21

420 84 14
                                    

***

Mereka melangkah bersama. Berdampingan dengan tangan yang sama-sama disimpan ke dalam saku. Mereka menuju ke sebuah halte bus, hendak pergi ke dokter hewan tempat Jiyong menitipkan kucingnya selama beberapa hari terakhir. "Padahal kita bisa naik taksi," komentar Jiyong.

"Canggung," singkat gadis itu.

Jiyong kemudian berdecak, sedikit terkekeh sebab ini kali pertama Lisa menunjukkan sikap itu di depannya. Meski awalnya saling menghindar satu sama lain, namun setelah lama bekerja ditempat yang sama, mereka mulai melupakan perasaan itu. Rasa canggung ketika ingat kalau mereka pernah berbagi kasih, pernah tinggal bersama untuk beberapa minggu, pernah saling mencintai.

Tiba di halte, Jiyong memilih untuk duduk. Sedang Lisa berdiri satu langkah di depan pria itu. Lisa berdiri di tepian jalan, melihat-lihat bus apa yang pertama datang. Keduanya tidak bicara, keduanya membisu, memperhatikan suasana disekitar mereka saat itu. "Duduklah, kau menghalangi pemandanganku," komentar Jiyong namun Lisa tidak mengindahkannya. Gadis itu hanya menggeser langkahnya, sedikit. "Hhh... Tidak membantu," cibir pria itu kemudian, membuat Lisa berbalik, menatapnya dengan mata sinis menyipit. "Apa? Duduk," ulang Jiyong namun sekali lagi, ia diabaikan.

Handphone Lisa kemudian berdering. Panggilan dari Donghyun dan disaat yang sama, handphone Jiyong pun berdering. "Hanbin?" tanya Lisa dan Jiyong mengangguk. Masih menatap layar handphonenya, mengira-ngira apa yang akan ia dengar nanti.

"Kabar buruk apa lagi ini," keluh Lisa, yang akhirnya duduk di sebelah Jiyong, menjawab panggilan Donghyun sedang Jiyong bangkit, berjalan menjauh untuk menjawab panggilan Hanbin.

Lewat panggilan itu keduanya diberitahu kalau ada seorang penyanyi terkenal yang mendaftar ke acara mereka. Mendaftar sebagai seorang peserta. Lisa memperhatikan Jiyong sembari bertelepon, melihat wajah datar dan anggukan kecil pria itu ketika menelepon. "Untuk sementara, kau ikuti saja arahan Sutradara Kwon. Detailnya nanti, akan aku bicarakan dulu dengannya," kata Lisa menanggapi masalah itu.

Jiyong mematikan panggilan itu setelahnya, sebab bus yang mereka tunggu akhirnya datang. Sementara Lisa buru-buru mematikan panggilannya, mengakhiri pembicaraan itu dan berlari masuk ke dalam bus, Jiyong sudah lebih dulu melangkah dengan santai. Ia pun sudah membayar ongkos bus mereka, membuat Lisa bisa langsung duduk di sebelah pria itu, di bangku paling belakang.

"Sudah lama tidak naik bus," kata Jiyong setelah bus mereka kembali melaju di jalanan ramai.

"Kapan oppa terakhir kali naik bus?"

"Di militer? Bus tentara?" jawabnya, tidak sangat yakin. Ia pun lupa kapan terakhir kalinya ia naik bus.

"Ah..." angguk Lisa. "Soal telepon tadi, bagaimana?" tanyanya kemudian. "Oppa akan membiarkannya tetap ikut acara ini?"

"Tentu saja."

"Tapi dia sudah dua puluh sembilan."

"Lalu? Dia masih jadi mahasiswa kan?"

"Memang iya, tapi bukankah itu tidak adil? Dia sudah berpengalaman. Dia sudah lama bermusik, dia sudah jauh terkenal-"

"Bukankah itu tidak adil? Karena tidak ada aturan mereka yang berpengalaman tidak boleh mendaftar." Jiyong menyela, memotong pendapat Lisa dan langsung mematahkannya. Satu-satunya syarat untuk mendaftar dalam kompetisi itu hanyalah— masih kuliah dan bisa menunjukan buktinya. Bahkan waktu penyelenggaraan acaranya sudah disesuaikan dengan jadwal sebagian besar kampus di sana. Jadi, pendapat Lisa barusan bisa dengan mudah Jiyong patahkan. Meski kelihatannya Lisa belum ingin menyerah. Bagaimana pun IU sudah terlalu terkenal untuk jadi saingan para rapper kampus itu. Dalam beberapa aspek, IU bahkan cukup layak dijadikan juri dalam acara itu.

Traffic Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang