040. Kenyataan Yang Menyakitkan

196 23 1
                                    

"Kematian pasti akan menjemput setiap makhluk yang bernyawa, baik dalam keadaan sakit ataupun sehat."

~FEARFUL~


•••

Mata yang terpejam sejak beberapa menit lalu, terbuka perlahan. Tangannya memijit Kening yang berdenyut. Tubuhnya bersandar di kursi samping kemudi. Ia otomatis menoleh ke samping dan mendapati Jeff menatapnya datar, tapi raut khawatir tidak dapat disembunyikannya.

"Akhirnya lo bangun juga!"

Bukan Jeff yang berucap, melainkan seseorang yang duduk di kursi penumpang. Allea menoleh ke belakang. Keningnya mengerut melihat keberadaan Raka dan Riko di kursi penumpang bagian belakang.

"Kalian kenapa bisa disini?" Seingatnya, hanya ia dan Jeff yang ada di mobil ini.

Keduanya hanya saling pandang dan tak menjawab sama sekali.

Suasana jadi hening.

Allea menatap bergantian tiga orang yang ada di dalam mobil, lalu memegangi kepala yang semakin berdenyut, membuatnya teringat akan sesuatu.

"Tadi gue mimpi buruk," ucap Allea, membuat ketiganya menatap penasaran. "Gue mimpi ... Kak Nando pergi ninggalin gue selamannya. Hahaha, aneh banget mimpi gue."

"Lea, itu-" Riko menggantung ucapannya, melirik Raka dan Jeff bermaksud meminta persetujuan untuk mengatakan yang sejujurnya.

"Kenapa kalian saling pandang aneh begitu!" tanya gadis itu heran. "Jangan bilang itu bukan mimpi?"

Jeff membuang muka, melihat keluar. Tidak berani memberitahunya. Begitu pula dengan Riko yang menunduk sambil mengacak rambut frustasi. Hanya Raka yang masih berani memandang gadis di depannya.

"Itu bukan mimpi, tapi kenyataan. Kak Nando sudah pergi!"

Allea tersenyum kecut. "Ga mungkin! Lo nggak serius, kan?"

Jeff memegang bahu gadis itu, "ALLEA, TERIMA KENYATAAN!" bentaknya kesal dengan tatapan tajam.

"Itu pasti cuma mimpi." Allea masih berusaha menyangkal, padahal ia tahu betul kebenarannya.

"Lihat keluar!!" perintah Jeff sambil menolehkan wajah Allea.

Gadis itu mengarahkan pandangan ke luar mobil. Pintu gerbang yang terbuka lebar membuatnya dapat melihat jelas ke halaman rumah yang ramai. Orang-orang dengan pakaian serba hitam mulai berdatangan. Kebanyakan diantara mereka adalah anak sekolahan yang merupakan teman sekolah Nando. Bendera kuning entah sejak kapan sudah tertempel di pagar, tidak jauh dari mobil milik Jeff diparkirkan.

"Berita kematian Kak Nando udah kesebar ke seluruh sekolah. Makanya hari ini kita pulang lebih cepat."

Pandangan Allea beralih kepada tiga pemuda di mobil itu. Baru menyadari mereka menggunakan pakaian serba hitam. Khas orang yang datang melayat. Allea baru menyadari, Jeff juga menggunakan pakaian hitam. Berarti pemuda itu sudah tahu lebih dulu tentang kematian Nando.

"Kenapa nggak ngasih tau gue dari awal?" tanya Allea sambil memukul tangan Jeff.

Tidak ada jawaban darinya.

Allea membuka pintu mobil, berlari masuk ke halaman rumah Nando menuju teras. Orang-orang yang dilewatinya menatapnya heran.

Ia berhenti di teras. Berusaha menormalkan pernapasan karena sesak yang dirasakan. Air matanya sudah keluar sejak ia berlari dari mobil.

"Sanggupkah aku melihatmu untuk terakhir kalinya, Kak?" gumamnya pelan.

Allea menarik nafas dalam untuk menguatkan hati. Memberanikan diri melangkah memasuki pintu rumah itu.

Nafasnya tercekat saat pandangan mata jatuh pada sosok yang berbaring diselimuti kain. Di dekatnya ada Arumi yang menangisi anaknya. Anisa di sampingnya ikut menangis sambil memeluk ibu Nando. Beberapa orang di sekitarnya ikut menangis.

Pemandangan itu membuat tangisnya semakin kencang. Saat ingin mendekati jenazah Nando, langkah gadis itu tertahan. Hampir semua pelayat memandang aneh, sejak ia masuk ke dalam rumah. Bagaimana tidak, gaun putih dengan motif bunga yang dikenakannya, berbanding terbalik dengan pakaian hitam polos yang digunakan para pelayat. Bahkan beberapa kakak kelas yang datang melayat mulai bergosip tentang itu.

Kepalanya menunduk, berusaha menutupi wajah. Canggung, malu dan keberaniannya menciut. Allea tetaplah Allea si anti sosial. Tatapan orang-orang padanya, membuat tangan dan kakinya bergetar.

"Apa kata orang saat aku tiba-tiba datang menangisi Kak Nando? Aku bukan siapa-siapanya!" batin Allea mulai parno.

Perlahan ia mulai mundur, lalu berbalik berlari keluar menuju mobil yang terparkir di luar gerbang.

Ketiga sahabatnya baru saja turun berniat menyusul, menatapnya heran saat melihat gadis itu malah kembali.

"Kenapa balik?"

"Aku mau pulang!" ucap Allea sambil membuka pintu mobil kemudian duduk di samping kemudi.

Ketiga pemuda itu saling pandang keheranan.

"Pulang?" tanya Riko memastikan.

"Kita baru mau nyusul lo, tapi lo udah mau pulang?" timpal Raka bingung.

Masih dengan isak tangis yang tidak kunjung berhenti, Allea berteriak. "JEFF, PULANG!!"

Tanpa kata, Jeff kembali masuk mobil. Segera menyalakan mobil dan menancap gas meninggalkan Raka dan Riko yang datang menggunakan motor masing-masing.

Tidak ada pembicaraan diantara mereka. Hanya tangis Allea yang terdengar di mobil tersebut. Ketika sampai di depan rumahnya, gadis itu langsung turun dan memasuki rumah tanpa kata. Untung saja ia tidak bertemu neneknya saat menuju kamar. Allea membuang tubuhnya di kasur dan menutupi wajahnya dengan bantal. Isakan tangisnya tak kunjung berhenti.

Pintu kamarnya tidak terkunci, membuat Jeff menyusulnya masuk ke dalam.

"Lea ...."

Allea menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya. Ia mengubah posisi jadi duduk.

"Lo belum pulang?" tanyanya sambil menyeka air mata.

Jeff duduk di ujung kasur. "Gimana gue bisa pulang kalau lo kayak gini."

Telapak tangan Allea berkali-kali menyeka air matanya yang tak kunjung mengering.

"Kenapa gue selalu kehilangan orang-orang berharga dalam hidup gue? Pertama orang tua gue, lalu Jevan dan sekarang ... Kak Nando." Allea menunduk menutupi wajahnya. "Apakah lo bakal pergi juga?"

"Gue akan selalu ada di sisi lo, Lea!"

Tatapan Jeff yang biasanya tajam berubah sendu. Matanya merah menahan sesak melihat keadaan sahabatnya.

"Kak Nando nelpon gue semalam, tapi gue malah cuek dan ga peduli. Gue malah tidur saat dia sedang berjuang antara hidup dan mati. Pengen banget ikut nganterin Kak Nando ke ... tempat peristirahatan terakhirnya, tapi ... gue ngerasa gak pantas."

Jeff berusaha menenangkannya dengan mengelus-elus puncak kepalanya pelan.

"Gue ... gak pantas! Emang siapa gue? Keluarga? Bukan, sahabat? Bukan, teman? juga bukan. Gue cuman orang yang punya rasa sama dia." Gadis itu melupakan isi hatinya.

Jeff memegang kedua bahu Allea. Membuat gadis itu menatapnya dengan mata sembab.

"Lo dan Nando sama-sama saling mencintai. Itu cukup membuat lo pantas dan berhak untuk ada di hari pemakamannya."

Allea terlalu malu dan pengecut.

Ego yang terlalu besar membuat Allea tak berpikir panjang. Seharusnya ia bisa menahan diri untuk tak pulang. Namun, ketidakpercayaannya pada diri sendiri membuatnya merasa tak layak berada diantara keluarga dan teman-teman Nando.

Jeff menyodorkan sebuah kertas amplop berwarna putih dengan pita pink.

"Dari Nando! Waktu lo pingsan Anisa ngasih ini ke gue."










FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang