11. Good Night, Mara

10.3K 610 7
                                    

"Saya senang kalo kamu benar-benar mengkhawatirkan saya."

Kata-kata itu kembali memenuhi benak Jingga. Membuatnya bertanya-tanya tentang apa maksud dari perkataan Arsen. Sungguh Jingga ingin menanyakannya, tapi entah kenapa baru memikirkannya saja lidah Jingga sudah kelu tak bertenaga.

Di depan pintu kamarnya sendiri Jingga tengah menarik napas untuk kesekian kalinya. Jika boleh saat ini Jingga ingin menghindar dulu dari Arsen. Tapi itu tidak mungkin karena kamar di rumah ini hanya ada dua, yakni kamarnya dan kamar sang ayah. Sementara kamar tamu sudah lama dialihfungsikan sebagai tempat penyimpanan lukisan-lukisan milik almarhum mamanya. Tidak mungkin juga Jingga mengusir Arsen dari kamarnya. Padahal Jingga tahu kalau saat ini lelaki itu benar-benar butuh istirahat.

Kembali menarik napasnya agar lebih tenang, Jingga lantas mengangkat tangan. Hendak mendorong kenop pintu agar pintu terbuka. Namun, sebelum hal itu terjadi pintu berwarna putih itu sudah dibuka lebih dulu. Arsen tentu saja pelakunya.

"Jingga? Kenapa nggak masuk?" tanya Arsen.

Setelah makan malam selesai Arsen memang pamit ke kamar lebih dulu karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang mendesak.

"Ini mau masuk, kok," jawab Jingga kemudian memasuki kamar bernuansa cream itu.

Menoleh sekilas pada Arsen, Jingga pun bertanya, "Pak Arsen mau ke mana? Butuh sesuatu? Atau perlu bantuan?"

"Ke dapur. Mau nyeduh teh. Nggak perlu. Saya bisa sendiri. Kamu mandi aja," jawab Arsen dengan nada datar andalannya.

"Beneran?" Jingga kembali memastikan.

Sejujurnya ia merasa tak enak hati saat harus membiarkan Arsen berkeliaran sendiri hanya untuk menyeduh teh.

Lelaki ber-sweater abu-abu itu menghadap Jingga sepenuhnya.

"Nggak apa-apa, Jingga. Saya nggak akan nyasar atau salah masukin garam ke dalam gelas. Jadi, kamu tenang aja," jelas Arsen dengan nada mantap. Lelaki itu berusaha meyakinkan Jingga.

Gadis itu memasang cengiran lebar sebelum akhirnya membiarkan Arsen berlalu ke dapur.

Setelah Arsen benar-benar pergi Jingga bergegas mengambil pakaian ganti kemudian ke kamar mandi.

Badannya benar-benar lelah dan lengket. Berendam di air hangat selama beberapa menit sepertinya akan membuat rasa lelahnya berkurang.

Menit-menit berikutnya Jingga pun sibuk dengan rutinitas mandinya.

"Ah, nyamannya," gumam Jingga yang tengah berendam dalam bathtub.

Seminggu di rumah sakit tanpa mandi dengan layak dan tidur yang cukup ternyata sangat berpengaruh pada tubuhnya. Lihat saja! Kini Jingga merasakan otot-ototnya yang kaku pelan-pelan mulai relaks kembali. Walau rasa pegalnya masih tetap ada. Tapi, setidaknya sudah tak seburuk sebelumnya.

Puas berendam dengan air hangat, Jingga bergegas melanjutkan aktivitas mandinya. Malam semakin larut jadi ia berpikir bahwa sebaiknya mandi kali ini segera diusaikan. Meskipun sebenarnya Jingga masih ingin berlama-lama di dalam bathtub berisi air hangat dan sabun aroma stroberi kesukaannya itu.

Tepat 30 menit kemudian Jingga akhirnya selesai mandi. Ia sudah memakai piyama satin berwarna pink soft dengan atas lengan pendek dan bawahan berupa celana panjang. Rambut pendeknya masih sedikit basah karena tadi sekalian keramas.

Bercermin sebentar untuk mematut penampilan, setelah itu Jingga bergegas keluar.

Yang pertama kali ia lihat ketika keluar dari kamar mandi adalah sosok Arsen yang duduk bersandar pada headboard ranjang sambil memangku laptop. Suara pintu yang terbuka membuat atensi Arsen teralihkan. Bola matanya yang hitam pekat pun bersambut dengan mata bulat Jingga.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang