***
Rasanya Jiyong tersihir oleh cibiran Jennie tadi pagi. "Kalau Lisa terlanjur sakit hati karena ucapanmu, apa yang akan kau lakukan? Kalau kau terus bersikap begitu, dia akan meninggalkanmu," kata-kata yang Jennie ucapkan, merasuk ke kepalanya. Mrmbuat Jiyong jadi khawatir ia akan kehilangan pelukannya, obat penawar dari dadanya yang sesak.
Rasa khawatir membuat pria itu lantas berlari masuk ke dalam gedung. Ia yang sebelumnya akan pergi makan siang, berlari meninggalkan mobilnya, kembali masuk ke dalam stasiun TV dan mengejar Lisa yang sudah lebih dulu masuk ke dalam lift. Dengan resah ia menunggu pintu liftnya terbuka, memang tidak cukup khawatir sampai ia rela berlari menaiki tangga darurat namun kecepatannya sekarang berhasil menyusul Lisa sampai ke ruang kerjanya.
Lisa baru saja masuk, baru saja duduk di kursinya ketika pintu tiba-tiba di buka dan Jiyong menghampirinya. "Maaf," katanya begitu sampai. "Maafkan aku," ulangnya. "Maaf, mana hadiahnya? Tunjukan hadiahnya padaku," pintanya, sebab beberapa menit yang lalu, Lisa sebal karena Jiyong mengabaikan ucapannya. Lisa kesal karena Jiyong tidak peduli pada hadiah yang ia pamerkan.
"Apa? Kenapa? Ada apa denganmu?" bingung Lisa, karena Jiyong kelihatan menyesal hanya karena rasa kesalnya yang remeh beberapa menit lalu.
"Hadiah yang kau terima tadi, aku ingin melihatnya," kata Jiyong, seolah tidak tahu kalau ada Donghyun, Sandara juga Jisoo di sana.
"Lisa dapat hadiah? Ah tas itu? Dari siapa?" Sandara ikut bertanya, ia ingin menunjukan eksistensinya pada Jiyong. Hei, sadar lah, ada orang lain di sini, bukan hanya kalian berdua yang ada di dalam ruangan ini— Sandara ingin berkata begitu lewat komentarnya.
Sekali lagi Lisa memamerkan tas barunya. Kali ini bukan karena ia ingin pamer. Semua orang di sana sudah tahu kalau ia baru saja diberi hadiah, jadi sekalian saja ia tunjukan tas barunya itu pada mereka. Semua itu karena Jiyong yang tiba-tiba masuk dan menanyakannya. Padahal, Lisa hanya ingin memberitahu Jiyong karena ia mendapatkan tas itu dari ayahnya.
"Seorang teman memberiku tas ini tadi, cantik kan?" katanya, sedikit canggung karena harus menyebut ayah Jiyong sebagai temannya.
Meski tidak terlalu berlebihan, Jiyong memuji tas itu. Lantas ia pergi setelah Lisa tersenyum. Seperginya Jiyong, Lisa bangkit lagi dari duduknya. Ia berlari kecil ke pintu ruangan mereka, memastikan Jiyong sudah pergi dari sana. "Ada apa dengannya? Aku jadi takut," kata Lisa, bicara pada rekan-rekannya.
"Kenapa dia minta maaf karena ingin melihat tas barumu?" Jisoo pun bertanya, heran dengan sikap Jiyong barusan. Namun sama seperti Lisa, tidak seorang pun bisa menebak apa yang terjadi pada Jiyong.
"Mungkin dia cemburu? Karena noona dapat hadiah dari pria lain?" tebak Donghyun namun Lisa yakin bukan itu jawabannya. Jiyong tahu kalau tas itu pemberian ayahnya, bukan pria lain.
"Mungkin dia jadi benar-benar menyukaimu? Setelah kalian berpura-pura berkencan karena BIBI selama hampir dua bulan?" tebak Sandara namun Lisa tetap mengerutkan dahinya, tetap tidak merasa Jiyong akan berfikir begitu.
"Dia masih membentakku kemarin," kata Lisa, menolak gagasan Sandara. "Katanya aku mengganggu pekerjaannya, katanya seleraku jelek, katanya aku tidak boleh masuk ruang editor," tuturnya, mengingatkan kembali pertengkaran mereka kemarin, di dalam ruang editor.
"Lalu kenapa dia begitu?" Sandara balas bertanya, dan tentu saja Lisa hanya bisa menaikan bahunya. Ia pun tidak memahami apa yang Jiyong pikirkan sekarang.
"Augh! Sudahlah," acuh Lisa kemudian. Ia kembali duduk di kursinya, lantas menyimpan tas barunya di bawah meja. "Kalau ada yang datang membawakanku sepatu dan baju baru, aku siap pergi ke kelab dan mencari pacar di sana malam ini," candanya kemudian, membuat rekan-rekannya terkekeh.
Hari itu Lisa menyelesaikan pekerjaannya di jam pulang kerja. Ia dilarang masuk ke ruang editor, tidak perlu mengedit juga tidak perlu pergi syuting. Lisa langsung bisa pulang begitu jam kerjanya selesai. Bersama rekan-rekannya, gadis itu meninggalkan ruang kerjanya. Melangkah berempat di lorong, menuju ke dalam lift yang kebetulan terbuka. Beberapa orang lain pun sama seperti mereka, pulang tepat waktu.
"Aku keluar di lobby," kata Lisa, memberi tahu Donghyun untuk menekan lantai lobby di tombol liftnya.
"Kau tidak menyetir sendiri hari ini?" tanya Sandara dan Lisa menganggukan kepalanya. Lisa bilang padanya, kalau tadi pagi ia datang dengan bus dan sekarang akan pulang naik bus juga.
Lepas berpamitan, gadis itu melangkah melewati lobby, keluar melalui pintu utama kemudian menghentikan langkahnya karena melihat seorang yang familiar. Jiyong tengah merokok sembari menelepon seseorang di luar gedung itu, bersama Sutradara Choi juga Direktur Dong. Mereka bertiga berdiri beberapa langkah dari mesin kopi, berdiri di dekat tempat sampah dengan pasir di atasnya, tempat untuk orang-orang membuang rokok mereka. Mereka pasti sedang beristirahat sebelum memulai kerja lembur masing-masing.
Karena sudah terlanjur melihat rekan-rekannya, Lisa menghampiri mereka. Menyapa mereka yang tengah merokok. Sutradara Choi juga Direktur Dong balas menyapanya, sedang Jiyong hanya menggerakan tangannya. Ia masih sibuk dengan panggilannya.
"Sudah berapa jauh proses editingnya?" tanya Direktur Dong, setelah Lisa bergabung dalam lingkar obrolan kecil itu.
"Entahlah," Lisa mengangkat bahunya. "Aku tidak diizinkan ikut campur di proses editingnya. Aku justru disuruh membuat laporannya," kata gadis itu, menyindir Jiyong yang masih menelepon. Sebenarnya Lisa tidak keberatan dengan pembagian tugas itu. Ia hanya sedikit was-was kalau tidak diizinkan melihat proses editing yang Jiyong lakukan. Ia khawatir Jiyong akan membuat acara mereka terlihat sangat problematik di layar kaca nanti. Ia belum siap dibenci orang-orang, ia belum siap jadi seperti Jiyong.
"Aku mendengar kalian bertengkar kemarin," kata Seunghyun dan Lisa langsung menganggukan kepalanya. Mengatakan kalau awalnya mereka berdebat karena peserta yang tereliminasi. IU tereliminasi dalam babak diss battle, lantas menangis setelah babak itu. Jiyong ingin menayangkan rekaman wanita itu menangis, namun Lisa melarangnya. Tangisan IU selepas diss battle sudah pasti akan membuat keributan. Mereka belum tentu bisa mengatasinya. Namun Lisa kalah dalam debat itu dan Jiyong bersikeras menayangkan rekamannya.
"Kapan kami tidak bertengkar? Coba lah bekerja dengannya, kau pasti akan bertengkar dengannya setiap hari," santai Lisa, bersamaan dengan kembalinya Jiyong dalam lingkaran kecil itu. Bertanya tentang apa yang sedang mereka bicarakan.
Lisa yang memang hanya ingin menyapa, lantas berpamitan ketika Jiyong datang. Ia katakan kalau dirinya akan pulang tepat waktu hari ini. Direktur Dong juga Sutradara Choi tidak keberatan. Tidak ada juga hal penting yang perlu mereka bicarakan. Namun kepergian itu mengganggu Jiyong. Membuatnya merasa seolah tengah dihindari. Membuatnya kembali mengingat ucapan Jennie yang terasa bagai kutukan.
Selepas melambai, gadis itu melangkah menuju halte. Direktur Dong pun sudah menghabiskan sebatang rokoknya. Ia berencana untuk kembali ke ruang kerjanya. Sedang Jiyong yang baru menyulut rokoknya, mendadak resah. Bertanya-tanya kenapa Lisa pergi tepat setelah ia datang. Penasaran kenapa Lisa menghindarinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Traffic Light
FanfictionAku sudah menentukan tujuanku, tetapi sesuatu menghentikanku, padahal jalanku masih panjang. Di atas jalan yang terlihat seperti piano, ada banyak benda bundar, bergerak dan berhenti mengikuti rambu, tapi mereka bukan urusanku. Jeda tiga detik di an...