55-Determination

1.4K 176 2
                                    

Lorong yang sangat panjang, berbelit-belit dengan belokan membingungkan setiap orang yang baru pertama kali datang. Begitu pula dengan seorang gadis saat ini memperhatikan setiap jalan yang dilewati,takut jika saja ada sebuah kesalahan dalam mengambil langkah. Seingatnya raja Garvin memberitahu jalan sebelah kiri dengan terus lurus. Namun, pada saat melangkah keluar dari ruangan. Ia sudah kebingungan dengan tampilan beberapa pintu yang sama setiap kali dilihat.

Rusy Amelie tampak kecewa karena sudah kewalahan mencari tempat tujuan, tubuhnya sengaja bersandar pada dinding dengan tatapan kosong memperhatikan sekeliling. Sayup-sayup suara berbincang seseorang berasal dari salah satu pintu membuat kakinya berjalan kearahnya.

Pintu terbuka. Gadis itu terdiam menampilkan raut wajah datar kesemua orang yang turut menatap dirinya.

Dalam ruangan berukuran begitu besar nanmenarik mata, beberapa dekorasi yang mencolok dilangit-langit, yaitu kristal bertingkat dengan lilin disusun sedemikian rupa menyerupai sebuah piramida menabjukan. Dapat diketahui dengan pasti bahwa pemilik kediaman  seorang bangsawan terpandang.
Dua buah patung yang dipahat sempurna terdapat pada samping bagian ruangan, berwarna keemasan, lengkap air mancur yang menimbulkan suara gemercik air menemani keheningan. Sebuah meja bundar beserta kursi disetiap sisinya. Beberapa orang yang sudah berkumpul disana, duduk tenang. Sebagian lagi berbincang satu antarlain. Seketika berhenti disaat sesosok gadis masuk kedalam ruangan tersebut.

"Yang mulia! Akhirnya anda sudah bangun!" Seorang wanita tampak bersemangat menghampiri Rusy Amelie didepan sana. Memakai gaun panjang menjuntai, sapu tangan merah muda sengaja berada dalam genggaman eratnya.

'Nyonya Winnie? ' batin gadis tersebut.

Nyonya Winnie menuntun Rusy Amelie menuju salah satu kursi, mempersilahkannya untuk duduk diantara semua orang yang takberhenti menatap sejak tadi.

"Salam Yang mulia," ucap seorang wanita lain sembari menundukan pandangan dan meletakkan telapak tangan kanan pada dada kiri, tanda salam penghormatan. "Saya penyihir putih, bawahan ratu Leyna."

Tidak ada jawaban atas pernyataan tersebut. Raut wajah datar dengan mata sendu terarah pada seorang wanita masih menunduk dihadapannya berada.

" Nyonya Winnie adalah adik saya. Ia tidak sengaja menemukan anda bersama raja Garvin pada saat melarikan diri dari kerajaan Maurin, malam itu. "

"Tidak sengaja? Kebetulan yang sangat..." ucap Rusy Amelie dengan nada sangat dingin, melontarkan tatapan tajamnya melalui mata biru safir.

Penyihir putih mendengar perkataan sontak langsung berlutut, diikuti oleh saudaranya, Nyonya Winnie.  Menghadap pada sesosok gadis secara bersamaan. "B-benar Yang mulia, saya tidak sengaja menemukan anda. " ujar nyonya Winnie ketakutan.

"Luka yang diberikan tuan Darby cukup parah. Bagaimana kalian bisa menyembuhkanku? "

"Sebenarnya kekuatan anda semakin melemah. Pada saat tidak sadarkan diri saya memberikan ramuan khusus menyerupai jiwa Elf dan Hydra milik anda Yang mulia," jelas penyihir putih.

Disisi lain seorang pria memperhatikan semua kejadian dengan tenang, mengarahkan sorot mata kepada dua wanita yang berlutut, bersimpuh memohon pengampunan. Raja Garvin kembali mengingat hari dimana dirinya tidak sengaja menyaksikan ramuan hijau dan hitam milik penyihir putih. Kecurigaan pada saat itu tersimpan sebelum mendapatkan jawaban, ia tentu saja selalu memasang kewaspadaan. Tetapi, hari ini semua keraguan tampak sudah terjawab dengan sendirinya.

"Baiklah."

"Yang mulia, apa rencana anda selanjutnya?" tanya nyonya Winnie. Kembali duduk bersama suadaranya disalah satu kursi yang terdapat pada barisan sebelah kiri. Sedangkan disebelah kanan, raja Garvin dan ketiga bawahannya terdiam, tidak membuka suara, menyimpulkan situasi dengan hati-hati karena urusan kerajaan lain bukan bagian dari kewajiban mereka.

Rusy Amelie memainkan jari-jari lentik tangannya pada meja bundar. Terdiam sejenak memikirkan sesuatu yang menghinggapi kepala, jawaban yang memang harus ditentukan olehnya jauh sebelum memasuki ruangan.

"Aku akan kembali keistana, " katanya dengan yakin.

"Tidak! " bentak salah seorang pria dari sisi kanan. Raja Garvin mengerutkan kedua alis tebalnya sambil bangkit berdiri dari tempat duduk.

"Apa maksudmu raja Garvin? Ini adalah urusan kerajaan Maurin dan keluargaku!"

"Kenapa kau selalu bersikap egois dan angkuh, Rusy Amelie Maurin. " Raja Garvin menekankan kata setiap ucapan. Langkah kaki semakin mendekat, bertanya-tanya atas keputusan yang sudah diambil oleh gadis tersebut.

Kali ini Rusy Amelie turut bangkit dari tempat duduk, berhadapan langsung dengan pria yang berjarak tidak terlalu jauh. "Egois? "

"Kau membawa semua orang kedalam masalahmu? Apa kau pikir ini ti---"

"Bukankah kita memiliki kesepakatan, raja Garvin."

"Itu benar, tapi kau sudah melewati batas. Pergi keistana sama dengan bunuh diri. Tuan Darby bersama penyihir lain, kau pikir bisa mengalahkannya dengan mudah? "

Raja Garvin geram. Kedua manik mata mereka saling beradu, tatapan tajam saling bertukar. Tanpa berpikir panjang lagi, ia melangkah kearah pintu keluar dengan membawa perasaan berkecamuk karena menahan amarah. Keputusan bodoh gumamnya, bagaimana dengan nyawa? Apakah tidak penting? Bagi raja Garvin, nyawa sesuatu yang patut untuk dihargai, tidak perduli disituasi apapun. Karena memiliki kesempatan untuk hidup suatu anugerah yang tidak bisa didapatkan dengan percuma, butuh pengorbanan besar agar bisa terus hidup, entah melalui cara apapun tapi satu hal yang pasti seorang wanita bertaruh nyawa untuk melahirkan nyawa yang lain. Pemahaman yang mendalam bagi sosok raja Garvin yang sudah melewati kematian mengerikan kedua orangtuannya dimasalalu, memperjuangkan hidupnya meski sepele bagi sebagian orang.

"Apa kau tidak memercayaiku? "

Selangkah sebelum benar-benar keluar dari ruangan. Suara dari arah belakang tanpa sadar membuat raja Garvin mematung. Menghela napas panjang dan berat, melirik ke samping sehingga hanya bisa menampilkan rahang tegas disertai hidung mancung dari berbagai sudut mata memandang, begitu tampan.

"Aku sangat mempercayaimu, tapi hargailah hidupmu sendiri."

"Aku meng----"

Raja Garvin sengaja mempercepat langkahnya meninggalkan ruangan tersebut karena sudah tidak ingin mendengar bantahan gadis yang sangat keras kepala atas tekad bulatnya. Dilorong jalan kediaman raja Garvin berhenti sebentar mengusap kasar pelipis.

'Apa yang kusukai dari gadis itu? Keras kepala, membahayakan diri, angkuh. Seharusnya aku tidak terikat dengan semua masalah ini. Tapi... jauh dari dalam lubuk hati terdalam, aku sangat mengkhawatirkannya, bukan karena marah atas kesepakatan yang terlampau batas, atau melibatkan kerajaanku, hanya saja...dia tidak menghargai hidupnya sendiri, menerobos bahaya tanpa berpikir panjang bahwa kematiannya adalah kematian bagi semua orang yang berusaha melindunginya' gumam batin raja Garvin. Memasuki salah satu pintu yang pertama kali ditempati sejak memasuki kediaman nyonya Winnie. Memperhatikan jendela kaca yang hampir sama disetiap ruangan lain. Pandangannya jauh bebas memasuki hutan kerajaan yang rimbun dengan dedaunan hijau merata.





~


Ditempat tadi seorang wanita mendekati sesosok Rusy Amelie yang masih terpaku dalam diam. Sembari menatap kearah pintu keluar, tepat dimana pria yang selalu melindungi dan mengerti dirinya pergi meninggalkan. Entah perasaan apa yang dirasa, tapi jelas bahwa kesedihan dipendam Rusy Amelie.

"Aku akan merebut, apa yang memang seharusnya menjadi milikku," bisik Olivia saat berlalu melewati Rusy yang tidak menghiraukan keberadaanya sedikitpun. Wanita itu berlenggang menuju pintu keluar, diikuti oleh salah satu rekan, taklain dari Gary yang sempat menatap kearah semua orang sebelum memutuskan untuk pergi dari sana.















~~•~~

Next part! See you :)

The Great Kingdom Of Maurin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang