≠³⁴≠Acuh

63 8 3
                                    

Baca cerita ini jalur apa?
Happy reading stay enjoy
Ramaikan dengan Vote dan komen

"Aku hanya takut jatuh pada kenyamanan yang tak mampu ku pertahankan"





Mentari mulai bergerak dari persembunyiannya, menerangi bumi yang semula gelap gulita hanya ditemani rembulan, menggantikan hawa dingin malam dengan rasa hangat dari cahaya Fajar. Bergerak menyeluruh melalui celah apa saja yang mampu ia lewati.

Dering Alarm dan sorot matahari dari fentilasi jendela mengusik Zafia yang masih bergelung dengan selimut tebalnya. Gadis itu mematikan alarm yang berbunyi dengan nyaring. Duduk dengan posisi sila mengumpulkan nyawanya yang mungkin masih berceceran.

Gadis itu menatap jam dinding di kamarnya 06.25 helaan napas pelan keluar dari bibirnya. Zafia beranjak berdiri hendak ke kamar mandi.

Namun gadis itu berhenti pada langkah pertamanya, Ia mencengkram erat pada nakas yang ada di sisi ranjangnya. Kepalanya berdenyut nyeri, kepalanya terasa di tusuk ribuan jarum. Pandangannya buram gadis itu menghempaskan tubuhnya pada sisi ranjang saat kakinya tak mampu menopang lagi. Tubuhnya lemas dengan rasa sakit yang kian menjadi-jadi pada kepalanya.

"Jangan sekarang" Batinnya saat menutup mata mencoba meredam rasa sakit dan menguatkan dirinya sendiri.

Tes

Setetes darah jatuh mengenai punggung tangan Zafia, di susul tetesan-tetesan darah berikutnya.

"Shit" Zafia mengumpat pelan lantas bergegas memaksa kakinya untuk berjalan ke kamar mandi. Langkahnya sempoyongan Ia mencoba meraih apa saja sebagai pegangan.

Zafia menutup pintu kamar mandi gadis itu meluruh terduduk di belakang pintu kamar mandi, kakinya tak tak kuat menopang tubuhnya.

"Enggak plis jangan sekarang!" Pekinya membatin, ia berkali kali menyakinkan dirinya sendiri bahwa ia kuat.

Beberapa menit kemudian rasa nyeri di kepalanya berkurang, Zafia bernapas lega saat ia tak sampai pingsan seperti sebelumnya, Perlahan ia mencoba bangkit kembali, mengusap hidupnya yang sempat berdarah. Beranjak mulai membersihkan diri bersiap untuk ke sekolah.

Zafia menatap cermin full body di depannya, Ia menangkup kedua pipinya yang tampak lebih tirus dari sebelumnya, senyum kecut menghiasi bibir pucat gadis itu. Ia membenarkan kembali tatanan rambutnya, memoles bibirnya dengan pewarna bibir yang lebih cerah. Setelah memastikan wajahnya tak terlihat pucat dan mengecek perlengkapan sekolah nya, gadis itu menyandang tasnya di sebelah bahu dan keluar kamar.

Di bawah, tepatnya di meja makan sudah ada kedua orang tua dan kedua kakak laki-lakinya.

"Fia kamu sudah turun nak, sini sarapan dulu" Panggil Viona yang menyadari keberadaan Zafia yang tak jauh dari mereka.

Zafia rindu. Zafia merindukan sambutan ini di setiap paginya, tapi entah kenapa rasanya berbeda kali ini, bukan rasa senang yang begitu ia damba seperti ilusinya dulu, tetapi rasa sesak memenuhi rongga dadanya, dan sedikit rasa kecewa terbesit juga di sana. Zafia takut, dia takut terjatuh pada kenyamanan yang jelas hanya sementara ini, Ia takut takkan bisa melepaskan mereka suatu saat nanti.

"Tidak. Aku sudah hampir terlambat" ucapannya memalingkan wajah dan beranjak pergi

Tetapi tepat pada langkah kedua kakinya, Ia harus kembali berhenti

"Mau papa antar saja agar cepat?" Tawar Gilang kini menatap putrinya.

Zafia tidak berbalik, ia senang kala kata itu terucap tetapi kenyataannya kembali menamparnya dengan keras, Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Tatapan sendunya ia sembunyikan begitu elok. "Tidak perlu, bukan kah anda akan terlambat ke kantor" ketus Zafia

Q'N Zafia [Problem Twins]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang