18-Go to the cemetery

1.9K 217 0
                                    

"Dia adalah.... "

"Apa yang kalian lakukan?"tanya seorang pria separuh baya tampak berjalan keluar dari pintu kediaman dengan tongkat disebelah tangan kirinya.Tuan Darby menatap bergantian dua orang yang sedang berbincang disana.

"Dia dulu adalah bawahan ratu Leyna Genever Maurin.Pengrajin besi yang biasa dipanggil dengan gelar sitangan besi." Tatap tuan Darby penuh kearah sosok gadis yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berada.

Beberapa saat berlalu tidak ada suara sebagai tanda jawaban atas peryantaan itu.Manik mata hitam legam memasuki relung terdalam dari sorot mata lawan bicara, semakin sendu.Ia tidak berniat untuk melanjutkan perbincangan sampai memutuskan segera beranjak pergi dari sana. Melangkah tanpa ragu dengan kebimbangan dalam hati terus berkecamuk menjadi satu, Rusy membiarkan orang dibelakang penuh keheranan atas dirinya.

Melewati jalanan penuh pelayan menundukkan pandangan kemudian menyapa sang gadis muda dengan senyuman ramah terukir jelas disepanjang kaki berjalan diantara gelimang kemegahan mansion Smith. Jendela besar dengan kaca mengkilap berhias emas berukir menjadikannya istana kecil yang siap memanjakan mata para pengagum kemewahan.

Tepat dihadapannya berdiri.Pintu besar tersebut terasa sangat asing.Sepi menusuknya perlahan-lahan dari depan-belakang-samping-atas hingga berbagai arah terasa begitu mencekam. Tetesan bening membasahi pipi mendarat tepat diantara ubin bersih mengkilap. Tarikan napasnya entah bagaimana sangat berat hanya sekedar satu tarikan saja.

Pintu terbuka dari hasil dorongan kedua tangan pertanda bahwa ia akan memasuki sebuah ruangan dimana dirinya akan meratapi semua yang sudah dilalui.

Meringkuk kesepian disudut terpencil menjadi hal biasa baginya. Lukisan besar terletak ditengah dinding besar menjadi sebuah gambaran mengerikan dengan tampilan seorang gadis tersenyum dan apel merah marum menggoda tampak menyerupai darah pekat.

Seluruh tubuh bagaikan terpisah menjadi beberapa bagian, penat dan sakit menjadi satu kata yang tepat untuk Rusy sekarang. Dinginnya lantai tidak dihiraukan gadis itu untuk merebahkan tubuh lalu mencoba sekedar memejamkan mata sejenak melepas beban berat yang selama ini menjadi benalu dalam hidup.

'Kenapa aku harus menjadi Rusy Amelie Maurin,tidak bisakah aku menjadi gadis desa biasa.Kenapa harus melalui semua ini? Ibu,ayah kemana kalian.Aku bahkan tidak pernah menatap wajah kelian walaupun sebentar,aku tidak menginginkan takhta, tidak istana luas,tidak mahkota dikepala. Aku hanya ingin menemui kalian walaupun sekali, ah tidak sekejap saja tidak apa-apa.Bisakah kalian memelukku sebentar aku sudah sangat lelah untuk bertahan, kumohon. ' lirih batin Rusy sembari semakin membenamkan wajahnya kedalam ringkukkan dan diantara dinginnya lantai ubin sementara air mata yang terus membasahi pipi tanpa henti.

'Biru safir. Manik mata biru safirku, tunggu apakah sudah dilihat raja Garvin?! '

'Pembunuhan raja Garvin oleh raja Espen? aku tidak perduli' cetus batin Rusy Amelie.Bangkit berdiri berjalan kearah luar jendela kamar dengan ketinggian yang cukup membahayakan jika saja tidak sengaja terjatuh.

"Aku harus pergi kepemakaman tuan pandai besi itu. Mengantarkan ketempat terakhir adalah satu-satunya cara untukku berterimakasih padanya. "








***



Meja panjang serta deretan kursi terletak disebuah ruangan besar dan  sekelilingnya terdapat pelayan berdiri. Seorang pria duduk tengah memegang gelas dengan asap tipis beraroma teh alami semerbak.

Sementara kursi sebelah kanan, seorang wanita memakai gaun merah terang dan untaian perhiasan terbuat dari emas serta berlian khusus memenuhi kepala kini sedang menikmati  suapan demi suapan makanan yang masuk kedalam mulut lalu mengunyah perlahan tampak sesekali memejamkan mata berusaha meresapi setiap gigitan.

The Great Kingdom Of Maurin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang