9. Rahasia dan Perasaan

10.6K 655 4
                                    

"Saya akan melepaskan kamu."

Deg!

Melepaskan? Apa Jingga tidak salah dengar? Barusan Arsen mengajaknya berpisah? Bercerai?
Jadi, kisah mereka selesai sampai di sini?

Apa-apaan ini? Kenapa seperti ini?Jantung Jingga seperti dipukul palu godam tatkala untaian kata itu terlontar dengan begitu lancar dari bibir Arsen. Tidak ada percik ragu yang terlukis di mata Arsen saat mengucapkan kalimat itu. Dan, demi apapun rasanya Jingga benar-benar kesal. Jingga juga tak akan mengelak kalau sekarang rasa sakit mulai merayapi hatinya.

Ah, sekarang Jingga sadar. Ternyata selama ini ia telah berharap lebih pada pernikahannya dengan Arsen. Menyedihkan sekali.

Arsen seolah sengaja menerbangkannya hingga ke awan dengan perhatian dan sikap manisnya. Lalu, kini lelaki itu menjatuhkannya ke dasar jurang tanpa peringatan atau aba-aba.

"Maksud Pak Arsen apa? Pak Arsen mau menceraikan saya?" tanya Jingga saat sudah berhasil menguasai diri.

"Bukan begitu, Jingga," elak Arsen.

Harusnya Jingga tidak perlu tersinggung jika Arsen memang ingin menceraikannya. Karena bagaimanapun juga pernikahan mereka terjadi secara mendadak. Bahkan, awalnya mereka hanya dua orang asing yang tidak saling kenal. Namun, demi memenuhi permintaan Dirga, Arsen merelakan dirinya untuk menikah dengan Jingga. Gadis yang jelas-jelas terpaut usia cukup jauh dengannya. Gadis yang mungkin juga tidak sesuai dengan kriteria idaman Arsen.

"Dengarkan penjelasan saya sampai selesai, Jingga. Setelah itu kamu boleh marah atau memutuskan pilihanmu," tutur Arsen dengan nada tenang.

Walau sudah sangat dongkol, akhirnya Jingga memutuskan untuk mendengarkan penjelasan Arsen hingga selesai. Ia tidak ingin dianggap terlalu impulsif apalagi kekanakan hanya karena menuruti rasa kesal dan mengabaikan Arsen. Apalagi status Arsen sekarang masih suaminya.

Menarik napas pelan, Jingga lalu bertanya, "Jadi?"

"Ini tentang program pertukaran mahasiswa yang kamu ikuti," ujar Arsen memulai penjelasannya.

"Tadi saya bertemu kaprodi dan beliau bilang kalau kamu masih diberi kesempatan sampai pekan depan untuk memutuskan tetap berangkat atau mundur dan memberikan kesempatan itu pada mahasiswa lain."

Mendadak perasaan Jingga menjadi tidak karuan. Kilasan tentang berbagai persiapan dan kesulitan yang harus ia lalui demi lolos seleksi pun memenuhi rongga kepalanya. Namun, ada hal lain yang lebih mengusik hati Jingga. Perihal kaprodi yang membicarakan semua itu dengan Arsen.

"Kenapa kaprodi bicarain semua itu sama Bapak?" tanya Jingga.

"Karena saya suami kamu," tandas Arsen.

"Pak Arsen kasih tau kaprodi soal status hubungan kita?!" pekik Jingga tidak percaya.

"Iya."

"Kenapa?"

Jingga jelas tak mengerti alasan Arsen melakukannya. Bukankah seharusnya dirahasiakan saja? Kira-kira begitulah pikir Jingga.

"Kenapa apanya?" Arsen balas bertanya dengan nada juga raut wajah datar andalannya.

Jika saja lelaki itu bukan suami sekaligus dosennya pasti Jingga tak akan segan untuk menjitak kepalanya. Tentu saja karena Jingga kesal setiap kali melihat wajah datar Arsen yang tak sesuai dengan kondisi dan situasi. Terkadang Jingga bahkan berpikir kalau lelaki itu tidak punya ekspresi lain.

"Kenapa Pak Arsen kasih tau kaprodi soal pernikahan kita? Kenapa nggak dirahasiakan aja?" tanya Jingga setelah diam selama beberapa saat.

"Kenapa juga harus dirahasiakan?" Lagi-lagi Arsen balas bertanya.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang