6. Lelaki Nyaris Sempurna

11.8K 677 9
                                    

Pagi mulai menyingsing. Matahari pun pelan-pelan merangkak naik menggantikan posisi sang bulan.

Jingga yang sejak semalam tertidur di sofa pun mulai bangun. Secara alamiah ia terbangun saat jarum jam masih menunjuk angka 5 tepat. Sepertinya, gadis itu sudah terbiasa bangun pagi. Entah itu saat di rumah atau saat di kosan Jingga terbiasa bangun pagi.

Perlahan Jingga bangkit mendudukkan diri. Ia berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya yang masih tercecer entah di mana. Dapat ia rasakan pegal-pegal pada tubuhnya karena tidur di tempat yang sempit.

Gadis yang masih tampak lelah dan mengantuk itupun mulai mengedarkan pandangan ke sekeliling. Fokusnya lantas terpatri pada Arsen yang tampak tidur di kursi samping ranjang Dirga.
Sebuah pemandangan yang berhasil membuat Jingga tertegun selama beberapa saat.

Pak Arsen tidur di situ? Sejak semalam? Batin Jingga takjub sekaligus kasihan pada Arsen yang harus tidur dalam posisi yang sama sekali tidak nyaman. Jingga yakin saat bangun nanti badan Arsen akan sakit semua.

"Besok kalo jam 6 saya belum bangun, tolong kamu bangunin, ya. Soalnya saya harus ke Jakarta sebentar. Ada urusan di kampus."

Sekali lagi, Jingga menatap jarum jam yang ternyata baru menunjuk pukul 05.10 WIB. Masih ada waktu sebelum Arsen bangun.

Jingga lantas bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Ia harus benar-benar mengenyahkan rasa kantuknya dengan melakukan rutinitas tersebut.

Setelah rutinitas paginya selesai, gadis yang membiarkan rambut pendeknya terurai itu langsung meninggalkan ruang rawat sang ayah. Tujuannya kali ini adalah menyambangi kantin rumah sakit untuk membeli sarapan. Jingga merasa perlu melakukannya karena semalam Arsen juga sudah membelikan makan malam untuknya. Bahkan, tanpa perlu ia minta. Dengan kata lain sekarang Jingga ingin membalas kebaikan dan kepekaan lelaki itu.

Sayangnya, saat tiba di kantin, Jingga justru tidak menemukan menu sarapan yang tepat. Entah kenapa tak ada menu sarapan yang ia suka dari seluruh menu yang tersedia di kantin rumah sakit. Alhasil, ia pun keluar dari area rumah sakit. Ketika tiba di depan gedung, bola mata Jingga dipenuhi binar antusias karena mendapati penjual bubur ayam gerobakan.

"Nah, kayanya itu enak," gumam Jingga, lalu mengayunkan langkah menuju bubur ayam gerobakan di seberang gedung RS.

Semoga saja pilihannya kali ini tepat. Semoga saja Arsen akan suka dengan sarapan yang ia beli.

***

Waktu hampir menginjak pukul 6 pagi ketika Jingga kembali ke ruang rawat sang ayah. Hal pertama yang ia lihat saat memasuki ruangan bernuansa putih itu adalah posisi Arsen yang belum berubah. Lelaki itu masih terlihat lelap dalam mimpinya. Jingga yakin Arsen bisa tidur nyenyak dalam posisi seperti itu karena sudah kepalang lelah.

Jingga bergegas meletakkan kantong berisi bubur ayam dan kopi yang baru dia beli. Setelah itu, ia mendekati Arsen dengan hati-hati.

Jantungnya kembali dag-dig-dug tidak karuan ketika jaraknya semakin dekat dengan Arsen. Ritme detaknya pun menjadi lebih cepat dan membuatnya kewalahan. Terlebih ketika menilik dengan seksama bagaimana rupa Arsen ketika sedang tidur. Sungguh rasanya seperti ada reruntuhan dalam dadanya.

Harus Jingga akui kalau ketampanan Arsen tidak berkurang sedikitpun meski lelaki itu sedang memejamkan mata. Menyembunyikan bola mata sepekat langit malam yang selalu terkesan tajam ketika bersambut dengan netranya.

Jingga semakin terpaku dalam diam kala menyadari betapa tegas tulang rahang lelaki itu. Hidungnya yang mancung juga menjadi poin plus yang sangat tak bisa diabaikan. Sepasang lengan liat yang kini tengah bersedekap pun ikut mendistraksi benak Jingga sekaligus menyamarkan kadar kewarasannya. Melihat lengan itu, Jingga jadi membayangkan betapa nyaman ketika lengan itu melingkari pinggangnya. Secara keseluruhan Jingga berani menyimpulkan bahwa tampilan fisik Arsen mendekati sempurna.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang