028. Aligator Berulah

172 28 1
                                    

"Kalimat menyakitkan yang diucapkan seseorang, bisa menjadi sarana intropeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi."

~FEARFUL~

•••

Langkah kakinya bergerak cepat melewati jalan menuju toilet. Matanya menatap lurus ke depan, berusaha mengabaikan orang-orang yang terus menatapnya saat lewat.

Ketika masuk toilet, ia sedikit tersentak saat mendapati seorang gadis menangis di depan cermin besar dekat wastafel tempat cuci tangan. Ia mengabaikannya, tak mau ikut campur urusan orang lain. Memilih masuk ke dalam salah satu bilik toilet untuk menuntaskan hajatnya. Saat selesai, ternyata gadis itu masih di sana menangis tanpa suara.

Ia melangkah keluar toilet, tapi tertahan saat suara orang itu terdengar.

"Allea," panggilnya lirih.

Allea menoleh, menatapnya dengan alis terangkat. Menunggu gadis itu mengatakan sesuatu. Bukannya bicara, ia malah menangis terisak. Allea menghela nafas lelah, kasihan dan juga malas terlibat masalah orang.

Terpaksa ia mendekatinya. "Kenapa?"

Gadis itu menghapus air matanya, berusaha tegar. "Riko mutusin gue!"

Allea menatapnya datar, tidak terkejut karena sudah biasa dengan Riko yang selalu putus dengan cepat. Seingatnya, nama gadis di depannya adalah Miya. Entah pacar ke berapa pemuda itu.

"Dia tiba-tiba mutusin gue tanpa penjelasan apapun. Kami pacaran baru sekitar tiga mingguan."

"..."

"Riko tega nyakitin gue!"

"Sabar!" Hanya itu yang bisa Allea katakan.

Miya masih melanjutkan tangisnya sambil curhat pada Allea yang tampak tak terlalu peduli. Padahal jelas bukan rahasia lagi, jika Riko itu playboy yang suka berganti pacar. Itu sudah jadi konsekuensi yang harus Miya terima saat memilih berpacaran dengan seorang Riko Mahendra.

"Ee ... udah mau bel, gue kekelas dulu."

Tanpa menunggu jawaban Miya, Allea memilih langkah seribu agar cepat terhindar dari kecanggungan itu.

Sesampainya di kelas, kedatangannya langsung disambut Riska dan Caca dengan heboh.

"Gue ada berita penting!!" ungkap Caca setengah berteriak.

Allea menoleh malas padanya, jenuh dengan gosip tidak penting.

"Lo pasti kaget kalau tau," lanjut Caca sambil melirik Riska yang tersenyum lebar sekali.

Tak mau tahu, ia memilih meletakan kepala di meja untuk tidur sejenak sebelum bel masuk benar-benar berbunyi. Caca langsung menarik seragam gadis itu agar segera bangun. Mau tak mau ia menegakan punggung, dan menoleh pada Caca kembali.

"Dengar dulu!" gerutu Caca.

"Apa?"

"Ris, lo aja yang bilang!"

"Kok, gue. Lo aja yang bilang!" tolak Riska cepat.

"Lo aja!"

"Lo."

"Apaan sihh?" tegur Allea kesal.

Mereka saling pandang seakan ragu untuk memberi tahu gadis itu. Jika tidak mengingat kebaikan dua orang itu, Allea mungkin akan menyumpal telinga dan mengabaikan mereka.

"Aduh, gue nggak enak banget ngomongnya. Lo aja Ris, kan ini masalah lo."

Allea berdecak pelan. Untuk kesekian kalinya, helaan nafasnya terdengar.

FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang