62-Defeat or victory

1.5K 179 2
                                    

'Aku harus segera mencari cara lain! '  gumam batin Rusy Amelie. Berdiri tegak dengan pandangan lurus. "Melepaskan semua kekuatan? Kurasa tidak buruk. Mari kita lihat tuan Darby, siapa yang akan bertahan hingga akhir," ucapnya pada diri sendiri, diantara suasana tegang yang mengepung diberbagai sudut!.

Detingan senjata saling bergesekan memenuhi seluruh tempat pertarungan. Seorang gadis berjalan ketengah tanah yang hancur sambil merentangkan tangan dengan penuh kepercayaan diri, menghabisi semua orang yang ada. Sisa tenaga, ia tumpahkan pada telapak tangan serta berniat mengeluarkan seluruh kekuatannya.

Satu detik berlalu. Tidak ada yang terjadi, selain semilir angin berhembus tenang melalui tubuhnya, tidak ada cahaya biru safir yang muncul serta tidak ada perubahan dahsyat yang tampak. Rusy Amelie masih berdiri diposisinya kebingungan atas apa yang terjadi, kemana semua kekuatan mata biru safir?, kemana butiran-butiran cahaya mengitari tubuhnya menghilang. Bagaikan ditiup oleh angin kencang, Rusy Amelie mendapati tubuhnya berlumuran darah diarah depan, bukan hanya satu tapi berjumlah puluhan!. Tubuhnya seperti terbagi-bagi menjadi bayangan taknyata. Gemetar sekujur tubuh, Rusy Amelie ditusuk oleh sebuah pedang dari balik punggung.

Srrrghh

Tusukan tersebut semakin didorong  masuk kedalam tubuh, dengusan napas berat dari sesosok pria paruh baya jelas terasa diarah belakang. Tuan Darby menyeringai sinis dengan tangan memegang pedang panjang berlumuran darah gadis itu. "Ketika kau bertarung melawan para prajurit dan raja Espen tadi, sebenarnya kau sudah terjebak kedalam ilusi. Bertarung melawan bayangan yang membuatmu yakin. "

'Ilusi? '  batin Rusy Amelie. Mulai menyadari bahwa sejak pertarungan terjadi, dirinya tidak menyadari bahwa setiap luka yang diberikannya pada lawan tidak membuat mereka meneriakan rasa sakit, hal demikian diduganya karena semangat bertarung para prajurit atau semacam ancaman dari tuan Darby yang membuat mereka menekan rasa sakit tersebut.

Terdiam dalam kekalahan, Rusy Amelie terjatuh menerpa tanah-basah-akibat-darah seranya menelan susah ludah salivanya berkali-kali. Jebakan tuan Darby begitu sempurna hingga membuat kelengahan yang takterpikirkan sedikitpun. Menggenggam ujung gaun lusuh, gadis itu bangkit berdiri menendang tubuh tuan Darby kearah belakang. Sedangkan telapak tangan kirinya menahan luka diperut akibat tusukan pedang, darah mengalir membasahi pakaian sampai  takberhenti, selama pertarungan terjadi lagi.

Tarikan napas tidak beraturan dari Rusy Amelie menjadikan suasana penuh ketegangan. Ia berjalan perlahan menghampiri tubuh tuan Darby yang tampak terluka cukup parah akibat pertarungan sesaat. Menekan mata pria tersebut mengunakan dua jarinya, Rusy Amelie mulai menyalurkan kekuatan mata biru safir.

"Ilusimu hanya secuil dari ilusi mataku, tuan Darby," bisiknya pelan didekat telinga. Teriakan nyaring dari tuan Darby yang mulai merasakan siksaan teramat menyakitkan. Rupanya ilusi miliknya ditelan perlahan oleh ilusi mata biru safir.

Dimensi ilusi yang diciptakan oleh tuan Darby berasal dari kegelapan sedangkan ilusi mata biru safir milik Rusy Amelie didominasi oleh sinar begitu terang. Kegelapan yang terkikis perlahan menjadikan seluruh tubuh tuan Darby dihantam kuat oleh serangan yang langsung menuju jiwa penyihir hitam.

Retakan ruang ilusi menyerupai suara kaca yang dihancurkan oleh kaca lain, saling bertabrakan dengan detingan keras memekakan telinga.

Rusy Amelie bangkit berdiri, berjalan menjauhi tubuh tuan Darby. Gadis itu mencari-cari obor disalah satu reruntuhan bangunan. Tangannya gesit menyapih serpihan batu yang tanpa sengaja membuat luka-luka kecil ditelapak tangan. Darah berwarna merah-kental memenuhi permukaan telapak tangannya. Tidak dihiraukan oleh Rusy Amelie, ia kembali bangkit meraih lilin-putih yang terpajang didinding Istana yang sebagian hancur. Retakan-retakan bangunan Istana Kiri semakin parah didapat dari atapnya yang condong kebagian samping.

Obor tersebut dinyalakan kembali. Menerangi tampilan wajah seorang gadis yang terdapat luka parah hampir disekujur tubuhnya.

Berjalan menginjak tanah beralaskan lumuran darah. Rusy Amelie berhenti tepat dihadapan tubuh tuan Darby yang tergeletak tidak berdaya. Melempar obor yang menyala-nyala.

Deg

"Kau! " seru Rusy Amelie ketika obor tadi ditangkap gesit oleh seorang pria memakai jubah panjang berwarna merah serta mahkota terbuat dari emas dan permata bersarang dikepala.

Raja Espen mengenggam obor dengan posisi tubuh miring karena berusaha menangkapnya tanpa terkena tuan Darby, membuatnya sedikit kesulitan menahan keseimbangan. Obor yang didapatkan sontak dibuang kesembarang arah oleh raja Espen, senyum lebar terbit diwajah pria berumur tidak terlalu tua tersebut.

"Nona, bagaimana jika kita melalukan kesepakatan? " tawar raja Espen.

Tidak tertarik untuk menjawab, Rusy Amelie memilih agar tetap diam menatap dingin lawan bicara.

"Aku akan membantumu untuk lari dari genggaman tuan Darby. Tetapi, kau harus berjanji untuk tetap memberikan kekuasaan beserta Kerajaan Maurin kepadaku dan garis keturunanku. "

Sejenak keheningan mengisi dua orang yang saling berdiri berhadapan satu antarlain. Satu langkah kearah depan diambil lebih dulu oleh seorang gadis dengan tetap menatap dingin, tangannya membuat gerakan memutar lalu diakhiri dengan kepalan kuat.

Srrghh

Akar pohon berbentuk sangat runcing diujungnya, menembus tubuh raja Espen. Kedua mata terbelalak takpercaya, mengalir darah segar mengisi sudut mulutnya yang setengah terbuka.

"Raja Espen. Sejak pertama kali memutuskan balas dendam, aku sudah tidak perduli atas takhta dan kekuasaan Kerajaan Maurin." Langkah Rusy Amelie semakin mendekat, ucapannya jelas dan tegas. Sorot mata yang sengaja dipertajam ia arahkan langsung pada raja Espen, saat ini sudah bertekuk lutut dihadapan sembari memegangi dada yang masih melekat benda runcing diantara daging dan kulitnya.

"Aku bersumpah akan membunuh semua orang yang terlibat, " tambahnya dengan nada rendah bercampur lirih.







***

Dentuman keras dari dalam penghalang kaca-tranparan terdengar nyaring. Tiga orang yang ada didalamnya, menyatukan serangan mereka berkali-kali menghantam penghalang itu.

Seorang pria memiliki perawakan tinggi tegap taklupa dua bilah pedang dikedua genggaman tangan, mengambil ancang-ancang dari belakang kemudian berlari kearah depan, menghantam penghalang dengan sekuat tenaga.

Hantaman nyaring kembali terdengar, dilakukan secara berulang-ulang, sampai diluar batas penghalang terdengar tetesan darah berwarna putih berasal dari wanita memakai tudung kepala hampir menutup sebagian wajahnya terpental menimpa bangunan kediaman.

Penyihir putih berusaha bangkit berdiri dengan bersandar pada dinding kediaman. Seorang wanita turut membantu memapahnya.

"Winnie apa yang harus kita lakukan, mereka terlalu kuat."

Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut nyonya Winnie. Kini keduanya saling berhadapan dengan tiga orang bawahan dari raja Garvin.

Gerson berjalan mendekat, meninggalkan dua rekannya diarah belakang. Masih memegang dua bilang pedang, sosok pria itu berhenti dengan jarak tidak terlalu jauh.

"Jika terjadi sesuatu kepada tuan puteri. Kalian akan menerima akibatnya, " ucap Gerson, menampilkan raut wajah penuh amarah.

"Kami----"

Belum sempat nyonya Winnie menyelesaikan perkataannya, Gerson, Gary dan Olivia sudah lebih dulu melesat kearah hutan, menuju Istana Maurin berada. Bayangan mereka hampir tersamarkan diantaranya rimbunnya pepohonan. Nyonya Winnie dan penyihir putih menatap sendu secara bersamaan, ketika memperhatikan kepergian mereka dengan diselimuti rasa khawatir.














~~•~~

Next part  :-)

The Great Kingdom Of Maurin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang