42-A series of revenge plans

1.5K 183 3
                                    

Senyap adalah gambaran yang tepat untuk suasana diantara dua orang berada dalam suatu ruangan tertutup saat itu. Sorot mata tuan Darby menangkap benda berkilauan akibat terkena paparan sinar matahari, liontin berwarna hitam-lekat. Menerbangkan gagak sejak tadi hinggap dilengannya kesembarang arah, berjalan meraih benda tersebut.

"Liontin ini...peninggalan sahabat lama ku, dimana kau mendapatkannya? " tanya tuan Darby masih memperhatikan setiap inci liontin digenggaman sesekali melirik kearah gadis yang ternyata tengah memperhatikan liontin.

"Dengan kata lain, sahabatmu adalah seorang penyihir hitam? " balas Rusy Amelie bertanya sembari mengangkat salah satu alisnya, raut wajah yang masih berusaha mencari jawaban.

"Itu benar. "

Tuan Darby memasukan liontin kedalam lengan pakaiannya. Menatap sang puteri angkat dengan lekat.

'Sahabat tuan Darby apakah mempunyai hubungan dengan para pembunuh (penyihir hitam) waktu lalu? ' gumam batin Rusy, menghembuskan napas secara kasar.

"Apa kau menemukan sesuatu?" tanya tuan Darby kembali karena mendapati tampilan wajah lawan bicara begitu aneh dengan tanda tanya besar bagaikan bersarang disekitar tubuhnya.

Salah satu tangan gadis itu menarik kursi yang semula tertata rapi, meja berukuran panjang terletak di tengah-tengah ruangan. Duduk dengan tenang menatap lurus kedepan. Helaan napas panjang dan berat jelas dari Rusy Amelie. "Ayahku dikurung di kerajaan Hydra. Sedangkan ibuku bermungkinan masih berada disalah satu sudut kerajaan Maurin, entahlah tidak tahu dimana pasti."

Perlahan kedua kelopak mata Rusy Amelie terpejam sempurna lalu terbuka secara bersamaan dengan butiran-butiran cahaya biru terang,  berterbangan kesegala arah,  tampak seperti sebuah debu terkecil sedang tertiup oleh alunan angin. "Kekuatan mata biru safirku sudah bisa dikendalikan. "

"Raja Garvin yang membantuku. "

"Garvin Maanlicht, penguasa kerajaan Hydra? " ucap tuan Darby takpercaya.

"Benar. Keberadaan ayahku dikerajaan Hydra akan diambil alih olehnya. Dan tugas yang tersisa mencari keberadaan ibuku sebelum ritual dilakukan oleh raja Espen!"

"Kenapa kau begitu mudah mempercayai raja Garvin, nona. Dia dan kerajaan nya sudah mengurung ayahmu! "

Gadis yang dilontarkan oleh pertanyaan itu hanya bisa mengepal tangan kuat. Mungkin sedikit keraguan tersirat dalam diri, tapi tidak tahu mengapa hati kecilnya mengatakan raja Garvin sangat layak diberi kepercayaan!.

"Kau sudah menyusun rencana selama bertahun-tahun, nona. Jika raja Garvin meng----"

"Sudahlah, tuan Darby, " sela Rusy sambil menggertak gigi-giginya kuat. Berusaha menahan gejolak dari dalam agar tidak mempengaruhi semua rencana sudah tersusun.

Tuan Darby mengangguk pelan. Tatapan nya semakin sendu kearah sosok gadis yang mengalihkan pandangan, berusaha menghindar dari kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

"Lalu apa rencanamu selanjutnya?"

"Membunuh raja Espen. Mencari keberadaan ibuku, "ucap pelan oleh gadis taklain dari Rusy Amelie tadi. Sorot mata tajam nya bagaikan elang yang mengincar mangsa ditampakkan secara langsung kearah pria separuh baya diarah sampingnya dengan memutar wajah perlahan.

"Baiklah aku akan membantumu. Mata-mata dari kediaman Smith akan ku kerahkan sebisa mungkin, informasi yang didapat akan langsung diberikan kepadamu. Dan membantu mu memenggal kepala raja Espen, " ucap tuan Darby sambil bangkit berdiri, berjalan kearah pintu keluar. Tampak sedang terburu-buru karena sebuah urusan. "Beristirahatlah, sebelum menghadapi hal besar, " tambahnya dengan nada rendah. Namun masih dapat ditangkap jelas oleh sepasang telinga diantara keheningan.

Gadis bernama Rusy Amelie Maurin itu terdiam dalam kesendiriannya. Menatap langit-langit sembari memikirkan rencana yang akan dilanjutkan, selangkah lagi ia bisa menyelesaikan semua dendam yang sudah disimpan dalam-dalam selama bertahun-tahun lamanya. Bangkit sambil meraih gagang pintu berwarna keemasan. Suara dari arah tidak terlalu jauh didapat setelah sepenuhnya keluar dari ruangan perpustakaan. Tuan Darby tampak sedang berbicara dengan sosok pria berjubah hitam.

"Kirimkan beberapa orang disekitar istana, perhatikan setiap gerakan mencurigakan, " perintah tuan Darby kepada sosok tersebut.
Pengawal tersembunyi keluarga Smith yang hanya digunakan diwaktu penting. Tampaklah keseriusan tuan Darby melalui raut wajah tegas. Kulit yang semakin banyak kerutan akibat usia senjanya terpampang jelas seiring waktu berlalu dan baru disadari sosok Rusy sekarang, ketika memperhatikan ayah angkat begitu melindungi dirinya dengan segenap tenaga.

Kembali menuju kamar peristirahatan. Rusy Amelie berjalan melalui lorong yang sangat dikenal baik olehnya sejak kecil hingga kini beranjak dewasa. Lorong tempat dimana ia sering bermain bersama seorang pria yang sudah menemukan kehidupan baru, Edgar. Kenangan masa kecil muncul kepermukaan pikiran membuat senyum tipis terbit begitu indah dikedua sudut bibir.

Memperhatikan setiap ubin putih yang selalu diperhatikan para pelayan kebersihannya, sampai menemukan pintu kamar yang selalu dirindukan  selama berada dalam kerajaan Hydra, ruangan bernuansa hitam milik raja Garvin selalu membuat Rusy jenuh, sehingga menimbulkan rasa kerinduan terhadap kediaman Smith sewaktu-waktu.

"Aku pulang," ucap Rusy Amelie saat memasuki ruangan ternyaman menurutnya.








***

Tanah berbatu dengan tetesan air mengenang di penghujung membuat seorang pria menutup rapat-rapat hidungnya ditemani oleh dua pengawal disisi kiri dan kanan. Berakhir pada dua cabang arah saling berlawanan, pengawal-pengawal tersebut berjalan mendahului sang tuan untuk memastikan keamanan dengan memukul beberapa bagian dinding.

"Semuanya aman Yang mulia," jelas salah satu pengawal menundukkan pandangan sebagai tanda hormat.

"Kenapa ayah menyuruhku keruangan rahasia ini lagi," kesal pangeran Arlie karena tempat yang dilalui begitu berantakan dengan pencahayaan minim, lembab dan berbau tidak sedap hal yang bisa menjelaskan tempat tersebut.

Pintu kayu dengan warna semakin memudar akibat termakan waktu, tepat berada dihadapan pangeran Arlie. Kedua pengawal sontak mempersilahkannya untuk segera masuk menemui sang raja yang ternyata sudah menunggu lama.

Dua orang dalam ruangan rahasia saling bertukar tatapan. Raja Espen terduduk diam. Kursi terbuat dari kayu tampak sudah dimakan oleh rayap sehingga beberapa bagian tertentu telah rusak-berlubang.

"Ritual itu harus kita lakukan secepatnya!" seru raja Espen. Kekhawatiran telah menyelimuti seluruh tubuh sampai kedua tangan yang kekar itu mengepal sangat kuat.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi? " tanya pangeran Arlie mengerutkan alis secara serentak.

"Bukankah keberadaan ratu Leyna Genever Maurin, masih tidak dapat ditemukan? "

"Seseorang akan membantu kita untuk menemukannya, "balas raja Espen. Menyeringai sinis, meraih segelas anggur yang sengaja diletakkan pengawal tadi.

Pertemuan rahasia yang dilakukan raja Espen dan pangeran Arlie tidak berlangsung begitu lama. Keduanya berjalan keluar berdampingan dengan pengawal yang siap siaga menghadang semua kesulitan.

'Seseorang? ' gumam batin pangeran Arlie menampilkan ekspresi wajah dingin seperti sosok yang tidak ingin di usik ketenangannya.











~~•~~

The Great Kingdom Of Maurin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang