Gemerlap kristal bergantungan saling bergesekan satu antarlainnya. Cahaya lilin yang redup menghangatkan mentari pagi, menerobos paksa tirai transparan langsung menerpa wajah seorang gadis yang merentangkan kedua tangan, segera bangkit dengan bersadar pada tepi tempat tidur. Kedua kelopak mata masih tertutup sempurna tidak tahu berapa lama ia tidak tidur senyenyak itu.
'Apa yang harus kulakukan sekarang?' gumam Rusy Amelie kepada diri sendiri. Bergulat dengan pikiran sejak tadi malam berusaha memikirkan cara pembalasan dendam.
'Membunuhnya secara langsung? Tapi masuk secara diam-diam melalui keamanan istana bukanlah hal mudah, apalagi untuk membunuh semua anggota keluarga kerajaan. Racun? Aku rasa tidak akan berhasil terutama jika terjadi kesalahan sedikit saja, semuanya akan sia-sia. Membunuh---'
Kedua kelopak matanya terbuka seketika, sembari menyeringai sinis kearah jendela-kaca memaparkan sinar matahari yang mulai meninggi.
Di aula utama kediaman Smith, sesosok pria tengah menikmati secangkir teh yang terdapat ditangan sebelah kanan sembari membiarkan beberapa pelayan berlalu-lalang, melakukan tugas mereka disana. Tuan Darby memperhatikan setumpuk kertas sengaja diletakkan disudut meja berwarna keemasan berukir bunga mawar setiap bagian.
Lukisan-lukisan disamping dinding terpajang jelas, menampilkan pemandangan matahari terbenam dan seorang pria gagah menunggang kuda superior. Pelayan-pelayan dengan gesit membersihkan setiap inci ruangan. Sampai seorang gadis berjalan melalui mereka, sontak secara bergantian menyapa sang nona.
"Selamat pagi nona Smith," ujar salah satu pelayan wanita, senantiasa menunduk hormat saat Rusy berlalu dihadapannya dengan tatapan lurus.
Anggukan kecil dari Rusy Amelie cukup sebagai tanda bahwa ia menerima sapaan-sapaan tersebut. Mengambil kursi kayu yang ada disudut lain. Duduk berhadapan langsung bersama seorang pria paruh baya yang kini memeriksa setiap dokumen penting kerajaan, sehingga tidak menyadari seorang gadis sudah berada di depan sejak tadi, tuan Darby tampak sangat teliti dengan semua pekerjaan yang ia lakukan.
Rusy Amelie mengambil napas panjang. "Aku akan pergi keluar."
Tuan Darby mengalihkan tatapan dari secarik kertas menuju sumber suara yang didapatnya secara tiba-tiba itu.
"Jadi? " Tuan Darby menaikan salah satu alis. Karena ini bukan pertama kali bagi anak angkatnya itu untuk meminta ijin keluar, menjelajah tempat yang menurutnya menyenangkan, tidak ada batasan bagi tuan Darby selama Rusy Amelie masih mengikuti aturan yang sudah ditetapkan.
"Bisakah aku meminta beberapa koin emas? "
Saat ini kedua alis tuan Darby tersentak secara bersamaan lalu tertawa pelan.Dokumen yang tadi ia genggam, kembali diletakkan ke atas tumpukan kertas lain.
"Ini pertama kalinya kau meminta hal tersebut kepadaku? "
"Apa yang kau inginkan? Perhiasan? Gaun? Mansion? Kereta kuda? Taman? "
"Pembunuh bayaran, "jawab singkat Rusy Amelie berhasil mengubah raut wajah tuan Darby yang semula tersenyum tidak berhenti dikedua sudut bibir, menjadi tegang sekaligus serius seketika.
'Inikah rencana pembalasan dendammu Rusy Amelie Maurin, pembunuh bayaran? ' gumam batin tuan Darby menatap lekat seorang gadis berada tidak jauh dari tempatnya.
Tuan Darby menghela napas kasar kemudian kembali mengambil secarik kertas. Memperhatikan setiap kata yang ada di atasnya tanpa menatap kearah gadis tadi. "Baiklah, ambillah koin emas sesukamu pada pengelola keuangan keluarga Smith...apa kau sudah yakin dengan rencanamu? "
"Terimakasih," balas Rusy sembari bangkit berdiri. Melangkahkan kaki kearah pintu kediaman, melambaikan tangan sambil berjalan menjauhi sosok pria paruh baya duduk menatap punggungnya.
Halaman kediaman Smith tidak terlalu luas seperti yang dimiliki oleh pejabat kerajaan lain, hanya gerbang kediaman yang terlampau besar dari umumnya. Jajaran besi berwarna hitam dilengkapi tembok penghalang menjulang tinggi, Rusy Amelie menaiki kuda putih melesat menuju pusat kota kerajaan.
***
Langkah kaki berjalan bolak-balik sendari mengumamkan suatu hal membuat seseorang berada ditepi bangunan merasa geram.
"Apa yang kau lakukan, raja Garvin?" kesal tuan Snake memutar bola mata malasnya dari balik lukisan yang tergantung didekat pintu masuk.
Sementara, sosok raja Garvin masih melakukan hal yang sama. Berjalan tanpa henti dengan tangan memegang dagu, tampak sedang memikirkan sesuatu sangat penting.
"Beberapa hari ini gadis itu tidak melakukan apapun? Kenapa tidak ada rasa sakit yang aku rasakan? Apakah ia diculik lalu ditengggelamkan?! Tidak, tidak mungkin, dia tidak selemah itu untuk mati. Kenapa tidak ada rasa sakit yang aku rasakan lagi! " gumam raja Garvin semakin gelisah. Berhenti tepat di depan lukisan yang memapangkan wajah tuan Snake sedang kesal terhadap dirinya.
"Tuan Snake menurutmu apa yang sedang dilakukan gadis itu sekarang?"
"Gadis pertama kali bertemu denganku maksudmu? " balas tuan Snake. Mengerutkan dahi semakin dalam dengan sorot mata melirik kearah kanan atas.
Raja Garvin menunggu jawaban dengan tatapan tidak berkutik. Ia seolah-olah mengharapkan sebuah jawaban pasti dan...
"Jika kau menyukai gadis itu, kau harus mengatakannya Yang mulia," ucap tuan Snake tersenyum simpul sampai memaparkan gigi-gigi putihnya.
Pria yang taklain dari raja Garvin tadi berdengus kesal karena tidak mendapatkan jawaban yang ditunggu-tunggu. Berjalan kearah meja dengan tatapan sendu sambil menggerutu tidak jelas yang hanya terdengar samar-samar dari kejauhan.
"Menyukainya? Apa yang aku sukai dari gadis itu? Wajahnya yang cantik?" gumam raja Garvin, memiringkan wajah dengan pertanyaan satu persatu memenuhi kepala sehingga membuatnya kebingungan.
***
Jubah hitam, memakai tudung kepala bermodalkan sebuah belati dipinggang kanan. Rusy Amelie berjalan melewati gang kecil yang hanya diisi oleh secercah cahaya matahari dapat masuk, tong-tong berisikan sayuran busuk membuat aroma sepanjang jalan terasa mengerikan. Sepanjang tempat sebagian pria menatap kearahnya dengan arti tatapan sinis sekaligus penasaran pada seorang gadis yang berani menginjakan kaki diperkumpulan pembunuh paling berbahaya di kerajaan Maurin.
Untuk menemukan tempat perkumpulan pembunuh bayaran tentu saja bukanlah hal yang mudah, karena mereka tidak menyukai suasana yang terlalu ramai, mencolok dan tidak mudah ditemukan oleh sembarang orang. Beruntung Rusy Amelie memiliki informan yang mampu mencari jejak para pembunuh dengan sangat akurat. Saat ini ia berdiri tepat di tengah-tengah manusia yang sudah menghabisi puluhan nyawa orang yang sudah ditetapkan menjadi target mereka.
Dua orang pria memiliki lengan-lengan berotot serta pakaian serba hitam berdiri menghalangi langkah Rusy Amelie. Sebuah pedang berbentuk bulan sabit dengan ketajaman dapat memotong sehelai kertas dalam sekejap mendarat tepat dilehernya yang tertutup rapat oleh jubah panjang.
~~•~~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Great Kingdom Of Maurin
FantasíaTanah Maurin yang subur, hijau dan terkenal akan kedamaiannya. Siapa sangka menyimpan banyak kedengkian,keserakahan,bahkan pengkhianatan didalam. Raja yang terkenal agung terbunuh akibat jebakan para petinggi sendiri disebuah peperangan. Bahkan, tep...