002. Keramaian

682 65 2
                                    

"Bagi banyak orang, keramaian adalah hal biasa, tapi bagiku, keramaian adalah ketakutan terbesarku."

~FEARFUL~


•••

Allea diam membeku di tengah kerumunan. Menatap orang-orang di sekitar dengan tatapan datar.

Aula sekolah terasa begitu sesak saat ratusan orang berkumpul di dalam sana. Seluruh kelas sepuluh dikumpulkan atas perintah anggota OSIS. Suasana kurang kondusif sebab banyak siswa yang malah bergerombol dengan teman masing-masing dan mengobrol dengan suara lantang.

Pandangan Allea bertemu dengan Riska yang lewat bersama temannya. Riska ingin menghampirinya, tapi orang di samping menariknya ke tempat lain.

"Ris, ayo gabung sama yang lain!"

Riska pasrah dibawa temannya yang berbeda kelas dan membatalkan niatnya menemani Allea.

Ia menatap dua orang yang pergi ke sisi lain aula. Kemudian pandangannya beralih pada beberapa orang yang dikenalnya saat SMP. Mereka nampak gembira bersama teman barunya. Senyum kecut terbit di bibir, merasa miris melihat diri sendiri yang sangat sulit memiliki teman karena sifat pendiam dan tidak pandai bersosialisasi.

"Baiklah semuanya kumpul membentuk barisan, lalu duduk melantai!" Suara ketua OSIS terdengar di depan podium.

Semua siswa mulai membuat barisan dengan orang di sekitar mereka. Allea ikut bergabung dengan barisan terdekat dan duduk di lantai mengikuti yang lain.

"Tujuan dikumpulkannya kalian di sini adalah untuk sosialisasi organisasi ekstrakurikuler. Biasanya dilakukan dari kelas ke kelas, tapi tahun ini kami memilih mengumpulkan kalian di tempat ini. Setiap siswa wajib memiliki satu ekskul, kecuali OSIS boleh memiliki dua ekskul."

Satu persatu perwakilan organisasi maju ke depan untuk memperkenalkan dan mempromosikan ekstrakurikuler yang mereka ikuti agar bisa menarik minat siswa baru.

Selesai sesi perkenalan ekskul, dilanjutkan sesi tanya jawab. Setelahnya, diadakan hiburan untuk meramaikan suasana yang terasa membosankan. Beberapa siswa ditunjuk maju ke depan untuk menunjukan bakat seperti, menyanyi, menari ataupun melawak.

Ketua OSIS mengedarkan pandangan mencari target lain. "Siswa berponi dengan rambut panjang, mohon berdiri!"

Semua orang mencari-cari siapa yang dimaksud. Allea diam tak peduli, hanya menunduk menatap lantai marmer. Mengantuk dan bosan. Namun, seseorang menyikut lengannya, membuat ia menoleh bingung.

"Kayaknya lo yang dimaksud," beritahu siswa di sampingnya.

"Hah?"

Ia memegang rambut panjang dan juga poninya. Baru menyadari bahwa ciri-ciri yang dikatakan ketua OSIS mirip dirinya.

Beberapa orang memperhatikannya, membuat Allea sengaja menutupi wajah dengan tangan agar tidak terlalu dikenali. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak cepat. Orang-orang akan menatapnya jika berdiri. Ketakutannya membuat tubuhnya sedikit bergetar, sebab tak terbiasa menjadi pusat perhatian.

"Saya, Kak?"

Seorang siswi dengan rambut panjang dan poni, berdiri dengan percaya diri. Membuatnya menghela nafas lega saat tahu bahwa bukan dirinya yang di maksud.

"Bukan kamu, tapi siswa rambut panjang yang di sana!"

Tangan ketua OSIS menunjuk tepat ke arah Allea. Semua mata seketika tertuju padanya. Allea diam dengan ekspresi datar, menatap orang-orang di sekitar yang menunggunya untuk segera berdiri. Tangannya mengepal menahan tubuh yang bergetar dan wajahnya seketika memucat. Jika ada yang dinamakan fobia keramaian, ia mungkin salah satu orang yang terkena fobia itu.

"Cepat berdiri!" perintah salah satu anggota OSIS.

Beberapa siswa mulai berbisik dengan orang di samping mereka saat Allea tak kunjung berdiri. Tatapan menuntut membuat Allea tidak punya pilihan selain memberanikan diri untuk bangkit.

"Perkenalkan diri dan kelas!" perintah Ketua OSIS setelah Allea berdiri.

"N-nama saya ...."

Ia terlalu gugup untuk melanjutkan kalimatnya. Tatapan orang-orang di sekitar membuat bibirnya bergetar, tak mampu mengeluarkan sepatah kata lagi. Matanya mulai berkaca-kaca membuat Allea langsung menunduk dan rambutnya turun menutupi wajah.

Beberapa ejekan dan keluhan siswa di sekitar terdengar jelas di pendengarannya. Ia merasakan tubuhnya semakin bergetar tidak sanggup berdiri.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya ketua OSIS saat melihat kaki siswi itu bergetar.

Seorang mengangkat tangan, "Kayaknya dia lagi sakit, Kak?! Biar saya bawa ke UKS."

Perhatian orang-orang seketika tertuju padanya, terutama siswa perempuan yang seketika heboh. Wajah tampan dan senyum ramahnya tentu membuat para gadis tidak akan membuang kesempatan untuk memandangi paras menawan itu.

"Baiklah, silahkan antar dia ke UKS!" ucap Ketos mempersilahkan.

Sebenarnya ada satu orang yang Allea kenal di kelas, yaitu Raka Almas Dias Pradifta. Tetangga sekaligus sahabatnya sejak SMP. Mereka sekelas, tapi pemuda itu jarang terlihat di kelas membuat Allea merasa tidak punya teman. Raka punya kesibukan sendiri dan ia harus sadar diri bahwa kehidupan Raka bukan hanya tentang dirinya.

Raka bergerak mendekati gadis yang masih menunduk tidak berani menunjukan muka. Ia memegang kedua bahunya dan menuntunnya keluar dari aula sekolah sembari mengucapkan permisi agar diberi jalan untuk lewat. Allea masih terus menunduk saat melewati orang-orang di ruangan tersebut

"Lo gak capek nunduk mulu?" tanyanya setelah mereka di luar ruangan.

Allea menegakan kepala menatap ke depan sambil memijat pelan pangkal leher yang pegal.

"Gue malu! Malu-maluin diri sendiri. Kenapa kalau di depan umum, ini badan langsung getar panas dingin," keluhnya pelan, teringat kejadian beberapa menit lalu di aula.

"Kenapa harus malu? Setiap orang punya kelemahan dan ketakutannya sendiri."

Keramaian selalu menjadi hal yang sebisa mungkin dihindari Allea, tapi sebagai makhluk sosial, hal itu cukup sulit dilakukan. Kebanyakan orang merasa keramaian itu hal biasa. Namun bagi Allea, keramaian adalah salah satu hal paling tidak disukainya.

"Lo beneran sakit?"

Suara seseorang terdengar dari belakang membuat mereka berdua menoleh melihat orang yang ternyata menyusul ikut keluar. Siswa itu sekelas dengannya, sekaligus teman masa kecil Raka yang baru kembali dari luar negeri. Pemuda itu selalu menempel pada Raka, membuat Allea mau tak mau harus sering berinteraksi dengannya.

"Ngapain lo ikut keluar?" tanya Raka padanya.

"Gue bosan di dalam, jadi pura-pura sakit perut."

"Sakit perut beneran, tau rasa lo."

Obrolan mereka berhenti saat mendengar helaan nafas panjang Allea. Terlalu malas berada diantara dua orang itu.

"Eh, ayo kita ke UKS bareng. Muka lo pucat, kelihatan lemes gitu," ajak siswa itu.

Tatapan ketidaksukaan jelas terpancar di wajah gadis itu. Tidak merespon ucapan orang yang menurutnya sok akrab.

"Allea, lo dengar gue ngomong gak sih?"

Allea melirik Raka di sampingnya, "urusin temen lo!" bisiknya pelan lalu pergi meninggalkan mereka berdua.






•••

Bagaimana pendapatmu tentang karakter Allea?


FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang