43. Penuh Kekurangan

6.6K 436 45
                                    


Dering alarm terdengar begitu nyaring di pagi yang sudah tersinari sang mentari. Arsen yang tengah tertidur lelap pun terpaksa bangun. Ia lekas mendudukkan diri dengan punggung bersandar pada kepala ranjang.

"Shhh."

Lelaki itu berdesis pelan kala merasakan pening yang menyerang kepalanya. Pasti efek karena semalam ia mabuk berat. Ternyata memang benar sampai kapanpun yang namanya alkohol pasti selalu meninggalkan efek yang tidak baik untuk tubuh.

Sembari memijat keningnya, Arsen pun meneliti kondisi kamarnya yang begitu sunyi. Sepertinya bukan hanya kamarnya yang sunyi tapi seluruh sudut apartemen. Namun, untuk sekarang ia tak ingin mempedulikan kesunyian yang terasa agak aneh itu. Ia harus bangkit dan membersihkan diri. Sebab, jam 9 nanti ia harus ke kampus untuk menguji skripsi mahasiswa.

Tak butuh waktu lama, kini lelaki itu telah selesai membersihkan diri. Ia pun keluar kamar mandi dan langsung tertegun. Mendadak dia merasakan sebuah kekosongan. Biasanya saat selesai mandi Jingga pasti sudah menyiapkan pakaiannya. Namun, pagi ini gadis itu tak melakukannya.

Arsen menarik napas berat. Sadar bahwa mereka masih terlarut dalam kesalahpahaman. Jadi, wajar saja jika sekarang Jingga bahkan tak mau menyiapkan pakaiannya.

Segera Arsen menuju lemari pakaian yang tak jauh darinya. Namun, sekali lagi lelaki itu dibuat termangu karena sadar akan meja rias yang kosong. Tak ada alat make up dan rangkaian skincare yang biasa dipakai oleh Jingga.

"Ke mana perginya?" Arsen bertanya entah pada siapa.

Lalu, ia membuka lemari dan kembali menemukan keanehan. Isi lemari kamarnya terlihat berkurang. Ternyata baju-baju Jingga tidak ada di sana. Arsen juga baru sadar kalau koper gadis itu juga tak ada di sana. Alhasil, ia pun mulai mengobrak-abrik isi lemari untuk memastikan bahwa apa yang dilihatnya tak benar. Namun, ternyata semua itu benar adanya, koper serta baju-baju Jingga memang tidak ada.

Dengan masih berbalut bathrobe Arsen berpindah ke kamar Jingga yang sebelumnya. Di sana ia kembali memeriksa lemari, tetapi tak ada barang-barang Jingga. Kamar itu terlihat sangat rapi. Meja belajar dan meja rias kosong. Bahkan, kamarnya terasa dingin seperti kamar yang tidak pernah ditempati.

"Kamu ke mana, Mara?" panik Arsen, lalu beranjak mencari ponselnya.

Ia hendak menghubungi Jingga. Namun, saat membuka ponselnya, Arsen mendapat satu pesan dari gadis pemilik mata bulat itu.

Mara:
Jadwal keberangkatan saya dimajukan. Maaf kalo nggak pamit soalnya Mas Arsen kelihatan capek. Saya nggak tega buat bangunin.
Sampai ketemu 3 bulan lagi, Mas.

Usai membaca pesan dari sang istri, Arsen langsung menghubungi Jingga. Namun, nomor gadis itu tidak aktif. Berkali-kali Arsen mencoba, tetapi hasilnya sama. Nomor Jingga tetap tak bisa dihubungi.

Arsen terduduk di tepi kasur. Pandangannya kosong saat pikirannya mulai jernih dan sadar kalau Jingga pergi sebelum kesalahpahaman di antara mereka terselesaikan.

"Salah saya, Mara," gumam Arsen seraya memejamkan mata putus asa.

Seandainya saja hari itu Arsen tidak gegabah dan mau mendengar penjelasan Jingga, maka semua tak akan jadi serunyam ini. Ia dan Jingga tak akan sampai pada titik ini.

***

H

ari ini rasanya Arsen tak ingin ke mana-mana. Dia hanya ingin bertemu Jingga dan memeluk gadis itu. Namun, pekerjaannya tak bisa ditinggalkan. Suka tidak suka Arsen tetap harus datang ke kampus dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai dosen penguji. Ya, walaupun sekarang tampangnya benar-benar memperlihatkan kalau dia sedang ditinggal istri.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang