15. Lelaki Brengsek

9.7K 578 8
                                    


Di depan UGD, Bima duduk dan menunggu dengan cemas Jingga yang sedang ditangani oleh dokter. Bima merasa sangat bersyukur karena hari ini ia ke kampus menggunakan mobil bukan motor trail kesayangannya. Jadi, dia bisa segera membawa Jingga ke rumah sakit untuk mendapat penanganan dokter.

Beberapa kali Bima berdiri dan menatap pintu UGD. Ingin segera mengetahui kondisi sahabatnya.
Kini lelaki bersurai hitam gondrong itu berjalan mondar-mandir. Dua tangannya saling bertaut. Ekspresinya pun tampak semakin cemas.

"Ji, lo nggak apa-apa, kan? Lo nggak bakal ninggalin gue duluan, kan? Aduh! Kalo lo mati duluan gue gimana, dong?" oceh Bima.

Semakin lama cowok itu semakin panik dan bicara melantur.

"Wali dari pasien bernama Jingga?"

Panggilan dari salah seorang perawat langsung menyita perhatian Bima. Lelaki itu segera menghampiri perawat dan dokter yang berdiri di depan ruang UGD.

"Saya, Dok! Saya walinya!" seru Bima.

Biasanya kalau Jingga sedang sakit dan perlu ke dokter Bima juga yang bertindak sebagai wali. Karena memang di Jakarta gadis itu tinggal sendirian. Seharusnya Jingga tidak punya kerabat. Walaupun tadi Jingga sempat bilang kalau ia pindah ke rumah teman ayahnya.

"Gimana keadaan Jingga, Dok?" tanya Bima tak sabar.

"Pasien sudah mendapat penanganan dari tim dokter. Saat ini kondisinya sudah lebih stabil dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi, sebaiknya pasien dirawat inap dulu sampai besok agar tim dokter bisa memantau keadaannya," terang dokter yang Bima tahu bernama Aji itu.

"Iya, Dok. Terus Jingga sakit apa, ya, Dok? Bukan sakit kronis, kan? Soalnya selama ini dia jarang banget sampai pingsan begini."

"Pasien mengalami kelelahan, dehidrasi, dan stres berat. Ditambah dengan periode menstruasi yang membuat tekanan darahnya turun. Itu semua adalah pemicu pasien sampai jatuh pingsan," terang Dokter Aji.

Dokter Aji menyampaikan beberapa hal terkait kondisi Jingga, kemudian berlalu meninggalkan Bima.

Sepeninggal dokter Aji, Bima bergegas menghampiri Jingga yang masih berada di UGD. Dapat Bima lihat kondisi Jingga yang terbaring lemah dengan jarum infus menghuni lengan kanannya. Wajah gadis itu juga tampak pucat. Bima pun baru sadar kalau bibir Jingga yang biasanya pink alami kini tampak pucat dan agak pecah-pecah.

Bima duduk di kursi samping kanan Jingga. Ia menggenggam tangan Jingga dengan lembut.

"Lo kenapa, sih? Sebenarnya, apa yang lo pikirin? Masalah apa yang bikin lo sampai kek gini?"

Tentu saja pertanyaan Bima tak akan mendapat jawaban karena Jingga yang masih betah memejamkan mata.

"Cepat bangun, Ji. Janji, deh, nanti gue traktir ramen kesukaan lo sampai puas," lirih Bima.

Bima benar-benar sedih saat harus melihat Jingga yang biasanya cerewet dan jadi teman debatnya, kini malah terbaring tak sadarkan diri. Hati Bima makin mencelos ketika ingat kata-kata dokter Aji. Penyebab Jingga pingsan adalah kelelahan dan stres berat.

Untuk sementara, Bima menebak kalau Jingga sampai stres karena memikirkan kondisi ayahnya. Bima yakin gadis mungil itu sangat takut kehilangan sang ayah. Keluarga satu-satunya yang Jingga punya adalah ayahnya. Sosok pahlawan yang selalu Jingga banggakan setiap kali mereka bertukar cerita.

Untuk terakhir kalinya, Bima mengusap kening Jingga yang dihias bulir keringat. Setelah itu, ia berdiri dan memberi akses pada beberapa perawat yang hendak memindahkan Jingga ke ruang rawat.

***

Pukul 1 dini hari akhirnya Arsen bisa mematikan laptopnya pun menyandarkan punggung yang terasa kaku. Hari ini pekerjaannya menumpuk dan minta segera diselesaikan. Akibatnya, sejak tiba dari kampus sekitar pukul 7 tadi Arsen langsung sibuk dengan laptopnya. Tidak keluar kamar atau mengecek ponsel. Benda pipih itu bahkan sudah teronggok di nakas.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang