18

405 79 29
                                    

***

Untuk beberapa menit, semuanya terasa tenang. Mereka memang belum menemukan solusi atas kesalahan anak-anak magang itu, namun meeting darurat sudah dijadwalkan satu jam lagi, setelah jam makan siang. Alih-alih makan siang, Lisa pergi ke sebuah studio kosong di basement. Studio lama yang dulu mereka gunakan untuk siaran berita. Studio yang sudah bertahun-tahun kosong.

"Berengsek! Bajingan! Anak-anak sialan! Augh!" gadis itu memaki, lantas berteriak dengan sangat keras di sana. Semua masalahnya, sakit hatinya, dan yang pasti emosinya, ia luapkan segalanya di dalam ruang kosong yang katanya berhantu itu. Segalanya tidak terbendung lagi sekarang. Seperti setumpuk bahan peledak yang diberi sebuah percikan kecil, emosi Lisa meledak di sana.

Ia tidak boleh terlihat marah, karena Jiyong sudah lebih dulu marah. Kalau mereka berdua sama-sama marah, suasana di tim mereka akan jadi kacau balau. Acara yang harus mereka rekam tanggal 14 nanti, bisa jadi semakin kacau kalau ia sama marahnya dengan Jiyong. Lima belas menit Lisa berada di sana, berteriak seperti seorang yang kerasukan. Setelahnya, ia poles lagi wajahnya dengan riasan favoritnya, baru kemudian dilangkahkan lagi kakinya ke ruangannya.

Di lift, gadis itu berpapasan dengan Jiyong yang masuk dari lobby. Pria itu masuk ke dalam lift setelah membeli segelas es batu. "Kau baru menangis?" tanya Jiyong, setelah ia berdiri di sebelah Lisa, di dalam lift itu. Pria itu bertanya, sebab dilihatnya mata Lisa yang lembab dan merah.

"Hm..." Lisa mengangguk. "Setelah sekian lama," katanya dengan sangat datar.

"Kau mau es?" tanya lawan bicaranya, sembari menyodorkan gelas es batu yang ia bawa.

"Tidak," geleng gadis itu.

"Kau sudah menghukum anak-anak itu?" Jiyong bertanya dan Lisa menganggukan kepalanya, mengatakan kalau ia memberi anak-anak itu nilai E untuk kesalahan pertama mereka. "Gila!" Jiyong berseru, terlihat luar biasa terkejut sampai beberapa orang yang ada di sekitar mereka, menoleh menatap mereka. "Apa yang kau pikirkan sebenarnya?! Kalau dapat E mereka harus mengulang magang!" heran Jiyong. Ia kemudian melangkah lebih dulu, keluar dari lift di lantai tujuan mereka.

"Aku tahu-"

"Kau tahu tapi tetap memberi E pada mereka?! Whoa! Gila! Kau sudah gila Lalisa!" omel Jiyong. "Kau ingin melihat mereka lebih lama di sini?! Aku tidak! Aku tidak mau mereka mengulang magang dan berada disini lebih lama!" katanya dan kali ini Lisa mengukir senyumnya. Seringai kecil yang seolah tengah mengatakan— tentu saja, Kwon Jiyong harus begini— jelas aneh kalo pria itu mengkhawatirkan nilai orang lain.

"Akan lebih baik kalau oppa membujuk atasan untuk berhenti menerima anak magang," kata Lisa, yang selanjutnya menepuk bahu Jiyong kemudian melangkah masuk ke ruangannya. Duduk di mejanya sembari mengecek ulang isi handphonenya, pesan-pesan dan semua berkas yang dikirimkan ke sana.

Baru lima menit gadis itu duduk di mejanya, Jiyong sudah kembali muncul di pintu. Tanpa mengetuk pria itu berkata, "Direktur Dong ingin menemuimu, perkara anak magang," katanya, lagi-lagi membuat Lisa mengerutkan dahinya. Direktur jelas akan menghubunginya kalau ia ingin menemui Lisa. Tidak mungkin Direktur Dong meminta Jiyong menyampaikan pesan itu. "Wah... Dia benar-benar membuatku mengerjakan segalanya," komentar Lisa yang pada akhirnya tetap pergi menemui sang direktur.

Singkat cerita, Ahn Yujin dan teman-temannya bisa magang di sana karena Na Youngseok. Ayah dari Ahn Yujin berteman dengan sutradara acara ragam itu, maka ia meminta bantuan Na Youngseok agar putrinya, juga teman-temannya bisa magang di sana. Hari ini, Ahn Yujin beserta teman-temannya memberitahu apa yang terjadi pada ayahnya. Membuat sang ayah sedikit marah lantas menghubungi Na Youngseok. Hingga pada akhirnya Lisa diminta menjelaskan situasi versinya kepada Direktur Dong juga Sutradara Na.

"Tsk... Apa mengunggah sesuatu seperlu itu?" komentar Na Youngseok, di telepon, setelah mendengar cerita Lisa. "Baiklah, akan aku bicarakan dengan temanku. Hari Senin nanti, mereka akan kembali ke sana atau tidak, aku tidak tahu," susulnya, yang terdengar ke seluruh ruangan. Jelas Sutradara Na tahu, seburuk apa masalah yang terjadi karena unggahan-unggahan sepele itu.

Sedang Lisa sibuk bersama Direktur Dong, mencarikan solusi untuk anak-anak magang yang menurut mereka tidak mungkin dipertemukan dengan Jiyong lagi, di tempat lain Jiyong sedang mencari solusi untuk syuting mereka beberapa hari lagi. Hari ini mereka terpaksa lembur, sebab harus menghubungi banyak pihak tentang kebocoran detail syuting itu. Sandara dan penulis lainnya harus menenangkan para bintang yang bekerja dengan mereka, sedang para asisten harus melakukan sesuatu agar syuting yang mereka siapkan bisa berjalan lancar sebagai mana seharusnya. 

Lepas seharian bekerja, Jiyong menyuruh semua orang beristirahat besok. Ada dua hari libur, mereka harus benar-benar beristirahat sebab di hari syuting nanti, kekacauan pasti akan terjadi. Orang-orang yang sudah tahu tanggal syutingnya, pasti akan berkerumunan di lokasi itu. Meski sudah berusaha mencari banyak petugas keamanan tambahan, hal-hal tidak terduga mungkin saja akan terjadi.

Pukul dua dini hari, akhirnya mereka bisa pulang. "Ini lebih melelahkan dibanding biasanya," komentar Lisa, yang sekarang bertanggung jawab langsung atas anak-anak magang itu. Jiyong tidak ingin berurusan dengan mereka, sedang ia tidak mempercayai para asistennya untuk mengurusi mereka. "Aku sampai lupa kalau aku sedang patah hati," susulnya, di dalam lift dengan Jiyong juga Sandara yang harus pergi ke basement, tempat mobil mereka di parkir.

"Kau sedang patah hati?" tanya Sandara, sedang Jiyong hanya diam, menunggu lift mereka sampai ke basement.

"Hm... Pria yang aku sukai selama bertahun-tahun, hampir tujuh tahun, sepertinya tidak menyukaiku," angguk Lisa, tetap bersandar pada dinding lift, tidak lagi kuat berdiri. "Kira-kira apa yang harus anak magang itu lakukan hari Senin nanti kalau mereka tidak boleh ke kantor?" tanya Lisa kemudian, sedang Sandara hanya bisa menunjukan rasa prihatinnya dengan mengusap-usap bahu Lisa.

"Mereka belum tentu akan datang," gumam Jiyong. "Kau memberi mereka nilai E, mereka pasti sakit hati, menangis seharian dan membencimu," katanya, memperburuk suasana.

"Aku tidak peduli mereka membenciku atau tidak," balas Lisa. "Tapi sebagai orang dewasa, aku tidak boleh lepas tangan begitu saja, kan? Iya kan eonni? Aku harus jadi senior yang bisa-"

"Sebelum mengurus orang lain, kau harus mengurus dirimu sendiri nona," potong Jiyong, yang melangkah lebih dulu meninggalkan lift dan berjalan ke tempat parkir. "Oh! Soal besok, jam berapa aku harus datang?" susulnya, berbalik untuk menatap Lisa namun gadis yang ia lihat justru berdecak, mengatakan kalau Jiyong bisa datang jam berapapun dia mau. Lisa akan tinggal di rumah seharian nanti.

***
Sebenernya mau aku upload nanti malam, tapi aku pengen pamer wkwkwk sekali beli langsung dapet Lisa 🤣🤣 sayangnya, ekspetasi aku sama rasa oreonya ketinggian... Rasanya kaya oreo coklat biasa...kirain rasa sakura wkwkwk
Kalian dapet apa??

kirain rasa sakura wkwkwkKalian dapet apa??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Traffic Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang