Pagi akhirnya kembali menyapa. Ditandai dengan semburat mentari yang mengintip melalui gorden transparan pada jendela kamar Jingga.
Kelopak mata Jingga pun mulai bergerak-gerak. Secara bertahap menyongsong kesadarannya agar terkumpul penuh. Ketika matanya benar-benar terbuka hal pertama yang ia lihat adalah silau cahaya mentari. Akibatnya, pandangan gadis itu sedikit menyipit.
Samar-samar suara kicauan burung yang hinggap di pepohonan yang ada di taman belakang juga merasuki rungu Jingga. Aroma tanah basah akibat derai hujan semalam ikut menusuk indera penciumannya. Memicu senyumnya muncul sambil ia mendudukkan diri dan meregangkan otot-ototnya yang terasa agak kaku.Ini kamarku di Bandung, ya? Batin Jingga sembari menatap sekeliling kamarnya.
Ia lantas terkekeh pelan kala ingat selama lebih dari satu minggu ia memang berada di Bandung untuk menjaga Dirga.
Gadis itu kembali mengedarkan pandangannya. Kali ini ia melihat sebuah MacBook keluaran terbaru terlihat tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. Sontak saja kening putihnya dihias kernyitan.
"Itu punya siapa?" tanya Jingga dengan suara pelan.
Ia ingat tidak memiliki benda mahal itu. Jingga juga ingat kalau laptop miliknya adalah laptop merek jaman jebot yang sangat ia sayangi dan enggan ia ganti karena memiliki banyak filosofi.
"Kalo bukan punya gue terus ... punya siapa, dong?" Jingga masih diliputi kebingungan.
Ingatannya juga tidak kunjung memberikan pencerahan mengenai siapa pemilik MacBook itu.
Di tengah kebingungannya tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka. Tampak sosok Arsen yang keluar kamar mandi hanya dengan handuk melilit di pinggang dan tangan kanan sibuk mengusap-usap surai hitamnya yang basah.
Bola mata Jingga langsung melotot sempurna ketika melihat pemandangan nan luar biasa itu. Wajahnya jadi semerah kepiting rebus saat tanpa sengaja melihat pahatan sempurna pada tubuh Arsen. Dada yang bidang, bahu kokoh dengan kedua lengan yang begitu liat dan kotak-kotak di perut lelaki itu. Tetesan air dari rambutnya yang masih basah semakin menambah kesan seksi pada lelaki itu.
Kok gue bisa lupa, sih? Kan, gue udah nikah! Suami gue Pak Arsen! teriak Jingga dalam hati.
"Jingga?" panggil Arsen.
Telinga Arsen terlihat memerah ketika sadar ternyata sejak tadi Jingga tengah memperhatikannya.
"Ekhmm!" Arsen berdehem cukup keras dan berhasil menarik paksa kesadaran Jingga.
"E-eh, i-iya, Pak? ke-kena-kenapa?" tanya Jingga terbata-bata.
Kini, gadis itu semakin malu saat tertangkap sedang bengong gara-gara melihat Arsen dalam keadaan shirtlees.
Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Arsen lantas berkata, "Maaf. Saya nggak tau kalo kamu udah bangun."
"Saya ... saya pake baju dulu," imbuhnya berniat memakai baju di dalam kamar mandi.
Namun, dengan cepat Jingga mencegahnya.
"Pak Arsen pake baju di sini aja. Saya mau mandi!" tegas Jingga.
"O-oke," jawab Arsen masih dengan nada canggung.
Dua orang lawan jenis itu sempat beberapa kali hampir saling menabrak karena terlalu salah tingkah. Konyol sekali.
Ketika Jingga nyaris memasuki kamar mandi, tiba-tiba saja ponselnya berdering.
Arsen yang berada tidak jauh dengan ponsel Jingga berada pun bisa dengan mudah melihat siapa yang menghubungi Jingga saat hari masih sepagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Got Married
Romansa"Menikahlah dengan saya, Jingga." Itu adalah kalimat paling tidak masuk akal yang pernah Jingga dengar dari orang yang juga tak pernah Jingga sangka. Tetapi, Jingga tidak bisa menolak dan tidak akan menolak karena yang sedang dia butuhkan memang seo...