Sinar matahari menyeruak masuk melalui jendela yang hanya tertutup tirai transparan. Langsung menerpa wajah Jingga yang semula tampak lelap. Perlahan-lahan kelopak matanya terbuka. Sesaat menyipit guna beradaptasi dengan sang mentari."Astaga!" pekik Jingga.
Dia bangun dengan cepat. Alhasil, kepalanya terasa pusing.
"Gue kesiangan," keluh Jingga.
Matanya yang tampak merah, kini menatap jam dinding. Sekedar ingin memastikan kalau dia benar-benar bangun kesiangan.
Atensi Jingga menelusuri setiap sudut kamar. Tak ada tanda-tanda Arsen masih di sana.
"Kok bisa kesiangan, sih?" rutuk Jingga.
Jingga benar-benar malu karena bangun kesiangan. Dia jadi khawatir Arsen akan menganggapnya sebagai gadis malas.
Segera gadis itu menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Tidak perlu lama-lama karena 10 menit saja sudah cukup. Setelah itu, Jingga mengganti piyamanya dengan kaos hijau toska dan celana pendek sebatas lutut.
Sebelum beranjak ke dapur, gadis itu menyisir rambut pendeknya.
"Mas Arsen pasti belum sarapan," gumam Jingga sembari terus melangkah menuju dapur.
Sekarang memang sudah hampir jam 9 pagi. Sementara biasanya Arsen akan sarapan jam 7 pagi ketika hari libur.
Mendadak langkah Jingga terhenti di pintu dapur. Dapat ia lihat punggung tegap suaminya karena lelaki itu berdiri dengan posisi menghadap kompor yang sedang menyala. Di atas kompor sudah ada teflon yang berisi omelet.
Perlahan-lahan, Jingga menghampiri Arsen. Dalam diam ia juga memperhatikan bagaimana raut wajah sang suami yang begitu serius. Padahal, hanya memasak omelet. Namun, mimik wajahnya sudah seperti sedang menjadi dosen penguji saja.
"Pagi, Mas," sapa Jingga.
Tubuh mungilnya telah berdiri di samping Arsen.
"Pagi, Mara," balas Arsen, lalu membubuhkan kecupan singkat di pelipis kanan Jingga.
Jingga langsung melengos untuk menyembunyikan senyum lebarnya. Oke. Jingga akui sekarang dia bahagia sekaligus tersipu gara-gara perilaku suaminya itu.
Astaga. Keknya semenjak nikah gue jadi gampang baper, deh. Batin Jingga.
"Kok nggak bangunin saya, sih, Mas?" tanya Jingga, tapi matanya fokus pada omelet di dalam teflon.
"Saya tau kamu capek. Lagian ini hari libur. Jadi, nggak apa-apa kalo bangun siang," jawab Arsen.
"Ya, iya, sih. Tapi, kan, imbasnya Mas Arsen jadi telat sarapan. Mana harus repot bikin sarapan sendiri," dumal Jingga.
Dia tidak marah pada Arsen, kok. Dia hanya menyesal saja karena gara-gara dirinya bangun siang sekarang Arsen jadi harus kesusahan memasak sarapan.
Arsen mematikan kompor, lalu menghadap Jingga. Satu tangannya sudah mendarat di puncak kepala Jingga.
"Saya emang nggak jago masak, tapi masih bisalah kalo cuma bikin omelet. Jadi, kamu tenang aja. Telat sarapan nggak akan bikin saya mendadak kurus kok," ujarnya setengah berkelakar.
Mau tak mau Jingga tersenyum. Kemudian mulai membantu Arsen menyiapkan sarapan sederhana untuk mereka berdua.
"Mas Arsen hari ini nggak ada acara?"
Keduanya duduk bersebelahan. Tentu aja Arsen yang minta.
"Nggak ada. Kenapa? Mau jalan-jalan?" terka Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Got Married
Romance"Menikahlah dengan saya, Jingga." Itu adalah kalimat paling tidak masuk akal yang pernah Jingga dengar dari orang yang juga tak pernah Jingga sangka. Tetapi, Jingga tidak bisa menolak dan tidak akan menolak karena yang sedang dia butuhkan memang seo...