"Jangan biarkan ekspektasi orang-orang mengendalikan dirimu."
~FEARFUL~
•••
Kelas begitu hening dan sepi. Tak ada siswa lain kecuali gadis berambut panjang yang tengah tertidur di bangkunya. Selama beberapa hari terakhir, ia merupakan siswa pertama yang datang ke sekolah. Bahkan ketika gerbang sekolah belum di buka.
Hingga satu persatu siswa berdatangan, gadis itu masih belum bangun. Beberapa siswi berbisik membicarakan gadis yang tengah tertidur itu.
"Lama-lama kesel juga lihat Allea tidur Mulu," ucap seorang yang tengah berkumpul bersama teman-temannya yang lain.
"Iya, ganggu pemandangan aja!" tambah siswi lainnya.
"Via kelihatan gak suka banget sama dia."
"Gue juga gak suka sama dia. Pendiam, tapi sok kecantikan."
"Heran gue sama Riska dan Caca. Mau aja temenan sama cewek aneh itu."
"Lebih heran lagi sama sahabat cowoknya. Kok, bisa mereka sahabatan? Ga cocok! Kayaknya mereka di pelet."
Allea tak pernah bertingkah di kelasnya. Ia hanya gadis introvert yang kesulitan bersosialisasi. Kenapa orang-orang membencinya? Salahkan ia jadi pendiam? Salahkan ia tak punya banyak teman? Apakah ia menganggu orang lain saat tidur di kelas? Namun, entah mengapa banyak yang tidak menyukainya.
"Apa kita bikin petisi untuk mengeluarkan dia dari kelas kita. Hahaha!" Canda salah satu diantara mereka.
"Ide bagus, tuh. Supaya parasit di kelas kita nggak ada lagi."
Ucapannya berhasil membuat temannya yang lain ikut tertawa mengejek. Mereka baru berhenti menggosipkanya saat Riska dan Caca datang.
Saat bel berbunyi, Riska berusaha membangunkan Allea. Namun, gadis itu hanya bergumam pelan dan baru bangun saat guru yang mengajar masuk ke dalam kelas.
Saat pelajaran berlangsung, tatapannya kosong hanya tertuju pada papan tulis.
Riska menyikut lengannya. "Allea, ini lo 'kan?" tanyanya takut gadis itu kesurupan.
Allea tak bereaksi sama sekali. Sampai bel istirahat berbunyi, gadis itu masih diam.
Riska memilih ke kantin lebih dulu menyusul pacarnya yang sudah pergi lebih dulu. Sedangkan Caca masih berusaha mengajak Allea ikut bersamanya.
"Ga lapar? Lo 'kan udah lama berhenti bawa bekal."
Allea menggeleng tanpa menoleh padanya.
Dengusan keras Caca terdengar. Kesal melihat temannya yang sudah beberapa hari seperti tidak niat hidup. Ia menarik paksa tangan gadis itu hingga berdiri, lalu menyeretnya keluar kelas menuju Kantin. Mau tak mau Allea mengikutinya tanpa kata.
"Gue takut ngeliat keadaan lo! Mirip mayat hidup."
Allea hanya meliriknya sekilas, lalu membuang muka tak peduli.
"Biasanya lo emang pendiam sih, tapi beberapa hari ini lo kayak ga niat hidup. Raganya ada, tapi jiwanya kayak ga ada."
Jika bisa memilih, Allea ingin jadi orang yang bersemangat. Sayangnya fisik dan batinnya lelah. Lelah dengan kehidupannya yang menyedihkan. Lelah dengan penghakiman orang-orang padanya. Cobaan datang silih berganti, tak membiarkannya untuk bahagia sejenak saja. Rasanya ingin menyerah dan mengakhiri segalanya.
Namun, sanggupkah ia melakukannya?
"Allea, ayo semangat!" ujar Caca sambil menggoyangkan lengan gadis di sampingnya.
Senyum tipis Allea terbit. Setidaknya ada Caca saat ini yang masih di sisinya, entah kapan dia juga akan menjauh.
"Caca, Allea, sini!" teriak Riska saat mereka berdua memasuki area kantin. "Sini duduk bareng kami!"
Lirikan Allea tertuju pada pemuda yang duduk bersama Riska. Pemuda itu juga memandang kedatangannya dalam diam. Mereka saling menjauh dan tidak bertegur sapa sama sekali. Caca menyeret Allea mendekati kedua sejoli itu dan duduk di depan mereka.
"Kalian mau pesan apa? Biar gue yang traktir," tawar Riska bersemangat.
"Gue mau bakso. Kalo lo, Allea?"
Gadis yang ditanya malah meletakan kepala di meja kantin lalu memejamkan mata, seperti yang selalu dilakukannya di kelas.
Caca menepuk pundak gadis itu. "Heh, kalau mau tidur di kelas aja, jangan di kantin."
Ketiga orang yang duduk semeja dengannya saling pandang kebingungan saat gadis itu tak bereaksi. Allea tampak tidak punya semangat hidup. Wajahnya yang pucat, tatapannya yang kosong, dan tubuhnya yang lemah, seakan jadi bukti semenderita apa dirinya.
"Biarin aja dia begitu." Riko memberi pengertian.
Hingga ketiga orang itu selesai makan, Allea masih dalam posisinya. Caca menepuk-nepuk pundaknya agar bangun.
"Allea, bangun. Ayo ke kelas!" bisik Caca di dekat telinganya.
Gadis itu akhirnya mengangkat kepala dan menegakan punggung. Bangkit dan berjalan lebih dulu, membuat mereka bertiga mengikutinya di belakang. Tidak ada pembicaraan selama perjalanan menuju kelas. Merasa canggung karena tingkah Allea yang aneh.
Sesampainya di kelas, mereka melihat pemandangan yang tidak biasa. Hampir semua siswa X Ipa 3 ada di kelas, padahal saat istirahat biasanya semuanya berpencar bersama circle masing-masing. Hanya Raka yang tidak terlihat karena berada di ruang OSIS.
"Kalian cepat duduk!" Via yang berdiri di depan memerintah.
Mau tidak mau mereka menurut, tidak mau membuat marah gadis penguasa kelas itu.
Allea duduk di bangkunya seakan tak peduli. Meletakan kepala di atas meja dan memejamkan mata.
"Woy, Allea! Bisa jangan tidur dulu? Ada yang mau disampaikan," teriak salah satu murid bernama Rosi, yang merupakan teman satu geng Via.
Terpaksa Allea melihat ke depan dengan dagu tertumpu di meja.
"Batu banget, sih!" ucap Rosi kesal.
"Semuanya dengarkan!" Via mulai mengambil alih perhatian siswa siswi yang semula tertuju pada Allea. "Gue ngumpulin kalian buat bahas tentang acara kelas yang mau diadain."
"Acara apaan?" tanya seseorang mewakili pertanyaan yang lainnya.
"Aku telah merencanakan liburan sekelas. Acaranya bersifat wajib dan tidak ada alasan untuk tidak datang. Tujuannya untuk menambah kekompakan dan solidaritas kelas." Via sengaja berbicara formal agar yang lainnya segan padanya.
Ada yang tidak setuju, memprotes keputusan sepihak Via yang pasti ia rencanakan bersama teman-temannya.
"Tidak ada bantahan! Kita akan menentukan tanggal yang tepat."
Beberapa orang mulai menyarankan tanggal yang cocok.
Allea mendengus pelan, mengira yang akan disampaikan sangat penting. Ternyata hanya acara circle berkedok acara sekelas.
Jika urusan kekompakan, kelas ini jauh dari kata kompak. Jika ada acara yang berlabel kan kelas, pasti yang datang itu-itu saja. Mereka pun cenderung duduk berkelompok. Hanya duduk dengan orang yang akrab dengan mereka. Inilah salah satu alasan Allea sulit beradaptasi di kelasnya.
"Allea!"
Gadis itu menoleh saat namanya disebut.
"Ingat, wajib ikut!" Via menekankan setiap katanya. "Setiap orang wajib membayar lima ratus ribu ke bendahara kelas."
Allea sangat tidak menyukai acara apapun yang melibatkan banyak orang. Bahkan memikirkannya saja sudah membuatnya lelah. Ia lebih memilih tidur di rumah mengistirahatkan diri dari ekspektasi orang-orang terhadapnya. Lebih bermanfaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEARFUL (Revisi)
Teen FictionAlleana Zanara dengan segala permasalahan sosialnya. Si gadis introvert, pendiam, dan anti sosial. Perpaduan sempurna yang membuatnya tidak bisa bergaul. Beruntungnya ia masih memiliki sahabat. Sebagai orang yang sulit bersosialisasi, kehidupan Alle...