53-One bold move

1.4K 181 4
                                    

Seluruh tubuh pangeran Arlie tampak sudah tidak berdaya, kedua matanya menutup pelan. Sebuah binar keputusan asaan terbit diwajahnya yang muram, tidak ada perlawanan lagi. Ia seakan-akan menunggu ajalnya untuk datang menjemput. Satu tarikan napas terakhir dan...

Brghh

Tubuh lunglai itu terjatuh dalam lubang kesengsaraan. Arlie mendongak pelan wajahnya menatap sesosok pria yang sudah melepaskan dirinya diujung kematian menghampiri. Tidak ada yang tahu alasan raja Garvin menghentikan cengkramannya, hanya saja. Sorot mata tajam tersebut masih didapat dalam tampilan dinginnya.

Pangeran Arlie mengambil napas sebanyak-banyaknya memenuhi rongga pernapasan, dengan sesekali batuk tidak berhenti. Rasa kematian? Inikah yang didapatnya, pangeran Arlie tidak dapat membuka mulut lagi sekedar untuk meminta permintaan terakhir, menunduk lesu meresapi kekecewaan.

"Yang mulia!" teriak tiga orang yang berlari kearah mereka. Salah seorang pria memperhatikan tempat sekitar mencoba menerka-nerka apa yang telah terjadi disana.

"Yang mulia---"

"Izinkan dia untuk masuk, " potong raja Garvin dalam keheningan sesaat semua orang. Sontak manik mata pangeran Arlie membulat seketika mendengar perkataan yang terasa tidak nyata baginya.

"Benarkah? "

"Cepatlah sebelum aku berubah pikiran."

"Yang mulia, tapi..." Nyonya Winnie menengahi pembicaraan. Raut wajahnya tampak ragu atas keputusan dari sosok pria yang taklain dari raja Garvin itu.

Pangeran Arlie bangkit, bersusah payah melangkah menuju pintu ruangan yang berada tepat diarah belakang raja Garvin berdiri.

Tangannya bergetar saat membuka pintu. Cahaya lilin dalam ruangan menatap langsung tubuh seorang gadis terbaring lemah, tidak berdaya. Sorot tajam raja Garvin sekilas melirik kearah pria yang dibiarkannya untuk masuk tersebut. Jalan pikiran raja Garvin memang sangat sulit ditebak, semula dirinya tidak mengizinkan pangeran Arlie untuk menemui gadis itu, tetapi sekarang dirinya pula yang memberikan izin untuk segera masuk. Entahlah, mungkin hati dinginnya tergerak atas kegigihan Arlie yang mengatakan akan mengembalikan sesuatu.

Perlahan-lahan pangeran Arlie berdiri disamping tempat tidur. Ia mengenggam tangan kuat sembari menahan cairan bening yang berhasil lolos dari kedua pelupuk mata. Tidak terdengar sepatah katapun dari seorang Arlie yang hanya bisa menatap wajah pucat Rusy Amelie.

'Apa aku harus membunuhmu, agar semua yang terburuk tidak menimpa dan menyiksamu?.....Tidak tidak! Kau sudah kehilangan akal sehatmu Arlie sadarlah! '  gumam batin pangeran Arlie. Ia tersenyum tipis sembari menangis dalam diam. Mencoba untuk berpikir jernih dengan menggeleng-gelengkan kepala pelan.

Melangkah mendekat kearah gadis terbaring sambil mengeluarkan sebuah belati dari balik jubahnya. Pangeran Arlie tersentak diam, meletakkan belati yang memang sejak awal dicari-cari Rusy Amelie dahulu. Belati milik raja Paul Maurin yang diberikan tuan Darby atas kesepakatan mereka.

Pangeran Arlie meraih sebatang lilin dengan sangat gesit serta penuh perhitungan pasti, melemparkannya disela-sela tirai jendela. Sontak membuat tirai terjuntai bebas tersebut dilahap api dengan sangat cepat. Nyala api yang berwarna merah-oranye jelas memakan semua barang yang ada dalam ruangan.

"Tangkap dia! " seru raja Garvin dari arah pintu masuk, diikuti oleh para bawahannya yang segera bergegas mengepung semua tempat.

Pangeran Arlie menerobos nyala api secara paksa, sampai memecahkan jendela transparan dibaliknya. Ia tampak tergesa-gesa, sampai tidak sempat sekedar untuk menoleh kearah belakang. Terjun bebas diantara rerumputan dan semak belukar di bawah. Tanpa berpikir panjang berlari memasuki hutan mengarah pada kerajaan Maurin.

Raja Garvin memperhatikan sosok pria dengan tatapan dingin dari balik jendela yang sudah hancur, membuat angin berhembus masuk menyapu jubah hitam dikenakannya berterbangan.

"Yang mulia, apa yang harus kita lakukan?" tanya Gerson. Menatap lekat sang raja tanpa mengalihkan pandangannya dari balik punggung pria tersebut.

Tidak ada jawaban yang didapat. Raja Garvin menghampiri seorang gadis yang masih menutup tenang kedua mata dalam balutan selimut tebal, ia mendapati sebuah belati disisi samping tempat tidur. Memperhatikan setiap ukiran senjata, raja Garvin menghela napas kasar. Sebelum memutuskan untuk beranjak pergi dari sana.

"Tidak ada, " ucapnya kepada ketiga bawahan yang tampak sudah siap menerima perintah pengepungan.







***





Langkah kaki menginjak rerumputan sekitar hutan jelas membekas. Pangeran Arlie mengambil ranting kayu yang didapatnya selama berlari melewati pepohonan sekitar hutan menuju kerajaan Maurin.

Ranting kayu tersebut dilemparkan hingga menyerupai sebuah anak panah yang melesat cepat menusuk salah satu mata burung gagak yang terbang didepannya berada. Sontak teriakan sakit dari burung gagak itu membuatnya jatuh dengan darah bercucuran. Tidak hanya sampai disitu pangeran Arlie menginjak kasar burung gagak dengan mengunakan tenaga sangat kuat, dan berakhir kematian bagi sang burung. Suara tarikan napas pangeran Arlie yang terpongoh-pongoh tanda bahwa ia sudah berusaha keras, tubuhnya menelentang diantara rerumputan bercampur darah gagak yang berwarna hitam pekat.

Pangeran Arlie rupanya telah menyadari bahwa tuan Darby mengirim burung gagak miliknya untuk mengikuti secara diam-diam sejak tadi. Dan burung tersebut hinggap disisi jendela kamar Rusy Amelie, hal tersebutlah yang membuat pangeran Arlie membakar habis tirai jendela agar gagak-penyihir-hitam menjauh, karena takut akan nyala api yang akan membakarnya menjadi abu. Serta menerobos  jendela kaca teruntuk membunuh gagak tuan Darby. Tawa puas terdengar dari pangeran Arlie kini menatap bebas langit-langit yang memancarkan sinar matahari terik.








***




Seorang pria paruh baya tertawa keras dalam suatu ruangan hingga menimbulkan gema disetiap sudut sembari menutup mata kanannya yang mengeluarkan darah-hitam-pekat bercucuran memenuhi lantai ubin istana.

"Tuan, apa kau baik-baik saja? " tanya seorang wanita yang masuk kedalam ruangan membawa senampan roti kering serta cerutu yang sudah disiapkan.

Pria yang dipanggil dengan sebutan tuan tersebut berbalik menghadap wanita yang terpaku ditempatnya berdiri, ketika mendapati bola mata yang hancur dengan darah keluar tidak berhenti.

"Lihatlah, Nyonya Marie. Aku dikhianati lagi oleh orang kepercayaanku, " bisik tuan Darby, menampilkan seringai menyeramkan. Menarik kursi yang sengaja diletakkan tepi meja panjang lalu duduk dengan tenang, menatap sendu pada permukaan cerutu yang mengeluarkan asap."Arlie... kau cukup berani dari dugaanku, "tambahnya.











~~•~~

Next part!  Biasanya author nggak up hari minggu karena waktu buat istirahat. Tapi, hari ini biarlah 😂
Lagi semangat-semangatnya ngetik wkwk

Did you like this story?

Enjoy readers, happy weekend 🤗

The Great Kingdom Of Maurin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang