58-Return to the Palace

1.4K 192 3
                                    

Sekelebat bayangan diantara semak belukar mengarah langsung pada tembok tinggi didepan sana. Melesat cepat menempuh jarak yang tidak terlalu jauh, berhenti tepat dipinggiran gerbang Istana tampak berdiri kokoh dijaga oleh dua pengawal yang berdiri bakpatung. Langkahnya gesit memasuki halaman Istana Utama dengan kehati-hatian menghindari setiap pencahayaan-nyala-obor- yang akan memaparkan sosok dirinya terbalut  jubah panjang berwarna hitam. Tetapi mata biru safirnya begitu terang, butiran cahaya kecil menyerupa'i kunang-kunang mengitari seluruh tubuh Rusy Amelie. Kini sosok gadis itu menyusuri setiap inci halaman Istana Tengah-singgasana-berada. Tujuannya hanya satu yaitu mencari tanda-tanda keberadaan, Sang ratu Leyna taklain dari ibunya yang tidak pernah sekalipun ditemui sejak lahir. Kerinduan mendalam bagi Rusy sendiri, sekaligus mencegah rencana busuk tuan Darby yang berniat mengambil jantung ibunya, supaya bisa melakukan ritual pembangkitan.

Melewati sebagian penjagaan yang cukup ketat. Tidak membuat gadis tersebut ragu untuk terus berlari dilorong panjang yang mengantarkannya pada satu ruangan milik seorang Raja.

Cahaya api berasal dari dua buah obor berukuran kecil disisi pintu ruangan, memancarkan warna kemerahan, menampilkan wajah datar Rusy Amelie sekarang. Salah satu tangan meraih gagang pintu, perlahan membukanya.

Suara pintu terbuka dikeheningan membuat suasana menjadi tegang.Ruangan terlampau luas tersebut memiliki satu tempat tidur ditengah, lukisan besar melekat pada dinding putih. Didekat meja kecil sebalah kanan terdapat cerutu yang tampak masih menyala, asap keluar pelan tanda bahwa seseorang baru saja memakainya. Tirai penutup jendela hampir memiliki ukuran serupa dengan ketinggian istana menjulang.

Langkah kaki Rusy Amelie berhenti sejenak, mencoba memperhatikan setiap sudut ruangan.

Sorot mata tajamnya berhenti pada lukisan besar yang membuat mata memandang akan terpukau dengan keindahannya. Lukisan tersebut berisi pemandangan padang rumput hijau yang membentang luas, dengan sinar mentari pagi berwarna oranye, serta hutan belantara yang dilukis sedemikian rupa, setiap goresan tampak hidup. Tidak tahu apa yang sudah dilakukan oleh pelukisnya sampai bisa menghasilkan mahakarya mengagumkan seperti itu.

Akan tetapi, Rusy Amelie merasakan keanehan. Lukisan dihadapan, seperti terletak dengan posisi terlalu menonjol dari benda yang lain.  Dinding istana disekitar lukisan memiliki tekstur yang berbeda. Sampai kecurigaan sosok gadis tersebut memuncak, telapak tangan kanannya tidak sengaja menyentuh permukaan lukisan dan...

"Tuan Darby semuanya sudah disiapkan."

Suara dari balik pintu membuat Rusy Amelie menghentikan niatnya mencaritahu lebih jauh lukisan tadi. Ia terdiam sesaat mencoba mendengarkan suara langkah kaki yang diduga akan segera masuk kedalam ruangan, dimana dirinya berada sekarang. Perlahan-lahan langkah itu berhenti tepat diambang pintu masuk, suara pintu terbuka....










***




Dengkuran keras berasal dari dinding Istana, bersamaan dengan sesosok pria berdiri tepat dihadapan sumber suara tersebut. Raut wajah dingin dan sedikit menampilkan kejengkelannya.

"Tuan Snake, bangunlah! " seru raja Garvin. Kedua tangan mengguncang hebat lukisan tuan Snake yang sedang terlelap dalam tidur. Pria tua itu sontak mengerjap mata beberapa kali, menguap sembari menatap orang didepannya saat ini.

"Bisakah kau membiarkanku tenang, Garvin, " pinta tuan Snake, merentangkan kedua tangan kemudian mendengus kesal.

Pria didalam lukisan tersebut menopang wajahnya mengunakan salah satu tangan yang diletakkan didagu. Ia mengaruk kepala yang tidak gatal dengan kembali menatap malas pada sosok raja Garvin.

"Bukankah kau begitu lama didalam lukisan. Dan berabad-abad tahun terpajang diruangan ini, menurutmu apa yang ada didalam ruangan para tetua? "

Tuan Snake mengangguk-ngangguk tanpa sadar. Menyadari inti pembicaraan raja Garvin perihal para tetua, seketika ia terbelalak terkejut mendapati hal demikian, sesekali menggeleng-gelengkan kepala untuk memastikan bahwa dirinya dalam keadaan sadar, tidak bermimpi. Sontak berdiri tegak dengan tangan memegang pada kedua sisi lukisan, tampak seperti ingin keluar dari tempatnya. "Ruangan tetua? Garvin... kau selalu menghindari para tetua dan tidak perduli semua tentang mereka. Apa yang kau rencanakan?"

"Katakan," tukas raja Garvin mulai merasa kesal.

Alih-alih mengatakan sepatah kata, tuan Snake kembali memerhatikan semua gerak-gerik raja Garvin didepan, kedua matanya menyipit.

"Tuan Snake-----"

"Baiklah, baiklah aku akan mengatakannya. Ruangan empat tetua berisi tentang kehidupan mereka masing-masing, terbentuk dari kegelapan yang paling gelap. Mimpi terburuk akan bersarang disana, tidak ada cahaya, hanya ada warna hitam diseluruh penjuru. Seperti sedang tenggelam dalam lautan hitam, dan tentu saja jika kau manusia biasa masuk secara ceroboh kesana. Mungkin...akan mati atau kehilangan akal sehatmu. "

Raja Garvin mengangkat salah satu alisnya. "Bagaimana kau bisa tahu? Kau....pernah masuk? "

"Apa menurutmu aku sebodoh itu? "

"Tentu saja tidak! Aku mengetahui semuanya karena ada orang bodoh yang mencoba masuk kesana, ah kurasa dia dipaksa. Raja terdahulu, lebih tepatnya pendahulumu mengatakan itu kepadaku."

Kembali raja Garvin menghela napas, mengusap pelipis sembari memikirkan suatu hal. Tampak sedang memahami setiap kata tuan Snake. "Jadi ketika aku masuk, mimpi terburuk atau ketakutan terbesarku akan muncul? Dan hal itulah yang akan menjadi gambaran terbesar saat aku memasukinya nanti? "

"Itu benar sekali. " Tuan Snake mengangguk pelan dengan memejamkan kedua kelopak mata. Sejenak tidak ada yang salah baginya, tapi. "Tunggu, kau berniat masuk ke ruangan tetua? "

Sebelum pertanyaan tersebut terjawab, raja Garvin sudah tidak berada disana. Pintu terbuka lebar menandakan bahwa pria itu telah beranjak pergi.










***






Tuan Darby berdiri tegak menatap sekeliling ruangan miliknya. Sunyi dan senyap tidak ada seorangpun, berjalan mendekati meja kecil, tangan keriput meraih sebuah cerutu yang masih menyala. Asap cerutu berhembus kasar dari mulutnya, tatapan mengarah pada lukisan besar.

"Ratu Leyna, kau cukup pintar bersembunyi selama ini. "

Sementara itu, dibalik tirai jendela seorang gadis mengenggam kuat samping jubah. Gigi-giginya menggertak kuat menahan kemarahan yang sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja. Bersembunyi diujung kesempatan saat tuan Darby membuka pintu tadi, hampir membuat Rusy Amelie tertangkap basah jika tidak segera bertindak. Siapa yang menduga bahwa ruangan tersebut milik tuan Darby, sungguh kebetulan yang tidak disangka-sangka bagi Rusy sendiri.

Beberapa saat berlalu tidak ada lagi, suara tanda-tanda keberadaan tuan Darby. Melainkan kini suara pintu keluar terbuka, membuat hela napas lega dari Rusy Amelie yang perlahan mengintip dari celah tirai.

Keluar dari tempat persembunyian, Rusy Amelie melangkah secara hati-hati memperhatikan sekitarnya, serta memasang kewaspadaan jika terjadi pertarungan tidak terduga dari berbagai arah. Tidak ada hal aneh yang didapatkan Rusy Amelie. Semuanya tenang seperti pertama kali dirinya masuk, tuan Darby telah meninggalkan ruangan.

Mendekat pada lukisan dihadapan berdiri, Rusy Amelie mencoba menyentuh permukaan dan...

"Rusy Amelie Maurin, selamat datang," bisik tuan Darby yang entah datang darimana. Akan tetapi, sekarang ia sudah berdiri tepat disamping sosok gadis itu. Aura penyihir penuh kekejaman mengitari tubuh Rusy Amelie, ia terpaku dalam keadaan yang tidak menguntungkan.


















~~•~~

Next part! Author akan sangat berterimakasih, jika kalian bersedia memberikan kesan pada cerita ini ^.^

Apresiasi dari kalian sangat berharga dalam melanjutkan cerita, terimakasih karna sudah membaca sejauh ini 🤗

See you next part!

The Great Kingdom Of Maurin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang