32. Pengakuan

8K 510 15
                                    


"Mas, bentar!"

Gadis itu menahan tangan Arsen ketika hendak memasuki restoran. Arsen pun menghentikan langkahnya. Ia menatap sang istri yang terlihat agak ragu.

"Kenapa, Mara?" tanya Arsen.

"Mas yakin kita makan malam di sini? Ini mewah banget," ujar Jingga.

Saat Arsen mengajaknya makan malam, Jingga tidak pernah menyangka kalau ternyata tempat yang akan mereka datangi adalah restoran semewah ini. Jingga kira laki-laki berkemeja navy itu akan mengajaknya makan di tempat biasa saja.

"Iya. Saya udah reservasi tempatnya. Kenapa? Kamu nggak suka makan di sini? Kalo nggak suka kita bisa pindah."

Dengan cepat gadis itu menggelengkan kepalanya. Pertanda tidak setuju dengan opsi yang diberikan Arsen.

"Nggak usah, Mas. Kita makan di sini aja," tandas Jingga.

Lalu, gadis itu menggamit lengan Arsen. Senyum tipis Arsen pun terbit.
Bahagia rasanya karena sekarang Jingga sudah mulai terbiasa dan nyaman dengan kehadirannya. Walau seringnya gadis itu masih malu-malu dan sedikit segan.

Keduanya menghampiri hosting staf dan langsung dibawa menuju lantai dua. Tempat di mana meja yang telah Arsen pesan berada.

"Mara," panggil Arsen tiba-tiba.

Baik Jingga maupun staf yang bertugas mengantar mereka sama-sama berhenti.

"Kenapa, Mas?" tanya Jingga.

"Saya harus ke toilet sebentar. Kamu nggak apa-apa, kan, kalo ke sana dulu?"

Tanpa ragu gadis itu mengangguk. "Iya. Nggak apa-apa, kok. Saya bisa."

"Oke. Kalo gitu kamu ke sana duluan aja," pinta Arsen, lalu beranjak menuju toilet yang tak jauh dari tempat mereka berhenti saat ini.

Setelah Arsen benar-benar tak terlihat lagi, Jingga pun melanjutkan langkahnya. Dia mengikuti staf yang mengantarnya memasuki area bernuansa hitam dan gold yang hanya diisi beberapa buah meja.

"Silakan, Nyonya," ucap staf perempuan berseragam hitam putih itu.

"Terima kasih, Mbak," tutur Jingga, lalu duduk di kursinya.

"Sama-sama. Kalo begitu saya tinggal dulu. Nanti pelayan akan datang dan membawakan pilihan menunya. Mohon ditunggu, ya, Nyonya Hendrawan."

Staf itu langsung pergi setelah menuntaskan perkataanya. Tak menyadari Jingga yang tengah cengo dengan kedua pipi dihias semburat merah.

Nyonya Hendrawan.

Sebutan itu tengah menari-nari di benaknya. Seketika seperti menaburkan serbuk kebahagiaan tak terhingga di seluruh ruang hati Jingga.

"Nyonya Hendrawan?" gumam Jingga seraya mengusap kedua pipinya yang terasa panas.

Rekahan senyum kian nampak dan menambah kecantikan gadis berpipi chubby itu.

"Lo ngapain di sini?!"

Pyar!

Kira-kira begitulah bunyi imajinasi apik Jingga yang pecah gara-gara suara sosok yang sangat tak Jingga harapkan kehadirannya.

"Justru gue yang harusnya nanya gitu. Lo ngapain di sini?" balas Jingga.

Wajah berserinya berubah sekelam langit malam tatkala menyaksikan dengan gamblang sosok Cheryl yang duduk di depannya. Padahal, jelas-jelas meja ini telah direservasi oleh Arsen untuk acara makan malam mereka.

"Ini meja buat gue makan malam sama kak Arsen," sinis Cheryl.

Gadis bersurai blonde dengan gaun ketat berwarna merah itu bersedekap angkuh.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang