 97 0
                                    

***

Meski hari itu acara mereka resmi dihentikan, namun keempatnya tidak bisa berhenti begitu saja. Masih ada banyak hal yang harus mereka urus sebelum tim benar-benar dibubarkan. Laporan ini dan itu, tetap harus mereka selesaikan. Selama beberapa hari mereka mengerjakannya. Sampai akhirnya Lisa mendapat kesempatan untuk menemui Choi Seunghyun. "Oppa, apa kau tidak bisa menerima Donghyun ke timmu?" tanya Lisa, di ruang editor Sutradara Choi.

"Bukankah Jiyong yang akan mengambilnya?" tanya Seunghyun dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Aku belum bicara dengannya," jawab Lisa. "Tapi rasanya salah kalau meminta Donghyun bekerja untuk Jiyong oppa sekarang. Selain karena khawatir mereka tidak akan akur, aku juga khawatir mereka akan terlalu akur. Rasanya aku tidak rela kalau Donghyun belajar banyak dari Jiyong oppa lalu jadi sepertinya," gumamnya, dengan suara yang amat pelan sampai Seunghyun perlu mendekat agar bisa mendengarnya.

"Kalau begitu kau bergabung harus juga dengan tim itu," jawab Seunghyun.

"Apa? Aku jadi asistennya Kwon Jiyong yang itu?! Tidak mau! Enak saja, kenapa aku harus jadi asistennya?" seru Lisa, menolak keras usulan itu.

"Lalu? Mengirimnya ke timku juga bukan solusi. Aku tidak bisa merekrut asisten lain. Aku sudah punya dua asisten," acuh Seunghyun. "Bicara lah pada Jiyong, mungkin dia mau menerima kalian berdua— itu pun kalau benar-benar khawatir Donghyun akan berubah seperti Jiyong, seperti seorang ibu yang takut anaknya salah pergaulan," santai Seunghyun yang sama sekali tidak membantu.

Ditengah obrolan itu, handphone Lisa berdering. Sebuah panggilan dari Direktur Dong yang meminta Lisa untuk menemuinya. Lepas menjawab panggilan itu, Lisa menghela nafasnya. Selama beberapa hari ini, gadis itu terus menghela nafasnya.

"Oh! Donghyun!" panggilnya, dalam perjalannya menuju ruangan sang direktur.

"Ya, noona?" tanya pria itu, yang baru saja menyelesaikan beberapa berkas, baru saja mencetaknya.

"Malam ini ajak semua orang untuk minum-minum, pesta perpisahan," jawab Lisa, yang kemudian memberikan kartu perusahaannya pada pria itu. "Beli lah banyak daging dengan ini," tambahnya kemudian. Donghyun belum merespon, pria itu masih kelihatan bingung. Ia tidak tahu bagaimana harus merespon atasannya yang kecewa sekarang. Senang karena diizinkan membeli daging atau justru sedih karena itu adalah pesta perpisahan untuk mereka dan semua tim lainnya, termasuk penata kamera, penata suara dan lainnya.

Untungnya Donghyun tidak perlu merespon. Beruntung karena handphone Lisa menginterupsi mereka. "Tidak perlu buru-buru menyelesaikan laporannya, aku duluan," kata Lisa, yang melanjutkan perjalannya ke ruang direktur sembari menerima telepon yang masuk ke handphonenya. "Halo? Jennie?" katanya pada orang di seberang telepon.

"Aku sudah dapat pakaian yang kau inginkan," kata Jennie, tanpa berbelit-belit. "Midi dress Celine yang kerahnya putih seperti foto kirimanmu," tambahnya.

"Sungguh? Syukurlah! Aku ingin membeli baju itu sendiri tapi tidak bisa, proses pengirimannya terlalu lama," senang Lisa. "Tentu saja, bantuan orang dalam benar-benar bekerja," katanya.

Jennie berdecak mendengarnya. Ia perlu menghubungi pihak Celine yang kemarin mengundang Park Bogum hanya untuk gaun itu. Hanya untuk Lisa yang memohon menginginkan pakaian itu. Padahal Lisa hampir tidak pernah memakai midi dress. "Jadi, kapan kau akan mengambil baju ini? Nanti malam aku tidak bisa pulang, ada syuting sampai pagi," tanya Jennie kemudian.

"Bisa kau mengirim gaunnya ke kantorku sekarang? Kurir kilat," pinta Lisa dan lagi-lagi Jennie berdecak, mengeluh dengan bilang kalau Lisa benar-benar merepotkan. Meski begitu Jennie bersedia direpotkan. Ia akan mengirimkan gaun itu sebelum pergi ke lokasi syuting nanti, setelah sarapannya yang terlambat selesai. Gaun itu di kirim ke kantor Jennie dan masih berada di sana sekarang.

Traffic Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang