***
Lisa tidak bisa menahannya. Biasanya ia bisa menahan emosinya sampai jam pulang kerja. Sampai ia tiba di rumah dan bisa menelepon seseorang, entah Jennie atau ibunya. Namun hari ini, begitu keluar dari ruang Direktur Dong, gadis itu melangkah ke ruang editornya kemudian menelepon Jennie di sana.
"Augh! Aku kesal sekali!" marah Lisa, begitu panggilannya di jawab.
"Kenapa tiba-tiba?" balas Jennie. "Aku sedang menyetir sekarang, pelan-pelan kalau ingin bercerita," katanya.
"Kwon Jiyong benar-benar berengsek!" maki Lisa. "Dia menemui Direkrut Dong setelah dapat masalah karena editan sialannya itu, dan kau tahu apa yang dikatakannya? Berikan saja acaraku pada Lisa, aku tidak keberatan, lagi pula acaranya kemarin gagal dan dia tidak mengerjakan apapun sekarang, aku akan fokus saja pada Campus Rapper— begitu katanya pada Direktur! Benar-benar berengsek!"
"Wah..." Jennie berseru dengan mulut yang membulat sempurna. "Angkuh sekali, meskipun sebenarnya maksudnya baik... Maksudku, kau mengkhawatirkan staff-staffmu, bukan begitu? Kalau kalian mengerjakan acaranya, staff-staffmu tidak akan kehilangan pekerjaan, iya kan?"
"Untuk apa maksud yang baik kalau dia menyampaikannya dengan sangat kasar begitu?! Dia pikir dia keren?! Bajingan! Dia kira aku akan berterima kasih padanya?! Sampai mati pun aku tidak akan melakukannya!" cerita Lisa, masih kesal, masih menggebu-gebu.
"Lalu, bagaimana reaksinya? Saat kau menolak kebaikan yang dia anggap keren itu?"
"Dia marah."
"Dia marah karena kau menolak bantuannya?"
"Tidak," geleng Lisa meski Jennie tidak bisa melihatnya. "Sebelum menemui Direktur Dong, aku bicara dengan Sutradara Choi. Katanya, Direktur Dong sedang mencari solusi untuk menjinakkan si berengsek Kwon Jiyong itu. Dia sedang berencana untuk memperkerjakan seseorang sebagai pengawasnya. Kalau atasan yang jadi sutradara pendamping, rasanya tidak pantas. Tapi kalau bawahan yang diminta untuk mengawasi Kwon sialan itu, pasti sia-sia. Asisten mana yang berani menegur bajingan itu? Karena itu, Direktur Dong berfikir, bagaimana kalau aku yang mengawasinya? Bagaimana kalau kami bekerja bersama, setidaknya aku bisa mengedit ulang hasil editannya yang keji itu. Tapi, tanpa tahu rencana itu, Kwon bajingan itu menemui Direktur Dong dan bilang ingin memberikan acaranya padaku."
"Lalu?"
"Aku bilang aku akan mengerjakan Campus Rapper bersamanya, aku akan mengawasinya," jawab Lisa. "Aku tidak ingin kesal sendirian. Meskipun dua-duanya menyebalkan, tapi di Campus Rapper aku tidak akan kesal sendirian. Akan aku buat dia kesal juga- oh? Kau sudah mengirim bajunya?" tanya Lisa, sebab Donghyun menginterupsi ocehan Lisa dengan mengetuk pintu dan mengatakan kalau ada kurir yang harus Lisa temui di lobby. Kurir itu sudah mencoba menelepon Lisa namun panggilannya ditolak karena Lisa sedang menelepon orang lain.
"Ya, tadi aku meminta asistenku mengirimkannya ke tempatmu. Mungkin sekarang sudah sampai," jawab Jennie dan panggilan itu pun berakhir dengan janji Lisa akan menceritakan lebih banyak lagi saat mereka bertemu di rumah besok.
Kini Lisa sampai di lobby, menemui kurir dengan tas belanja bertuliskan Celine. Ia tanda tangani tanda terimanya, lantas membawa tas belanja itu pergi. Dilangkahkan kakinya ke cafe di lobby itu, memesan segelas kopi dingin dengan banyak es batu lalu duduk di salah satu kursinya. Ia ingin memberikan pakaian ini pada Jiyong, namun perasaan kesal membuatnya tidak ingin menemui pria itu. Ia luar biasa marah, sampai menguyah es batu tidak terasa apa-apa baginya.
Lalu, dari kejauhan di lihatnya Kwon Jiyong melangkah mendekat. Bersamaan dengan itu Donghyun mengiriminya pesan, mengatakan kalau Sutradara Kwon mencarinya. Lisa tidak membalas pesan itu. Ia biarkan Jiyong menghampirinya di cafe tanpa dinding itu. Pria itu lantas duduk di depan Lisa, tanpa permisi. Keduanya sama-sama tahu kalau mereka harus bicara sekarang.
"Batalkan rencanamu- apa ini? Kau pikir aku akan senang hanya karena ini?" ketus pria itu, dengan suara normalnya tanpa meninggikan nadanya. Ia tanyakan maksud dari bingkisan Celine yang Lisa sodorkan padanya.
"Kenapa oppa pikir aku memberikan ini untuk membuatmu senang? Aku juga kesal," katanya, dengan nada bicara yang sama. "Itu pakaian untuk menggantikan pakaian waktu itu. Kau tidak bisa memberikan pakaian bekas untuk hadiah," susulnya, tetap ketus sebab terlampau kesal.
Jiyong tidak berterima kasih. Ia sisihkan tas belanja itu ke kursi di sebelahnya lantas menatap Lisa lekat-lekat. Ia ingin Lisa menarik kembali usulannya tadi. Ia tidak ingin bekerja dengan Lisa di Campus Rapper. Lisa boleh mengambil acaranya atau tidak sama sekali, namun bekerja sama di Campus Rapper, Jiyong tidak menyetujuinya.
"Aku hanya sutradara dengan acara gagal yang menyedihkan," kata Lisa, bermaksud untuk menyindir Jiyong dan anggapannya tadi. "Aku tidak punya kuasa untuk membantah Direktur Dong," susulnya. "Sepertinya, oppa yang selalu dapat rating tinggi pun tidak punya kuasa itu," tambahnya, membuat Jiyong harus menghela nafasnya keras-keras untuk panas dalam dirinya, mengontrol emosinya.
"Kau benar-benar akan melakukan ini?" Jiyong terdengar mengancam, namun Lisa sudah terlanjur kesal untuk bisa merasa takut dengan ancaman itu.
"Iya," Lisa berusaha keras untuk terlihat santai sekarang. "Apapun yang terjadi, aku akan mengerjakan Campus Rapper sampai selesai. Kalau oppa tidak mau bekerja denganku, oppa bisa mengundurkan diri," katanya kemudian, seolah dirinya benar-benar ingin merebut acara itu dari pemiliknya. Campus Rapper adalah acara pertama Jiyong di sana, pria itu tidak akan dengan mudah merelakannya begitu saja. "Oppa sangat kesal? Karena itu, kenapa kau selalu membuat orang lain marah? Sekarang semuanya berbalik padamu," cibir Lisa sembari menyesap es kopinya yang sudah banyak mencair.
Pria di depannya tidak lagi bisa menyembunyikan emosinya. Wajahnya merah padam, ia jelas sangat marah sekarang. "Kenapa kau melakukan ini?" heran Jiyong, penasaran kenapa Lisa bersikeras untuk membuatnya marah.
"Bagaimana denganmu? Kenapa oppa melakukannya?" Lisa balas bertanya, mengingatkan Jiyong kalau semua ini terjadi karena ulahnya sendiri. "Lakukan saja seperti profesional. Lagi pula oppa memang berniat membantuku," kata Lisa pada akhirnya, sebab ia tidak tahan melihat Jiyong berjuang keras hanya untuk menahan emosinya.
"Membantumu bukan berarti aku sudi membiarkanmu merebut acaraku," kesal Jiyong, masih sangat ketus.
"Kalau begitu bekerja samalah, jangan mengeluh seperti anak kecil," cibir Lisa yang akhirnya bangkit, melarikan dari Jiyong sebelum pria itu meledakan emosinya. Karena sudah lama mengenalnya, Lisa tahu dirinya tidak akan mampu menghadapi ledakan emosi itu. Ia harus kabur sebelum terlambat. Dan benar saja, baru beberapa meter Lisa menjauh, suara kursi kayu yang jatuh mengejutkan orang-orang di lobby itu. Dari bawah meja, Jiyong menendang kursi yang tadi Lisa duduki. Pria itu baru beranjak berdiri setelah melihat kursi di depannya terguling ke lantai. Ia bawa bingkisan Celine yang Lisa berikan, lantas melangkah meninggalkan lobby. Ketika berjalan hendak meninggalkan gedung lewat pintu utama, Jiyong menabrak bahu Lisa. Tidak seberapa keras namun jelas menunjukan seberapa kekanakannya pria itu.
"Oh?!" seru Lisa, yang terkejut karena bahunya di tabrak oleh pria yang bahkan tidak menuju ke lift sepertinya. Jiyong sengaja menabrak bahu Lisa kemudian berbelok dan keluar lewat pintu utama.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Traffic Light
FanfictionAku sudah menentukan tujuanku, tetapi sesuatu menghentikanku, padahal jalanku masih panjang. Di atas jalan yang terlihat seperti piano, ada banyak benda bundar, bergerak dan berhenti mengikuti rambu, tapi mereka bukan urusanku. Jeda tiga detik di an...